Mohon tunggu...
Yusi Nuraeni
Yusi Nuraeni Mohon Tunggu... Guru - Penulis Amatir

Penulis Amatir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja di Pelupuk Mata

13 Januari 2018   13:33 Diperbarui: 23 Mei 2022   16:48 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bu, Ibu kok gak dateng-dateng. Udah lama Dimas nunggu, Dimas kangen Ibu, banyak yang ingin Dimas ceritakkan sama Ibu. Ibu, Dimas yakin Ibu pasti pulang.

Hari sudah berganti minggu, dan setiap harinya aku selalu datang ke bandara ini untuk melihat dan memastikan apakah Ibu sudah tiba.

Hari itu hujan sangat deras, sudah berhari-hari aku hanya makan makanan sisa di dekat bandara. Dari jauh aku mendengar suara adzan, aku bergegas lari untuk shalat, bajuku hanya satu dan itu-pun sudah kusut dan kusam tapi aku takkan pernah meninggalkan ibadah.

Aku mungkin tak kaya akan harta, ilmuku masih rendah dan aku tak memiliki siapapun, tak ada satu orangpun yang mau menerimaku, tak ada satu manusia-pun yang menganggapku baik. Tapi aku tak berputus asa, aku masih memiliki Tuhan, Tuhan yang satu-satunya selalu ada denganku selalu memelukku selalu menjagaku bahkan saat semua manusia mengusir dan menganggapku hina.

Doa, adalah caraku berdialog dengan sang Maha Pemberi, hanya doa yang selalu aku utarakan setiap detik waktu yang penuh harap "Tuhan, aku merindukkan Ibu."

Setelah aku shalat aku sadar satu hal, aku tak tahu apakah ibuku masih hidup atau sudah tiada. Aku Ikhlas, karena hakikatnya semua hal itu bukan atas nama manusia, tetapi atas nama Allah, semua tak terkecuali adalah milikNya, tak ada satupun yang menjadi hak milikku selain jawaban atas ibadaku.

Waktu terus berjalan, dituduh sebagai pencuri, pencopet bukan hal biasa bagiku. Aku yakin, Ibukku pergi agar aku bisa menjadi pribadi yang kuat. Pribadi yang selalu bersabar dan bersyukur meskipun air matakku selalu membasahi bahkan sampai basah baju ini.

Waktu terus berjalan, empat tahun sudah Ibukku tak kunjung tiba, aku ikhlas ya Allah. Sekarang aku bekerja sebagai pedagang asongan. Mungkin aku takkan pernah lagi menemui Ibuku, tapi aku yakin kasih sayang ibuku akan terus terjaga hingga nanti Tuhan mempertemukan aku dengan Ibuku.

Ibu, di manapun Ibu berada Dimas yakin Ibu terus mendoakan Dimas,

Astagfirullah, kenapa aku malah mengenang kejadian itu lagi. Harusnya aku fokus berjualan, aku harus pergi ke sebrang jalan sana.

Sebelum Dimas sampai ke seberang jalan tiba-tiba dirinya tertabrak oleh mobil bus yang ternyata tidak lain dikendarai oleh Ayahnya sendiri. Dimas remaja hebat yang tak kenal lelah kini ia telah terbaring lemah bersimbah darah, perjuangannya menanti Ibunda nampaknya terhenti sampai saat itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun