Ditambah, dan kita semua pastinya masih ingat dalam pidato Presiden Jokowi menjelang peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI lalu, beliau Mr President juga menegaskan bahwa postur APBN cukup aman, bahkan surplus, sehingga bisa menjaga harga BBM agar tetap dapat dijangkau oleh rakyat.
untuk menjaga ruang fiskal tetap aman, selain memaksimalkan pendapatan negara dari pajak, termasuk memaksimalkan potensi pajak kekayaan, pemerintah perlu mendorong efisiensi besar-besaran untuk belanja birokrasi.
Â
Krisis
Pemerintah juga dapat menghapus anggaran dengan menunda berbagai proyek-proyek yang tidak begitu mendesak seperti infrastruktur ( Untuk beberapa provinsi yang lebih mengutamakan jenis fasilitas lain), pembangunan Ibu kota baru, dan beberapa proyek lainnya.
Mr.President jokowi dapat menunda pembangunan Ibu kota baru hingga kondisi ekonomi Indonesia benar-benar pulih, sehingga bisa mengamankan anggaran sebesar Rp 500 triliun, dan hingga hari ini belum satu pun investor yang berminat.
Krisis energi yang terjadi hari ini dan masa depan seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk menata ulang tata kelola energi nasional dari hulu ke hilir, PT.Pertamina(persero) dan PT PLN(persero)., Agar tata kelola energi nasional lebih berdaulat dan bisa memakmurkan rakyat sesuai mandat konstitusi pasal 33 UUD 1945.
Jangan lagi seperti kejadian belakangan ini : minyak mentah dari sumur-sumur minyak di Indonesia diekspor dan diolah di Kilang-Kilang minyak Singapura kemudian kita impor kembali. Apa Ini ?. Apa Itu?.
Pemerintah seharusnya meninjau ulang keputusan menaikkan harga BBM subsidi, mempertimbangkan situasi ekonomi rakyat yang belum sepenuhya pulih dari pandemi.
Selain itu, mengingat cadangan minyak bumi yang makin terbatas dan ketergantungan pada impor yang semakin tinggi, pemerintah harus mempercepat transisi secara benar dan berkedaulatan Rakyat ke energi terbarukan yang potensinya melimpah di dalam negeri.
Pengelolaan sumber daya energi, termasuk minyak bumi, juga harus dikembalikan pada mandat konstitusi pasal 33 UUD 1945.