Mohon tunggu...
Yusrina Imaniar
Yusrina Imaniar Mohon Tunggu... QC Supervisor -

If you want to give me feedback or even REPOST my stories, please contact me on : Email : iyusrina30@gmail.com Instagram : @yusrinaimaniar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Hitam, Putri Cahaya, dan Ksatria Putih (Part 8)

29 November 2017   10:22 Diperbarui: 29 November 2017   10:37 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kirana terlihat malas saat menyantap sarapan. Aku mengerti karena hari ini adalah hari Sabtu dan dia tidak bekerja. Tapi Ryfan malah sibuk dengan aktivitas co-ass, sementara ibu sedang pergi ke rumah sahabatnya. Satu-satunya orang hidup di rumah ini selain Kirana hanya aku, tapi mungkin aku juga tidak banyak gunanya karena aku lebih banyak diam, memperhatikan gadis itu.

"Semua orang sibuk hari ini, dan aku nggak punya kegiatan apa-apa," keluh Kirana.

"Biasanya juga begitu kan? Ryfan sekarang lagi sibuk, dan setahuku kalian nggak sering pergi hari Sabtu atau Minggu. Kenapa jadi sekesal itu sekarang?" tanyaku.

"Oh ya, aku nggak boleh kesal kalau dia sudah janji dan tiba-tiba membatalkan semuanya karena harus pergi ke rumah sakit mendadak." Kirana mulai marah.

"He...hei! Kamu bertengkar dengan Ryfan?"

"Nggak,"

"Terus kenapa?"

"Nggak apa-apa!"

"Hm, kalau kamu sekesal itu, aku yang ajak pergi. Mau?"

"Kemana?"

"Nggak tahu, tapi bukannya itu lebih baik daripada kamu diam di rumah?" Kirana terdiam, kemudian perlahan senyumnya mengembang.

"Oke kalau kakak maksa, bukan aku lho yang minta. Kakak yang maksa. Aku ganti baju dulu ya!" gadis itu langsung berdiri dan pergi ke kamarnya.

"Siapa juga yang maksa..." batinku. Tapi aku merasa kejadian ini familiar. Kapan ya pernah terjadi? Rasanya aku pernah mengalami ini sebelumnya. Hm, sudahlah, mungkin semua Cuma perasaanku saja.

**

Kirana keluar kamar dan aku merasa dia cantik sekali. Ryfan pasti menyesal dia harus pergi co-ass dan tidak jadi pergi dengan Kirana. Gadis itu mengenakan dress yang sedikit di bawah lutut dengan warna biru muda dan corak bunga manis berwarna biru tua.

"Ayo kak, kita mau kemana?" Kirana menatapku dengan mata yang berbinar. Aku melihat kalung yang dia kenakan.

"Itu kalung darimana?" tanyaku.

"Lho? Kakak yang kasih aku ini, katanya ini punya pacar kakak yang sudah meninggal..."

Alisia. Aku baru ingat. Kenapa juga aku bisa lupa tentang Alisia? Rasanya sejak pagi aku tidak ingat apapun tentang Alisia. Hari ini agak aneh.

"Jadi kita mau kemana?"

"Mungkin jalan-jalan ke car free day? Atau taman-taman?" tanyaku dengan perasaan yang masih bingung.

"Ide bagus! Aku sudah lama mau kesana tapi Ryfan masih saja sibuk," lagi-lagi Kirana mengeluh. Aku tertawa mendengarnya.

Alisia, hari ini, aku mau memulai hidupku lagi.

*

Kirana bernyanyi-nyanyi di mobil mengikuti lagu yang kuputar di mp3 mobil. Dia terlihat sangat ceria, berbanding terbalik dengan wajahnya tadi pagi. Aku bersyukur melihatnya yang sudah bisa tersenyum dan tertawa alih-alih cemberut di depan meja dan sarapannya.

"Wah, kakak bawa kamera?"

"Apa? Oh iya, aku mau lihat-lihat, kalau ada objek bagus aku bisa foto,"

"Kenapa kakak mau jadi fotografer?"

"Kenapa ya... ya aku suka fotografi, jadi aku mau jadi fotografer,"

"Ryfan juga aku tanya kenapa mau jadi dokter, tapi dia nggak mau jawab. Padahal aku pikir dia bakal jawab 'aku mau bantu orang', atau 'aku suka bidang kesehatan'. Tapi dia nggak mau bilang Jadi kan aku penasaran alasannya jadi dokter apa. Nggak mungkin kan seorang Ryfan nggak punya alasan."

Aku tahu alasannya, kataku dalam hati. Ryfan mau menjagamu, merawat kesehatanmu, dan memastikan kamu baik-baik saja, Ran. Jujur saja aku iri padanya, karena ada seseorang yang menjadi tujuannya. Tapi aku tidak akan memberitahu kamu, Ran. Kamu harus tahu langsung dari Ryfan, pikirku.

"Ke car free dayya... aku jadi kayak salah kostum. Kesana pakai dress,"

"Ya sudah, nggak apa-apa. Kamu juga kesana bukan buat olahraga,"

"Iya sih, aku Cuma mau jalan-jalan dan beli makanan,"

Aku tertawa. Kami tiba di car free daybeberapa saat kemudian. Ketika turun dari mobil, aku menyadari kalau mataku terasa agak nyeri. Aku mengabaikannya, mungkin hanya karena kelelahan, jadi aku rasa tidak perlu membesar-besarkan nyeri mataku yang memang terlalu banyak dipakai bekerja karena pekerjaanku sebagai fotografer.

Kirana berjalan didepanku, agak setengah berlari karena senangnya. Kadang dia berbelok ke penjual teh manis, nasi uduk, sosis bakar, atau sekedar melihat atraksi break dance. Dia tersenyum terus, aku sampai khawatir kalau bibirnya akan robek karena dia menariknya lebar sekali. Sementara aku sibuk memotret beberapa pemandangan menarik, rasanya bosan memotret orang yang berpose seperti model-model majalah. Seperti... aku memotret sesuatu yang bagiku tidak menarik.

Akhirnya gadis itu lelah, pikirku. Jalannya mulai lambat, dan terlihat lebih menikmati suasana ketimbang berbelanja mata. Sesekali dia berhenti melihat daun gugur karena angin kencang. Rambut panjangnya ditiup angin dan... aku memotretnya. Seolah itu adalah... tidak, aku memotretnya dengan perasaan yang sama setiap aku memotret Alisia. Bahagia.

"Kakak! Lagi foto aku ya?" aku segera menurunkan kameraku.

"Nggak, jangan kegeeran," ucapku tenang. Kirana mengangkat bahu dan kembali berjalan. Aku memegang dadaku, aku baru merasakan lagi degup jantungku keras dan cepat, menandakan kalau aku benar-benar hidup, seperti saat Alisia ada disisiku.

Tidak, aku tidak mungkin... jatuh cinta pada pacar adikku sendiri.

*

            Kirana sibuk membolak-balik daging sapi yang ada diatas panggangan. Aku membawanya ke restoran ini karena dia bilang ingin memanggang daging sapi sendiri. Sudah hampir 20 menit dia sibuk membumbui, memanggang, dan yang pasti, memakannya.

"Sini, biar aku yang panggang sisanya," Kirana mengangguk, matanya menatap daging sapi yang kupanggang dengan penuh harapan. Aku merasa dia sangat lucu ketika bersikap begitu.

"Halo? Ryfan! Apa? Sudah selesai? Aku lagi sama kak Nino... Iya, di restoran itu... Oh begitu? Oke.... cepat ya!" Kirana menutup teleponnya.

"Ada apa?"

"Oh, Ryfan sudah selesai dari rumah sakit katanya. Dia mau kesini, mau jemput aku sih, dia mau ngajak aku pergi lagi. Kakak nggak apa-apa kalau pulang sendiri?"

"Ya nggak apa-apa," jawabku datar. Aku sejenak sudah melupakan Kirana milik adikku.

Alisia, kalau kamu dari atas sana melihat, apa kamu merasa marah padaku? Aku tidak mengerti, tapi rasanya gadis ini... gadis ini membawaku pada perasaan-perasaan yang muncul saat aku bersamamu. Dan aku ingin merasakannya lagi, sebagai awal aku memulai hidup baru. Tapi gadis ini.... dia juga milik Ryfan. Apa kamu pikir Ryfan akan merelakan gadis ini untukku?

Ah, aku terdengar egois sekali.

**

Ryfan P.O.V

Gadis itu seperti bola, lincah. Dia hampir berlari menyambutku datang. Kak Nino tersenyum padaku dan Kirana. Sebenarnya aku agak merasa tak enak padanya. Kak Nino sudah membuat Kirana senang dan tidak uring-uringan lagi. Hanya saja ada sedikit iri, aku ingin aku yang membuat Kirana senang dan berhenti uring-uringan.

"Sudah makan? Duduklah, makan dulu," tawar kak Nino. Aku menggeleng.

"Aku sudah makan di rumah sakit, kak. Mumpung belum terlalu siang, aku mau ajak Kirana jalan-jalan."

"Wah, kemana?" tanya kak Nino.

"Mungkin ke daerah Lembang, kakak mau ikut?"

"Oh, nggak. Aku mau pulang, istirahat."

"Baiklah kalau begitu, aku sama Kirana mau pergi sekarang, kak," aku tersenyum, sementara Kirana mengaitkan lengannya pada lenganku dan tersenyum manis.

Kak Nino mengangguk sementara dia juga berdiri dan menuju mobilnya. Kirana masih menatapku sambil tersenyum cerah. Dia terlihat cantik, lebih dari biasanya. Aku tidak tahu mau membawanya kemana, tapi kebahagiaanku dengan Kirana lebih penting. Tidak peduli mau kemana, selama bersama Kirana, aku bahagia.

Setelah beberapa saat berjalan, aku menghentikan mobilku, membuat Kirana kaget. Jalanan ini lebih kecil, dengan banyak pohon disisinya, dan teduh. Tidak banyak mobil melewatinya. Tidak, aku tidak akan berbuat apa-apa, aku hanya mau memberikan sesuatu pada Kirana.

"Kenapa, Fan?"

"Itu kalung dari kak Nino? Punya Alisia, kan?"

"Iya, kata kak Nino, buat aku saja,"

"Ganti dengan ini," aku mengeluarkan kotak beludru berwarna biru. Didalamnya terdapat kalung dengan liontin kunci bertatah batu biru. Kirana membelalakkan matanya saat melihat hadiahku.

"Ini buat aku? Tapi kenapa? Ini bukan hari ulang tahunku atau apa,"

"Aku beli itu karena kamu pacarku. Aku mau kamu pakai barang dariku, bukan dari orang lain. Lagipula... kalung itu milik Alisia, aku khawatir setiap kak Nino melihatmu memakainya, dia teringat lagi pada Alisia. Dan juga... setelah program co-assselesai, ayo kita menikah."

"Aku... aku suka banget, Fan. Makasih," Kirana mulai menatapku dengan mata berkaca-kaca. Aku mencium tangannya, dan dia malah benar-benar menangis.

"Aku bahagia sekali, bahagia sampai menangis," ujarnya lirih. Senyumnya terkembang.

"Jadi...?"

"Aku mau Fan, aku mau nikah sama kamu!" Kirana memelukku walaupun kesulitan.

"Maaf aku nggak bisa romantis dan lamar kamu di tempat yang romantis, tapi..."

"Nggak apa-apa,"

Aku bahagia sekali, aku bahagia sampai rasanya aku bisa meledak. Aku mencintaimu, Kirana. Mencintaimu bertahun-tahun dan akhirnya kamu menerimaku adalah sesuatu yang sangat kusyukuri dalam hidupku. Aku mau menjadi ksatriamu, Ran. Ksatria putih yang melindungimu, cahaya hidupku. Putri cahayaku.

Dan aku, tidak akan merelakanmu untuk siapapun.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun