Mohon tunggu...
yustinus yubileo
yustinus yubileo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Filsafat

Karena kasih-Nya kekal selamanya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"I-Thou" Martin Buber untuk Masyarakat yang Inklusi (Suatu Tulisan untuk Memperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional)

5 Oktober 2021   11:54 Diperbarui: 5 Oktober 2021   15:20 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto-Lifestyle-Bahasa-Isyarat.jpg (900600) (mediapijar.com) 

BISINDO memiliki grammar yang berbeda dibandingkan dengan grammar SIBI, sebab grammar BISINDO bersifat intuitif atau naluriah bagi pemakai BISINDO yang Tuli dengan cara yang sama grammar bahasa lisan ialah naluriah bagi pembicaranya. 

Sedangkan grammar SIBI mengikuti tata bahasa Indonesia yang mudah dipelajari oleh guru dan orang tua dengar namun tidak naluriah bagi teman Tuli. Oleh sebab itu, SIBI banyak dikritik karena anak yang diajarkan SIBI menjadi semi-lingual atau bahkan non-lingual.

Maka pentingnya untuk kita semua dapat mengakui BISINDO sebagai bahasa isyarat yang digunakan oleh teman Tuli sebagai bahasa yang memenuhi kebutuhan komunikasi sehari-hari serta bahasa yang menjadi dasar untuk budaya Tuli. Hak linguistik teman Tuli adalah dapat menggunakan bahasa isyarat yang lahir dan berkembang secara alami dari komunitas teman Tuli itu sendiri.

Analisis

Topik mengenai kemanusiaan menjadi sebuah hal yang menarik untuk dibahas dan direnungkan bersama. Sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang mana manusia saling membutuhkan satu sama lain. Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa hubungan antara pribadi tidaklah terjadi secara kebetulan ataupun tiba-tiba dan tidak dapat disingkirkan. 

Maka, manusia hidup dalam relasi sosial yang kuat. Tujuan dari relasi sosial adalah kehidupan yang baik, di mana terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dan di dalamnya manusia dapat mengembangkan potensi.

John Locke (1632-1704) mengatakan bahwa keadaan alamiah manusia berarti keadaan harmonis yang ditandai dengan persamaan hak dan kebebasan manusia sehingga manusia memiliki kebebasan dan kesetaraan dalam segala hal. Lantas, dalam fenomena teman Tuli di Papua yang diinjak oleh anggota TNI menunjukkan adanya kebebasan, kesetaraan, harmoni? Tentu Tidak! Malahan apa yang dilakukan oleh anggota TNI tersebut mematikan eksistensi teman Tuli yang mana adalah manusia. Tindakan tersebut menunjukkan bahwa adanya pelanggaran hak asasi manusia yang mana hak asasi manusia ini seharusnya mendapatkan posisi tertinggi guna menghargai manusia.

Dalam kasus tersebut, sebenarnya korban sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya dengan menggunakan bahasa isyarat, namun sayangnya sikap anggota TNI yang seakan acuh dan langsung menginjak kepala korban. Dari sini tampak sangat jelas bahwa masih kurang sadarnya masyarakat umum terhadap teman Tuli. Padahal teman Tuli juga manusia.

Lantas teori Aku-Engkau Martin Buber mengajak kita untuk sadar bahwa membangun relasi dengan siapapun itu penting, termasuk dengan teman Tuli. Manusia ialah Aku yang berelasi dan berkomunikasi dengan Engkau. Manusia menjadi sadar bahwa adanya Aku oleh karena adanya Engkau, maksudnya ialah Aku dan Engkau saling membantu, menghargai dan berproses bersama.

Alhasil, kita perlu membangun relasi interpersonal dengan teman Tuli. Buber menegaskan bahwa agar relasi sosial berjalan dengan cara manusiawi, diperlukan kemampuan mengatasi keegoisan kita menuju altruis sehingga hidup kita terarah pada yang lain bukan mementingkan diri sendiri. Sehingga membangun relasi dengan teman Tuli merupakan bentuk kasih sayang kepada sesama.

Membangun inklusivitas dengan teman Tuli merupakan bentuk kesadaran manusia untuk mau belajar, memahami teman Tuli, budaya Tuli. Lantas mengapa begitu penting penting membangun infklusif ini? Ya, inklusif diartikan sebagai kebebasan, keterbukaan, tidak memandang rasa kasihan dan tidak bertindak secara diskriminatif. Sebab, masih banyak orang yang tidak sadar dan termakan stigma serta tidak mampu menciptakan lingkunganb yang aksesibel dengan memojokkan, men-judge, alhasil yang terjadi adalah teman difabel tidak ada akses untuk berkembang, tidak ada ruang gerak kebebasan dan kesempatan untuk berjuang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun