Martin Buber ialah seorang filsuf Yahudi yang terkenal pada masanya yang lahir pada tahun 1878 di Wina, Austria. Buber banyak menghabiskan waktunya untuk menjawab pembicaraan tentang Yudaisme, seperti "mengapa kita disebut orang Yahudi?"Â
Dalam pembicaraan inilah elemen mistik masih ia lontarkan, namun kemudian Buber mengalihkan gagasan tentang hubungan mistik manusia dan Tuhan dengan gagasan filosofisnya. Kemudian ia membuat sebuah karya Ich und Du pada tahun 1923. Menurutnya, hubungan Aku-Engkau (subjek-subjek) merupakan hubungan yang sehat. Karyanya ini membuat namanya semakin termasyur.
Ich und Du Martin Buber
Buber dalam karyanya itu, menjelaskan bahwa manusia memiliki dua relasi yang berbeda, yaitu: pertama, relasi manusia dengan manusia, kedua, relasi manusia dengan benda. Relasi manusia dengan manusuia disebut Ich-Du (I-Thou) atau Aku-Itu sedangkan relasi manusia dengan benda disebut Ich-Es (I-It) atau Aku-Engkau.
Buber menjelaskan bahwa relasi Aku-Itu menandakan manusia yang menggunakan, menysusun bahkan memperalat benda-benda secara sepihak dan semuanya ini berarti dikategorikan sebagai kepemilikan maupun kekuasaan.
Sedangkan dalam relasi Aku-Engkau, Buber menggarisbawahi bahwa manusia tidak akan pernah tanpa relasi. Sebab, manusia memiliki kodrat untuk berelasi atau "yang lain". Maka dari itu manusia disebut sebagai makhluk sosial, karena manusia tidak bisa hidup sendiri dan manusia ada bersama yang lain.
Relasi Aku-Engkau menurut Buber berarti Aku menyapa Engkau serta Engkau menyapa Aku. Buber mengartikan bahwa Aku tidak menggunakan Engkau, melainkan Aku menjumpai Engkau. Perjumpaan ini mencipatakan dialog sejati. Aku dan Engkau bukanlah makhluk yang asing, melainkan sama-sama manusia yang hidup dan tinggal di alam yang sama dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Buber menjelaskan bahwa kehadiran Engkau adalah sebagai rahmat bagiku dan kehadiranku adalah rahmat bagimu, sehingga Aku menjadi Aku karena Engkau dan begitu pula sebaliknya. Antara Aku dengan Engkau selalu membangun hubungan yang berahmat. Oleh sebab itu, relasi Aku-Engkau mencerminkan sikap keterbukaan diri dan kebebasan sebagai pribadi yang manusiawi.
Relasi Aku-Engkau sebagai pribadi manusia menunjukkan kesubjektivitasannya yang mana bertujuan untuk membangun nafas kehidupan abadi. Sehingga antara Aku dan Engkau menjadi sadar bahwa kita adalah makhluk yang bersama, oleh karena kita saling mengenali satu sama lain.
Keberadaan Aku dan Engkau diibaratkan sebagai pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai pasangan yang dimaksudkan ialah di mana Aku dan Engkau bersinergi untuk saling bereksistensi.
Bagi Buber, relasi Aku dan Engkau adalah ranah di mana membangun hubungan timbal balik bukan sebagai pengekangan satu sama lain dan ia juga menolak adanya individualisme dan kolektvitas yang membuat manusia terisolasi sehingga hakikat manusia ialah berhubungan dengan manusia lain.Â