Mohon tunggu...
Yusrin  TOSEPU
Yusrin TOSEPU Mohon Tunggu... Dosen -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Periset di LSP3I Region V Sulawesi Pusat Makassar. Ketua Lembaga Kajian Forensik Data dan Informasi KAVITA MEDIA Makassar Penggiat Literasi Media ICT (Information and Communication Technology)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dosen, Buku, dan Mutu

30 Juli 2018   20:35 Diperbarui: 30 Juli 2018   20:44 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dengan buku dosen bisa memperluas pengetahuan. Dengan buku dosen bisa mengembangkan inovasi dan kreasi keilmuannya. Dengan Buku dosen bisa menulis. Karena Buku adalah gudang Ilmu, Membaca adalah kuncinya."_Yusrin Ahmad Tosepu

Dosen biasa sih banyak, ratusan bahkan ribuan, tapi dosen luar biasa dihitung jari jumlahnya. Mengapa demikian??? Karena tidak semua dosen memiliki karya dan prestasi di bidang keilmuannya.

Inilah pentingnya seorang dosen, tampil sebagai sosok profesional. Sosok yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan.

Sosok yang dapat memberi contoh teladan dan sosok yang selalu berusaha untuk maju, terdepan dan mengembangkan diri untuk mendapatkan kreasi dan inovasi yang bermanfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan transformasi ilmu kepada anak didiknya.

Dosen selalu dihadapkan dengan aktifitas mengajar dan mendidik. Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan.

Proses pembelajaran berhasil dan mutu pendidikan dapat meningkat apabila dosen mampu memahami dan menghayati profesinya dan dan tentunya dosen yang memiliki wawasan pengetahuan dan keterampilan sehingga membuat proses pembelajaran aktif,  inovatif, kreatif, dan menyenangkan.

Dosen juga dihadapkan pada berbagai pilihan, seperti cara bertindak bagaimana yang paling tepat, bahan belajar apa yang paling sesuai.

Metode penyajian bagaimana yang paling efektif, alat bantu apa yang paling cocok, langkah-langkah apa yang paling efisien, sumber belajar mana yang paling lengkap, sistem evaluasi apa yang paling tepat, dan sebagainya.

Kualitas dosen yang terkadang kurang mampu memenuhi kualifikasi dosen profesional, acap kali membuat produk suatu institusi pendidikan "tidak terpakai". Alasannya sangatlah jelas, kurang berkualitas.

Hal tersebut kiranya ada beberapa penyebab. Pertama, orientasi nilai pilihan nilai. Ketika memilih menjadi dosen adalah sebagai pelarian  semata, karena tidak mendapatkan pekerjaan yang lebih bonafit menurut mereka.

Hal ini yang mengakibatkan bahan pengetahuan, pengajaran dan skill hanya diukur berdasar nilai yang didapat. Sehingga, terkadang mengajar hanya sekedar saja, bahkan pendalaman dan penguasaan materi ala kadarnya bahkan kurang dikuasai.

Kedua, dosen kurang memperluas pengetahuan lewat buku. Singkatnya, ada kecenderungan malas membaca buku. Dan tampaknya gejala malas membaca buku perlu menjadi sorotan.

Sebagai dosen, sudah menjadi kewajiban untuk berlaku dan berpikir cerdas. Membiasakan aktifitas yang bersifat pengayaan intelektual, seperti diskusi, membaca buku, dan seminar, adalah kebutuhan pokok.

Malas membaca menyebabkan kualitas dosen kurang matang. Kerap waktu menjadi mahasiswa bersentuhan dengan buku hanya untuk urusan tugas semata. Selebihnya, menjadi sesuatu yang sulit untuk direalisasikan.

Membaca, pada dasarnya adalah proses penciptaan generasi intelektual. Dengan kebiasaan membaca, tentunya secara tidak sadar, kita dilatih untuk berpikir analisis, serta semakin melatih pemikiran yang bersifat kritis.

Ada ungkapan yang sering dikaitkan untuk memahami kecerdasan seseorang. Kecerdasan seseorang adalah apa yang dibacanya. Dan kebebasan membaca buku sekarang sudah tidak lagi ada pembatasan.

Kita bebas membaca buku apa saja dan dari sumber mana saja. Semua tersedia, tidak dilarang pula. Berbeda pada zaman Orde Lama, untuk membaca buku tertentu, seperti buku beraliran kiri dan karya sastra serupa, sangatlah dilarang, bahkan sampai pada penangkapan.

Kualitas dosen dan buku akan meningkatkat mutu peserta didik. Dosen dan buku selalu berkaitan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.

Sangat mungkin terjadi bahwa seorang mahasiswa akan lebih banyak tau dari pada dosen. Karena mahasiswa lebih aktif menggali informasi-informasi teraktual lewat buku maupun tulisan-tulisan yang tersebar dijejaring dunia maya.

Terlebih zaman sekarang dimana informasi dan teknologi merajai dunia pendidikan. Oleh sebab itu, sebagai seorang dosen yang harus lebih pintar dan lebih pandai dari mahasiswanya.

Mau tak mau, dosen harus lebih banyak membaca buku dan selalu mengupdate informasi terbaru agar selalu lebih tau dari pada anak didiknya. Bila tidak dosen tersebut akan merasa tersindir akibat ketidaktahuannya.

Ketiga, tunjangan sertifikasi dosen  bukanlah hal yang paling efektif dalam menunjang kemajuan mutu pendidikan. Akan tetapi tunjangan itu diberikan semata-mata hanya untuk menambah kelayakan hidup seorang dosen. Bukan menjadi jaminan bahwa pendidikan akan menjadi bermutu.

Memang tunjangan sertifikasi akan menambah gairah dosen dalam mengajar, akan tetapi kualitas seorang dosen masih juga perlu dipertanyakan.

Mengapa tidak. Walaupun ditambah tunjangan sertifikasi yang tinggi, tak ada jaminan dosen akan mampu membentuk karakter kecerdasan anak didiknya.

Banyak terjadi sekarang ini, seorang mahasiswa tidak lagi menghormati dosenya. Proses belajar mengajar semata-mata bukan lagi menjadi hal yang wajib dipersiapkan dengan baik.

Kenapa ? apakah semua ini terjadi karena dosen tidak lagi peduli dengan pengajaran? atau mahasiswanya menganggap bahwa dosen itu tidak lagi diperlukan? Apakah dosen dan mahasiswa hanya menggagap proses belajar mengajar adalah suatu formalitas belaka.

Disinilah inti permasalahannya! Bagaimana Sosok dosen professional. Keprofesionalan dosen dapat dilihat dari pengabdian hidupnya menuangkan ilmu-ilmu kepada anak didiknya, dan tak lari dari masalah akan tetapi mereka yang mencari solusi tentang cara penyelesaiannya.

Ada yang mengibaratkan bahwa profesionalisme seorang dosen seharusnya kokoh bagaikan akar pohon yang terus menembus kerasnya tanah.

Demi mendapatkan makanan dan dedaunan, dia terus menembus tanah agar semakin berdiri kokoh. Di ibaratkan dedauanan itu sebagai anak didiknya.

Saat daun itu menjadi sekuntum bunga, itulah saat anak didiknya  dapat menunjukkan kemampuannya. Dan saat bunga itu sudah menjadi buah, itulah saat anak didiknya telah mencapai puncak prestasi dalam hidupnya.

Kuatnya akar mampu mempertahankan berdirinya pohon itu saat diterpa angin seperti halnya kuatnya dosen itu diterpa masalah dan cobaan dalam kehidupannya.

Pohon itu tetap berusaha berdiri tegak, sama halnya seperti dosen yang tetap berdiri tegak untuk tetap mencurahkan ilmu pada anak didiknya. Akar juga tak memikirkan dirinya sendiri, ia rela berkorban agar pohon tercukupi ilmunya.

Sosok seperti itulah yang seharusnya dimiliki oleh seorang dosen profesional. Ia tidak memikirkan dirinya sendiri, namun ia memikirkan bagaimana membuat anak didiknya menjadi sukses.

Sosok dosen idaman adalah pekerja keras, tidak egois tidak mementingkan diri sendiri, dia akan beralih dari satu anak didik ke anak lainnya untuk memberikan perhatian.

Meskipun dosen tidak mendapat imbalan apa-apa dari anak didiknya. Ia menaburkan serbuk-serbuk ilmu yang ia miliki agar ilmu tersebut nantinya dapat berbuah kesuksesan.

Terlepas dari ilustrasi  diatas, tentu juga ada dosen yang hanya menjadikan profesinya sebagai bagian dari cara untuk bertahan hidup.

Banyak dosen yang tidak peduli dengan profesinya yang sangat stategis itu. Tentu saja hal ini menjadi suatu hal yang sangat dilematis dalam dunia pendidikan tinggi kita pada saat ini.

Dosen hanya menjadi aktor yang bekerja sekedar pelepas tanggung jawab, bahkan itupun tidak dibarengi dengan kemampuan yang memadai sebagai aktor yang cakap untuk mentransformasikan pengetahuannya.

Lebih jauh lagi, tentu kita tidak menafikkan bahwa banyak pula dosen yang benar-benar bertanggungjawab dengan profesinya. Walaupun masih banyak hambatan yang terjadi saat ini terutama soal kesejahteraan, kualitas, dan kompetensi dosen.

Maka dari itu untuk membentuk suatu karekter dosen yang betul-betul menjadi panutan bagi anak didiknya, jangan hanya dijadikan sekedar mencari penghasilan dari kehidupan semata.

Dosen luar biasa adalah mereka yang mengajar peserta didiknya dengan cara-cara yang luar biasa, sehingga peserta didiknya yang diajarnya tersebut mencapai prestasi belajar yang luar biasa.

Untuk menjadi dosen luar biasa, perlu memiliki keberanian dan kesiapan mengambil resiko yang lebih besar daripada dosen biasa.

Sukses sebetulnya adalah akumulasi dari sejumlah permainan. Mereka yang terbaik adalah mereka yang mengembangkan mindset untuk memilih berhasil atau tidak memilih kegagalan.

Kuncinya, jika seorang dosen memimpikan sesuatu yang lebih, maka harus berani membangun mimpi-mimpi besar dan bertindak dengan penguasaan lebih besar, maka akan mencapai keberhasilan yang lebih besar.

Memang, semakin tinggi posisi akan semakin banyak kritikan terhadap terhadap dosen tersebut. Untuk itu diperlukan keberanian untuk bertahan terhadap berbagai kritikan dan menerima resiko terhadap keputusan.

Jika dosen tidak berani menerima resiko itu, maka akan berhenti sebelum sampai pada hasil yang ia mimpikan.

Dengan melakukan cara-cara yang benar, menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, etika  keilmuan dan budaya akademik, bisa dipastikan dosen tersebut luar biasa. Dosen harus ikhlas mewakafkan dirinya demi kepentingan pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun