Laki-laki bebas memilih dan perempuan sabar menunggu untuk dipilih.
Pernyataan yang melekat dalam fikirku, namun bisa kutangkis dengan pemikiran dan gerakan feminism.
Karena seharusnya perihal mencintai adalah sebuah hal yang bisa dimulai dan dipilih oleh laki-laki maupun perempuan.
Namaku Putri, gadis yang hidup di pedesaan dan sewaktu kelas 6 SD aku sudah mulai menyukai seorang lelaki yang secara kasat mata ia sempurna. Laki-laki itu bernama Achmad, seorang laki-laki yang berparas ganteng, manis, kuning langsat warna kulitnya, disempurnakan oleh akhlaknya yang sopan, rajin sholat berjama'ah di Masjid dekat rumah. Setiap tetangga menilai bahwa ia adalah mantu idaman, sampai Ibuku saja menyukainya dan mendorong agar aku bisa bersamanya.
Mengafirmasi penilaiain dari Ibu, aku mencoba mencari tahu sendiri. Mulai berjamaah ke masjid di waktu subuh dan duhur, mulai ikut kegiatan desa yang juga diikutinya. Ternyata benar, penilaian Ibuku terhadapnya. Ia sungguh sopan dan santun, suka membantu orang lain, dan ia tidak merokok seperti laki-lain yang lainnya.
Dua bulan aku mencari tahu tentangnya aku mulai menyukainya dan kemudian untuk pertamakalinya aku menulis surat, yang berisi tentang pujian terhadapnya dan aku juga mengakui bahwa aku menyukainya. Ketika surat itu ditulis aku tidak berharap untuk bisa memilikinya, yang kuharap hanya balasan sikap baiknya. Karena ia sangat cuek terhadap perempuan mungkin hal itu yang melandasi setiap perempuan penasaran untuk mendekati bahkan mendapatkannya.
Aku mengagumi Achmad sejak kelas 6 SD. Namun Achmad tidak pernah membalas perasaanku dan aku tidak masalah dengan hal itu. Ketika ia lulus SMP, ia melanjutkan sekolahnya di Pesantren diluar kota sehingga aku tidak bisa lagi melihatnya namun aku masih bisa mengetahui kabarnya lewat Ibunya, yang ternyata Ibunya menyukaiku sehingga Ibunya dan Ibuku selalu berupaya agar kita bisa berjodoh. Mengetahui hal tersebut, aku ingin ada perjodohan antara kami namun sepertinya Achmad tidak menginginkannya.
Tiga tahun aku tidak mengetahui kabarnya, setelah lulus SMA di Pondok ia Kembali pulang kerumah dan aku sempat berpapasan beberapa kali namun diantara kita tidak pernah ada yang saling sapa. Aku hanya tersenyum lebar pasca aku melewatinya, Bahagia bercampur haru karena bisa Kembali melihatnya. Pada suatu hari, Ibu Achmad kerumahku dan meminta rekomendasi kampus yang bagus kepadaku sontak aku kaget dan merasa percaya diri bahwa ibunya memang benar-benar menyukaiku. Setelah itu aku rekomendasikan kampus terbaik versiku, yang kemudian Ibunya memilihnya sebagai kampus yang harus dicoba oleh Achmad.
Setelah liburan selesai, ia langsung mendaftarkan diri ke kampus pilihanku dan alhasil diterima. Kemudian setelah ia diterima, ia mengirimkan surat kepadaku. Isi suratnya membuatku meneteskan air mata kebahagiaan.
"Dik Putri, Aku merindukan tatapanmu yang penuh teka-teki.
Aku merindukan kamu yang sering curi pandang Ketika aku sedang khusuk mengaji.
Aku merindukan kamu yang sering menanyakanku kepada teman ngaji Ketika aku tidak terlihat disana
Aku merindukanmu yang sering ke kamar mandi hanya karena ingin melihatku
Kamu berbeda Dik, kamu lucu, kamu menggemaskan, kamu satu-satunya perempuan yang berani mengirimkan surat kepadaku.
Tampak dalam surat itu bahwa kamu perempuan yang berani, perempuan yang tidak egois untuk memaksakan kehendakku, kamu tidak memaksaku untuk membalas perasaanku.
Sebenarnya aku ingin Kembali mendapat surat darimu, tapi rasanya kamu sudah enggan.
Dik Putri, dua minggu lagi aku akan berangkat ke UGM Yogjakarta, Sebuah kampus yang kamu rekomendasikan untukku dalam melanjutkan Pendidikan strata satu.
Apakah kamu tahu dik, aku yang meminta ibuku agar meminta rekomendasimu untuk pendidikanku. Aku tak kuasa untuk bisa berinteraksi denganmu. Akhirnya kuberanikan meminta tolong kepada Ibuku.
Dik, tolong jaga diri selama aku tidak disini
Tolong dijaga pandanganmu agar kau bisa menungguku Kembali pulang dari pendidikanku.
Tolong bersabar hingga Pendidikanku selesai, dan akan kuberanikan untuk bisa berinteraksi dan bisa meminangmu.
Halaman berikutnya
Dik, aku dan kamu sepertinya berjodoh.
Orangtua kita juga menginginkan kita untuk bersama.
Untuk itu, tetaplah berdoa kepada Allah swt agar kita diberi kedekatan hati.
Salam Kasih,
Achmad.
Surat yang harum itu, kututup pelan-pelan dan kubaca Kembali jika aku merindukannya.
Dan dua hari sebelum ia berangkat, aku membelikannya Surban berwarna hitam beraksen gold dan Kembali kutulis surat kecil untuknya.
"Mas Achmad, Suratmu telah kuterima dalam keadaan wangi.
Air mata turun tanda kebahagiaan, dan ingin ku beranikan diri untuk bisa bertatap muka dan mengungkapkan isi hatiku.
Mas, ini surban yang kubeli dengan uang sakuku, anggap saja surban ini sebagai pengingat bahwa aku dan kamu memiliki kewajiban untuk saling berdoa agar kita bisa berjodoh.
Salam Rindu,
Putri.
Setelah surat itu kukirimkan, aku berangkat ke pondok pesantren dan aku tidak pernah mendengar kabarnya. Namun aku meyakini bahwa ia akan selalu mengingatku bersamaan dengan surban yang dipakainya Ketika sholat. Semoga.
Selama di pesantren aku focus kepada Pendidikan yang harus ku tempuh, walau Ketika kiriman dari keluarga, aku selalu menanyakan kepada Tante terkait kabarnya. Namun tanteku juga tidak mengetahuinya dan berpesan padaku agar tidak.
Setelah lulus dari SMK aku memutuskan untuk rekom (berhenti) dari pesantren dan melanjutkan Pendidikan diluar pesantren. Dan itu terwujud setelah aku memaksa kepada keluargaku. Karena menurut keluargaku, Pendidikan di Pesantren sudah lengkap dan bagus untuk masa depan. Namun aku ingin melanjutkan pendidikanku di luar pesantren dengan maksud mengikuti jejak Mas Achmad.
Proses rekom selesai, aku pulang kerumah. Selama dua bulan dirumah aku tidak pernah mendapatkan kabar baik tentangnya. Yang kudengar mayoritas berita kurang baik tentangnya, berita tentang ia yang berubah 100 derajat dari kebiasaan dirumahnya. Pamannya bercerita padaku bahwa selama di Yogyakarta, Mas Achmad banyak mengalami perubahan. Sekarang rambutnya gondrong, merokok, suka ngopi di kafe mewah, jarang sholat dan nyaris tidak pernah membaca Al-qur'an. Hal ini diketahui karena Pamannya Ketika itu ada tugas ke Yogyakarta dan menginap di kosan Mas Achmad.
Berita itu, tidak ia sampaikan kepada orang tua Mas Achmad, tapi disampaikan padaku.
Mendengar informasi tersebut, aku berinisiatif untuk mencari tahu. Aku mulai mencari tahu melalui social medianya yang aktif (Facebook) kemudian aku juga mulai menghubungi melalui BBM dan hasil pencarianku di social media tidak tampak perubahan yang diceritakan Pamannya karena aku penasaran akhirnya aku memberanikan diri untuk mengirim pesan melalui BBM.
Putri : "Assalamualaikum Mas Achmad, ini nomor Putri Jangkar"
Achmad : "iya, ada apa?"
Putri: "Kapan Mas Achmad pulang ke Jangkar? Saya sudah berhenti Mondok, dan saya ingin melanjutkan kuliah di tempat Mas Achmad."
Achmad: "Jangan disini, ga enak, kamu ga akan kuat. Dua minggu lagi aku pulang kerumah."
Putri: "Saya ingin mendengar ceritamu"
Achmad: "Nanti kita jalan ya pas aku udah dirumah"
Cukup tenang dengan respon Mas Achmad di Pesan BBM, namun aku tetap kefikiran dengan informasi yang diceritakan oleh Pamannya.
Dan mungkin semua akan terjawab Ketika aku bertemu Mas Achmad.
Dua minggu berlalu dan benar, Mas Achmad pulang.
Adzan duhur yang berbeda, kali ini ia Kembali datang ke Masjid tempatku dan ia belajar mengaji sejak kecil.
Suara Mas Achmad tetap saja menyejukkan, pakaiannya pun lebih rapi, tambah ganteng juga.
Naas, belum selesai wirid aku sudah kebelet pup. Akhirnya setelah sholat, aku langsung pulang dan belum menyelesaikan wirid.
Pukul 19.40 wib Mas Achmad mengirimkan pesan padaku.
Achmad: "Dek Putri? Malam ini aku diajak Zain keluar rumah, katanya mau ke warung kopi di Asembagus. Apakah kamu mau ikut?"
Putri: "Tidak Mas,aku tidak boleh keluar malam"
Achmad: "Besok jam 09.00 wib aku jemput kamu ya, kita jalan-jalan ke waduk. Mau?"
Putri: "Tapi aku harus izin bagaimana ke Uti dan Tante?
Achmad: "Aku yang minta izin ke keluargamu, kan aku yang mengajakmu"
Putri:"Sampai ketemu besok Mas.
Pukul 21.00 aku Kembali mengirim pesan padanya.
Putri: "Mas Achmad sudah dirumah?"
Achmad: " Belum, masih ngopi. Ada apa?"
Namun, tidak kubalas karena aku sudah tertidur.
Tepat hari Minggu,Pukul 08.30 wib ia datang kerumah tanpa mengabariku.
Tok..tok...tok.. (suara pintu diketuk)
Assalamualaikum.
Dek Putri? Dek Putri?
Panggil Mas Achmad di depan rumahku.
Kemudian Tanteku keluar, menemuinya. Dan meminta Mas Achmad untuk duduk dulu di ruang tamu.
Aku melihat dari sisi jendela, apakah benar Mas Achmad meminta izin kepada keluargaku untuk membawaku keluar rumah.
Dan benar, dengan sikapnya yang sopan, suaranya yang lembut dan senyumnya yang manis ia sangat berani sekali meminta izin kepada Tanteku untuk membawaku ke waduk di perbatasan Banyuwangi-Situbondo. Dan Tanteku mengizinkannya.
Kemudian aku dipanggil oleh Tanteku.
Mbak, ada Mas Achmad tu. Kok ga bilang kalau mau keluar?
Takut ga dibolehin sama Tante apalagi sama uti, ya bolehlah apalagi sama Mas Achmad.
Setelah mendapat izin dari Tante dan Uti, aku keluar rumah bersama Mas Achmad.
Selama perjalanan, perasaanku tidak menentu. Haru dan Bahagia bercampur menjadi satu.
Di pertengahan perjalanan, Mas Achmad memberhentikan motornya di pinggir jalan hanya untuk berkata "Aku izin ngebut ya, kamu bisa pegangan senyamanmu yang penting kamu merasa aman. Bisa?" Aku tersenyum malu mendengarnya dan kuambil langkah untuk memegang sadel belakang dan ia Kembali bertanya, posisi begitu apakah kamu nyaman Dek?. Aku menjawab, masih nyaman Mas.
Selang 30 menit perjalanan, kita telah sampai di waduk.
Dan mencari tempat yang rindang serta dekat dengan penjual minuman dan makanan.
Setelah mendapatkan tempat yang nyaman, kami duduk santai menghilangkan penat.
Dan kemudian hal mengagetkan terjadi, Mas Achmad bersender padaku, tangan kirinya sambil memeluk dari belakang. Aku sontak berdiri karena kaget dan belum pernah mendapat perlakuan seperti itu dari seorang laki-laki.
Namun, Mas Achmad malah tertawa dan menyuruhku Kembali duduk dan berkata bahwa ini bentuk kasih sayang, pelukan sederhana untuk menghilangkan penat saja dan tidak akan terjadi apa-apa. kemudian aku Kembali duduk namun tidak disampingnya, namun di depannya. Dan naas, Mas Achmad pindah duduk disampingku.
Perasaanku kala itu, hanya satu yaitu takut.
Dalam keadaan Mas Achmad duduk disampingku,ia mengambil tanganku dan diletakkan iatas pahanya. Sontak, tanganku basah karena keringat dingin dan aku pun bertambah takut.
Mas Achmad menenangkan dan sebelum ia bercerita,ia memintaku untuk jujur apa yang kurasakan selama ini.
Kesempatan yang memang ku tunggu, aku ingin menyampaikan secara langsung bahwa aku memiliki rasa sayang padanya, aku mencintainya.
Aku memulai pembicaraan dengan menarik tanganku dengan alasan aku mau cuci tangan. Setelah itu kumulai.
"Jujur mas, ini momen yang kutunggu. Momen dimana aku bisa berkomunikasi langsung dengan kamu. (tanpa menatap matanya).
Kemudian Mas Achmad memegang daguku dan memintaku untuk menatapnya. Sembari berkata "Kalau bicara itu lihat ke lawan bicaranya, itu Teknik komunikasi dasar, kalau kamu tidak melihat lawan bicaranya bagaimana pesanmu tersampaikan"
Akkhh, aku sungguh malu mendengar perkataannya.
Kemudian kuberanikan dengan menatap matanya. Dan itu kali pertama aku bertatapan secara jelas. Dan ternyata ia lebih ganteng jika dilihat secara dekat. Bola matanya hitam, wajahnya mulus, dan senyumnya yang selalu mendebarkan hati.
Aku Kembali memulai pembicaraanku.
Mas Achmad,
Dhalem, ia menyahut... akkhhh bikin aku salting dan lupa terhadap apa yang akan aku sampaikan.
Diam dulu, selesaikan aku dulu baru kamu merespon. Ucapku
Mas Achmad, aku langsung saja. Sejak aku mendengar penilaian positif dari orang sekitar rumah, aku juga diam-diam mencari tahu dan kemudian aku menilai bahwa kamu laki-laki yang berbeda, kamu satu-satunya teman mengaji yang paling rajin, yang suka adzan, ga pernah pulang duluan, dan kamu membuat teman ngaji kita mengidolakanmu termasuk aku.
Sejak saat itu aku mengagumimu, kemudian berkembang menjadi suka, sayang dan sampai sekarang aku mencintaimu. Entah apa yang ingin kudapat darimu, karena dijemput kamu kerumah saja aku sudah Bahagia bukan kepalang. Keinginan terbesarku memang menikah denganmu, tapi sepertinya itu sulit, karena aku keluarga menengah kebawah sedangkan kamu keluarga menengah ke atas. Secara status social kita berbeda. Jadi,akupun tidak berharap banyak atas keinginan untuk menikah denganmu.
Kedua, aku ingin bertanya. Bagaimana kehidupanmu di Yogyakarta?
Ketiga, apapun yang terjadi setelah pertemuan ini, aku ingin tetap menjalin silaturahmi yang baik dengan kamu.
Sudah.. ucapku
Kemudian Mas Achmad mengambil sesuatu ke saku jaketnya.
Dan yang dikeluarkan adalah Rokok dan koreknya.
Dan ia bilang "Jangan bilang siapa-siapa kalau aku merokok" hanya kamu yang tahu bahwa aku sekarang merokok.
Aku mengangguk dan ada perasaan kecewa dalam hatiku.
Oke, aku mau merespon ucap Mas Achmad.
Setelah apa yang kamu dengar dari orang-orang, apakah kamu masih mencintaiku?
Setelah apa yang kamu lihat dari sikapku ke kamu, apakah kamu masih mencintaiku?
Dan setelah apa yang kamu lihat bahwa aku Sekarang merokok, apakah kamu masih mencintaiku?
Jawab dulu
Dan aku hanya mengangguk, tanda ia.
Mas Achmad tertawa dan menawarkan pelukan padaku, dan aku menerimanya.
Dalam pelukannya, aku mendengarkan ceritanya
Ia bercerita kehidupan di Yogyakarta yang sangat bebas berbeda dengan kehidupan di Jangkar.
Ia mulai merokok, mengikuti teman kuliah dan teman kosnya.
Ia jarang sholat karena sibuk mengerjakan tugas dan kewarung kopi bersama teman-temannya
Bahkan ia nyaris tidak pernah membaca Al-qur'an karena malas dan temannya tidak ada yang mengaji. Ia terbiasa begitu sejak semester 1.
Dan Mas Achmad juga bercerita bahwa ia sudah punya pacar di Yogyakarta, namun hanya pacar sebagai teman tidur.
Mendengarnya, aku sungguh kaget. Kulepas pelukannya.
Aku menutup telingaku dan kuhabiskan minuman didepanku.
Aku kaget karena ternyata ia sering tidur bersama dengan seorang perempuan.
Dan itu menjadi kebiasaan lebih parahnya lagi hanya dianggap sebagai teman tidur.
Kemudian, Mas Achmad menanyakan Kembali perasaanku. Apakah kamu masih mencintaiku dengan apa yang telah kuceritakan padamu?
Dan kujawab bahwa rasa Cinta itu tidak bisa diarahkan akan jatuh pada siapa.
Jika cinta ini memang untukmu maka perasaan ini ya hanya untukmu.
Aku hanya tidak terima dengan perilakumu yang dengan entengnya menganggap seorang perempuan itu sebagai teman tidur, bagaimana jika perempuan itu berharap agar kamu bisa menikahinya kelak.
Sstttt,,, kok ngelantur kamu Dek. Ucapnya
Kan aku maunya nikah sama kamu, perempuan suci yang memang mencintaiku. Menikah itu kan harus saling cinta. Dan akupun mencintaimu, maka kita harus berupaya agar kita bisa menikah.
Mas Achmad Kembali memaksa memelukku, namun aku enggan. Aku hampir menangis atas kekecewaan ini. Ekspektasiku terhadap Mas Achmad luntur.
Dan aku mengajak Mas Achmad untuk pulang.
Namun, ia tidak berkenan. Ia masih ingin disini bersamaku. Menghabiskan waktu sore bersamaku.
Karena besok, ia belum tentu bersamaku, ucapnya.
Setelah pembicaraan ini, Mas Achmad menanyakan aku akan lanjut kemana, Pendidikan apa?
Aku hanya menjawab "tidak tahu", "belum tahu".
Dan ia merekomendasikan, jangan kuliah di luar kota, bahaya bagi seorang perempuan. Perempuan menanggung banyak resiko daripada laki-laki.
Aku menyanggahnya dan bertanya dengan tegas "Kenapa perempuan dibatasi?"
Toh sudah jelas dalam hadits yang pernah dibacakan oleh Guru Ngaji kita (Mbah Kyai)
"Carilah ilmu hingga ke negeri cina, karena sesungguhnya mencari ilmu itu wajib baik bagi muslim laki-laki dan perempuan"
Dan Ketika menjelaskan hadist ini, pasti Mbah Kyai menegaskan bahwa Kamu yang Laki-laki dan kamu yang Perempuan wajib mencari ilmu kemanapun ke tempat yang diridhai oleh Allah dan Rasulnya.
Momen yang tidak tepat memang membahas hadits Ketika berduaan dengan bukan mahrom, tapi aku sangat tidak terima dengan pemikirannya yang dangkal.
Kemudian ia tertawa dan menatap dengan sinis. Kamu bilang gitu karena kamu belum merasakan nikmatnya jadi orang seperti aku. Kalau kamu mau, bisa kita coba. Gimana?
Mendengarnya, aku geram dan ingin menamparnya pakai tangan kiri. Astagfirullah.
Namun, mendengar responnya yang cukup buruk aku Kembali memaksa mengajaknya pulang. Dan ia berkenan, namun ia menawarkan untuk mampir ke rumah temannya dulu sebentar namun aku menolaknya.
Di perjalanan pulang, ia bertanya Kembali.
Dek Putri, apakah kamu masih mencintaiku?
Aku merespon, apakah kamu masih layak untuk aku cintai Mas?
Dan Mas Achmad memberhentikan sepedanya. Dan menatapku dengan waktu yang cukup lama sedangkan aku hanya menunduk ketakutan.
Ia turun dari sepeda motor, dan memegang tanganku.
Aku menolaknya namun ia memegang erat tanganku. Kedua tanganku dipegang erat dan ia berkata padaku.
Kamu harus tahu Dek, bahwa di dalam cinta bukan hanya kebaikan tapi juga ada keburukan dan aku telah menunjukkan keburukanku padamu, aku kira kamu akan menerimanya namun ternyata berbanding terbalik.
Dek, aku terjebak. Dan kamu bisa menolongku.
Tolong aku, bantu aku untuk bisa Kembali pada Achmad yang kamu cintai.
Aku ingin bersamamu, aku ingin menikah denganmu.
Jangan mundur Dek. Bisa ya, kita perbaiki bersama.
Mataku berkaca-kaca. Kejadian hari ini penuh drama, diluar dugaanku.
Aku tidak bisa merespon banyak, aku hanya berkata bahwa semua akan Kembali jika terdapat komitmen kuat untuk memperbaikinya Mas.
Mari kita pulang dulu, setelah tenang, kita Kembali bicara.
Aku masih kaget, shock, aku masih ada dalam fase kecewa terhadap ekspektasiku sendiri.
Jadi, tolong juga pahami aku Mas.
Mas Achmad mengangguk, dan meminta izin padaku
Apakah aku boleh memelukmu?
Aku menjawab
Tidak boleh.
Dan ia tidak memaksa.
Kemudian Mas Ahmad kembali menyalakan motornya, dan kita melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Diperjalanan Mas Achmad menyuruhku untuk memeluknya, namun aku bersikukuh untuk menolak. Aku lebih memilih memegang sadel bagian belakang karena aku takut.
Sesampainya dirumah, aku turun dari sepeda dan ia juga turun, berniat menemui Uti dan Tanteku namun dirumah sedang tidak ada orang. Entah kemana.
Mas Achmad langsung pamitan padaku untuk pulang kerumahnya.
Sepulang Mas Achmad, aku masuk kamar dan aku siap-siap sholat dzuhur.
Tidak lama kemuian, Uti datang mengagetkan dan bertanya tadi kemana saja.
Aku hanya menjawab "ke waduk saja"
Dengan wajah penuh kekecewaan.
Adzan dzuhur berkumandang, dan aku ditanya Uti kok tidak berangkat ke Masjid dan aku izin dulu untuk tidak ke Masjid karena aku capek. Uti hanya geleng-geleng melihatku.
Dan aku putuskan untuk sholat, makan siang, dan tidur siang.
Terbangun pukul 14.10 wib, tiba-tiba Tanteku memanggilku bahwa ada yang mau bertemu padaku diruang tamu.
Dengan wajah semrawut karena bangun tidur, dan sedikit tidak focus. Aku menuju ruang tamu dengan tidak berkerudung dan tetap memakai baju daster.
Dan ternyata yang datang adalah Mbak Rahmatul,Nenek dari Mas Achmad.
Mbah Rahma aku memanggilnya.
Mbah Rahma memang akrab dengan Utiku, karena teman seperjuangan semasa sekolah dan sering ke pengajian satu rombongan.
Kemudian aku duduk disamping Utiku, dan menanyakan maksud Mbah Rahmah datang kerumah untuk menemuiku.
"Putri tadi keluar sama Achmad?" tanya Mbah Rahmah.
Iya Mbah, ucapku.
"Gimana dengan cucuku Put, kamu suka? Kamu cocok? Sudah lama kita ini pengen jadi besan, ayo lah segera saja. Sambil tertawa dengan Utiku."
Mendengarnya ada sedikit rasa malu dan rasa gelisah dalam diri, aku bingung mengartikannya namun aku memilih mengalihkan pembicaraan.
Mbah, udah ga kambuh penyakitnya? Udah sembuh? Enak dong, bisa ke pengajian bersama Uti lagi.
Mbah Rahmah merespon, sudah sembuh. Tambah sembuh kalau kamu segera nikah sama Achmad. Sambil diiringi gelak tawa dari Uti dan Mbah Rahmah
Hanya itu sajakah yang Mbah ingin tanyakan ke Yusi?
Jika sudah selesai, Yusi izin ke kamar mandi dulu, sudah sumuk soale.
Kemudian kutinggal mereka dan aku ke kamar mandi.
Setelah mandi, kudatangi Kembali ternyata Mbah Rahmah sudah pulang.
Dan kutanya kepada Uti, selain pembahasan tentang Mas Achmad, apalagi yang dibahas Mbah Rahmah ti?
Uti mendudukkanku dan bertanya dengan wajah yang serius.
Nak? Kamu sudah punya niat menikah?
Belum jawabku.
Putri masih ingin lanjut karir,entah kuliah atau kerja.
Kenapa tidak menikah saja Nak? Kan kamu sudah cukup umur.
Menikah itu kan bukan hanya dilihat dari umur Uti, tapi juga dari kesiapan. Putri tidak mau menikah dari hasil buru-buru. Lagian belum tahu siapa calonnya.
Uti berpesan; jangan banyak memilih, nanti ga laku.
Dan Uti menutup pembicaraan dengan pesan yang sebenarnya ingin kurespon namun Uti memilih pergi ke kamar mandi untuk ambil wudhu' karena adzan Asar sudah berkumandang.
Malam hari ba'da sholat isya' aku menerima telfon dari Mas Achmad, ia berpamitan bahwa besok akan Kembali ke Yogyakarta untuk menuntaskan perkuliahannya dan ia juga berpesan bahwa setelah lulus nanti ia ingin melamarku jadi aku diminta untuk bersabar menunggu ia wisuda.
Aku tidak banyak merespon, aku hanya menjawab insyaallah atas pesan di akhir pembicaraanya.
Dan kututup telfonku dengan mengucapkan selamat berjuang Kembali dalam menuntaskan kuliahnya dan dikurangi merokoknya.
Pagi hari, tepat pukul 06.15 wib Mbah Rahma mendatangiku dan mengajakku kerumahnya untuk perpisahan dengan Mas Achmad namun aku enggan karena dalam lubuk hatiku terdapat kekecewaan yang mendalam terhadapnya. Namun karena Uti juga menyuruhku untuk ikut dengan Mbah Rahma akhirnya dengan berat hati aku mengikuti Mbah Rahma untuk bertemu dan perpisahan dengan Mas Achmad.
Setibanya dirumah Mas Achmad, Mbah Rahma memanggilnya namun ia tak kunjung menghampiri. Dan aku diminta untuk ke toko depan rumah siapa tahu Mas Achmad ada disana, Ketika aku menghampiri ke tokodepan ternyata Mas Achmad memang benar ada di toko dan sedang menelfon seseorang, karena aku penasaran aku mengupingnya.
Dan dalam telfon tersebut Mas Achmad memanggil orang tersebut dengan panggilan "Bubu" entah itu panggilan untuk siapa, dan yang kudengar ia juga mengucapkan "Aku juga kangen banget bu, pengen cepat-cepat ketemu dan menghabiskan malam bersama. Pas aku balik jangan lupa belikan aku pengaman ya bu, biar nanti bisa tahan lama pas ngeweknya".
Mendengarnya, aku sedikit bingung karena ada beberapa kalimat yang tidak aku pahami.
Karena khwatir tambah bingung aku putuskan untuk menghindarinya dan tidak jadi menyapanya.
Kemudian aku pamitan ke Mbah Rahma dan berbohong padanya bahwa aku sudah bertemu Mas Achmad.
Sesampainya dirumah aku mencari tahu kalimat yang tidak ku dengar dari Mas Achmad dan tidak kupahami. Aku menulisnya di kolom pencarian google "Bubu itu siapa?" kemudian muncul gambar Anjing dan Kucing dan juga sebuah panggilan kesayangan.
Selanjutnya aku mencari arti dari "Pengaman adalah" namun yang keluar adalah sebuah alat keamanan untuk instalasi, dan kurubah pencariannya dengan "pengaman dalam sebuah hubungan" kemudian keluar arti merasa sepenuhnya aman dan didukung oleh pasangan anda.
Kemudian aku melanjutkan pencarian di google "ngewek adalah melakukan hubungan suami istri dalam keluarga".
Dari tiga kalimat yang baru kuketahui itu aku tidak puas dengan jawabannya akhirnya aku mencari tahu dengan bertanya kepada Tanteku dan ia menjelaskan dengan Bahasa yang sangat mudah kupahami. Dari penjelasan Tanteku aku memutuskan untuk memutus komunikasi dengan Mas Achmad karena rasa kecewaku padanya bertambah.
Tepat pukul 13.00 wib Mas Achmad mengirimkan pesan padaku "Dik, aku berangkat ya ke Yogyakarta. Jaga hatimu untukku ya".
Tak kubalas pesannya karena aku sangat kesal dan kecewa.
Semalaman aku menangis dan ingin kubuang perasaan yang sedang menimpaku namun sangat sulit.
Tante berpesan agar aku melanjutkan hidup dan putuskan dengan tegas.
Karena Perempuan itu dinilai dari komitmen dan prinsipnya dalam menjalankan kehidupan, Perempuan itu harus memiliki prinsip yang tidak bersebrangan dengan hati Nurani. Kalau cinta ya katakan, kalau kecewa ya katakan, kalau tidak suka ya katakan, jangan hanya diam menunggu laki-laki itu menebaknya.
Mendengar pesan bermakna dari Tanteku, aku mencoba untuk menelaahnya dan harus melanjutkan hidup. Aku berprinsip bahwa Perempuan harus bisa bertindak dan memberi keputusan, jangan hanya diam dan menunggu.
Kutelfon Mas Achmad dan sebanyak duakali dia tidak mengangkatnya. Kali ketigapun tidak diangkat.
Keesokannya kutelfon Kembali dan alhamdulillah diangkat.
Aku memberanikan diri untuk mempertegas dengan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Mas Achmad, sebelumnya aku minta maaf karena telah mendengarkan pembicaraan dengan Bubu waktu itu. Pagi itu aku dijemput oleh Mbah Rahma untuk bertemu denganmu sebelum berangkat ke Yogyakarta. Awalnya aku menolak, namun aku juga dipaksa oleh Uti dan Mbah Rahma untuk bertemu denganmu dan akhirnya aku mengiyakan. Ketika aku sampai dirumahmu aku mencarimu dan mendapatimu di Toko depan dan mendengar pembicaraanmu dengan Bubu itu. Mas Achmad, aku ingin bertanya. Siapa Bubu itu?
Mas Achmad menjawab "Kenapa kamu tidak memanggilku Dik, kan aku bisa matikan telfonku dan berbicara denganmu sebelum aku ke Yogyakarta, dan Bubu itu adalah teman tidurku di Yogya, kita satu kos, satu kamar juga".
Pertanyaan selanjutnya dariku adalah "Apakah Mas Achmad berniat untuk menikahinya?"
Jawab Mas Achmad, jelas tidak. Aku dengannya hanya bersenang-senang saja, kami suka berhubungan seks Dik. Namun niatku hanya menikah denganmu tidak dengannya.
Mendengar ucapannya aku hampir luluh, dan pertanyaan terakhirku.
"Mas Achmad, aku tetap mencintaimu. Namun apakah bisa kamu berhenti untuk tidur dengan perempuan lain. Fokuslah belajar selesaikan tugas akhirmu. Dan kamu pulang kerumah kemudian menikahlah denganku"
Dan respon Mas Achmad adalah "Permintaan yang mudah Dik, sejak malam ini aku pindah kos dan tidak akan tidur lagi dengannya. Meskipun itu sulit tolong bantu aku ya Dik, bersedia?"
Dan kujawab dengan "Bersedia membantumu untuk lebih baik Mas".
Kembali lega dan tenang dengan respon dari Mas Achmad.
Aku melanjutkan hidup dengan penuh drama, perjalanan aku ingin mendaftar kuliah di Jember aku mendapat lamaran dari tetanggaku dan laki-laki itu merupakan keponakan dari Kakekku.
Namun aku menolak karena aku ingat dengan komitmen yang kubangun dengan Mas Achmad.
Sembari menunggu Mas Achmad lulus kuliah, akupun melanjutkan kuliah di Jember karena dekat dengan rumah Ayah.
Aku focus pada kuliahku dan aktif mengikuti organisasi yang kuminati.
Perjalanan menuju semester 2 aku mengikuti undangan Forum Komunikasi Nasional di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan aku menghubunginya namun Mas Achmad tidak slow respon, aku mengirim pesan pukul 12.10 wib dia baru membalas pesanku pukul 22.00 wib dan aku baru selesai kegiatan. Ia mengajakku bertemu dan akan menjemputku di tempat penginapan dan aku menerima tawarannya.
Ia menjemputku memakai mobil jazz warna putih tanpa kutanya mobil itu milik siapa karena aku cukup senang bisa Kembali bertemu dengannya.
Pada saat aku masuk kedalam mobil ia menawarkan untuk makan di warung enak dengan masakan khas Yogya dan aku menerima tawarannya.
Setelah makan ia mengajakku ke suatu tempat dan aku diminta menutup mata.
Kuterima permintaannya, dan Ketika kubuka mata aku dibawa ke sebuah kamar yang bau rokok. Dan Mas Achmad bilang bahwa inilah kamar tempat ia menimba ilmu selama di Yogyakarta.
Aku sangat kaget karena ia membawaku ke kamar dan disitu hanya ada aku dan dia.
Tas dan Ponselku ada didalam mobil, otomatis aku sangat susah untuk mencari keamanan untuk diriku. Namun aku tidak menampakkan ketakutanku ke Mas Achmad, aku berusaha tenang sembari memikirkan harus melakukan strategi apa agar aku bisa keluar dari kamar kos ini.
Aku mencoba izin ke kamar mandi, dan ia menjawab ada diluar karena kamar mandi didalam kamar rusak dan airnya mati. Pada saat ke kamar mandi inilah kubuat kesempatan untuk kabur. Sialnya adalah pintu gerbang dikosnya dikunci sehingga aku harus masuk lagi ke dalam kamarnya dengan mencari alasan lagi.
Setelah dari kamar mandi aku izin untuk mengambil tasku di mobil, namun Mas Achmad tidak mengizinkannya.
Mas Achmad menyuruhku duduk dikasur dan metatap mataku sembari mengucapkan
"Dik, Aku sudah menunggu momen ini. Aku ingin mengakui bahwa aku sangat mencintaimu.
Bolehkah aku memelukmu selama 1menit?"
Melihat tatapan matanya membuatku luluh dan aku menerima tawarannya. Setelah itu, ia meraba bagian kerudung belakangku dan menyuruh untuk aku membuka kerudung.
Perasaanku campur aduk, aku sangat khawatir dan takut.
Aku menolak untuk membuka kerudung dan aku memohon untuk diantar ke penginapan karena khawatir dicari oleh teman-teman.
Mas Achmad memaksa sembari mengucapkan "Aku akan menagih janjimu Dik, yang katanya akan membantuku untuk tidak tidur dengan perempuan lain. Aku ingin tidur denganmu malam ini, kamu tenang saja aku sudah beli pengaman"
Mendengarnya, aku sangat marah namun tidak menampakkannya.
"Aku akan mengikuti maumu, namun tolong ambil dulu tasku untuk aku izin ke teman-teman untuk tidur denganmu disini. Bagaimana? Ucapku"
"Serius kamu mau?" Tegas Mas Achmad
"Iya Mas, aku mau. Namun aku harus izin dulu ke temanku agar mereka tidak Khawatir" Jawabku.
Kemudian dibukalah gerbang tersebut dan Mas Achmad membukakan mobilnya.
Dan ia menyuruhku masuk lebih dahulu ke kamar karena Mas Achmad akan ke kamar mandi untuk ganti baju.
Di momen itulah aku mengirim pesan ke temanku bahwa aku sedang dalam bahaya, aku meminta agar temanku segera menjemputku di kos Mas Achmad, kemudian kunci gerbang milik Mas Achmad aku letakkan di bawah gerbang.
Pesan berhasil kukirim, dan kupastikan parfum botolku masih aman.
Ketika Mas Achmad Kembali dalam kamar, hatiku sangat kacau.
Ingin menangis, berteriak namun percuma.
Hatiku berbisik agar aku bisa melawan terhadap apa yang akan terjadi setelah ini.
Perekam suara ku hidupkan, tas milikku diletakkan didekatku.
Mas Achmad datang dan langsung memelukku.
Badanku bergetar, suaraku hampir tidak bisa keluar, tanganku basah karena keringat dingin.
Aku memberanikan diri untuk mengajak Mas Achmad mengobrol banyak topik sebelum hal yang kutakutkan terjadi.
Dan syukur alhamdulillah, ada seseorang yang mengetuk pintu kamar Mas Achmad dan aku yakin bahwa itu adalah temanku.
Temanku berenam menjemputku ke Kos Mas Achmad dan Mas Achmad kaget dan juga marah padaku karena aku berbohong.
Sebelum aku ikut dengan temanku, aku berpesan padanya "Mas, aku masih mencintaimu. Namun, aku sangat tidak suka dengan caramu yang buruk ini".
Tanpa mendengar penjelasannya aku langsung ikut dengan temanku dan aku enggan bercerita.
Sesampai ditempat penginapan, kulihat ponselku karena sejak tadi berbunyi. Dan ternyata yang mengirim pesan adalah Mas Achmad.
Aku tidak membuka pesannya, aku putuskan untuk tidur.
Pagi hari Ketika aku akan memulai acara, Mas Achmad Kembali datang dan memaksaku untuk ikut denganya namun aku menolak.
Aku berteriak kencang sambil memaksa melepas genggaman tangannya yang cukup kuat.
Tidak berhasil melepas genggamannya aku dipeluk paksa oleh Mas Achmad. Dan ia mengancam akan melaporkan ke orang tuaku bahwa ia sudah pernah satu kamar dengannya di Yogya.
Bukti pesan dan bukti CCTV akan dilampirkan kepada orangtuaku.
Tidak takut dengan ancaman konyol itu, justru aku menantangnya sembari menyatakan "Silahkan laporkan kejadian tersebut, siapa yang akan lebih dipercaya oleh orang tuaku, akua tau kamu. Bahkan Ketika berbicara dengan orang tuamu bisa dipastikan bahwa mereka lebih mempercayaiku daripada kamu.
Jangan pernah bersifat paling kuat, jangan membentuk relasi yang timpang dalam sebuah hubungan, tidak baik bahkan itu adalah hal buruk".
Kemudian aku dihampiri oleh Kak Rizal salah satu Kakak pendamping di acara Forkomnas dan ia menolongku lepas dari pelukan Mas Achmad.
Sebelum Mas Achmad pergi, ia Kembali berbisik padaku "Nanti malam aku akan menjemputmu kita perjelas hubungan ini"
Tanpa meresponnya, aku langsung ikut dengan kakak tingkatku itu ke forum.
Perjalanan ke forum aku ditanyakan Kak Rizal, siapa dia?
Aku menjawab "Mas Achmad, kekasihku"
Kak Rizal berpesan agar hati-hati dengan laki-laki yang toxic, mental healthmu harus diperhatikan untuk menunjang keberhasilanmu dalam meningkatkan value seperti motto hidupmu yang kemarin kamu sampaikan di forum. Dan ingat tujuanmu kuliah.
Mendengarnya, aku hanya mengangguk.
Acara selesai aku bergegas ke kamar penginapan karena cukup melelahkan. Dan sialnya didepan kamarku sudah ada mobil jazz putih yang artinya Mas Achmad sudah menungguku.
Aku sangat malas sekali, karena posisi Lelah dan muak melihat wajahnya.
Dia memohon untuk mengobrol denganku sebentar saja di kafe depan kampus. Dan aku mengiyakan karena aku juga ingin memperjelas hubunganku dengannya.
Aku masuk kamar dan ganti baju dengan hanya memakai kaos pendek dan jaket warna kuning.
Setelah itu aku masuk dalam mobil dan aku mengirim lokasi terkini kepada teman kamarku.
Perkiraanku tepat, aku hanya diajak ke kafe depan kampus yang cukup mewah dan suasananya cukup menenangkan.
Mas Achmad mempersilahkan aku untuk memesan dan kupilih hanya memesan wedang uwuh.
Sebelum pesanan datang aku memulai pembicaraan.
"Mas Achmad,apa yang sudah kamu lakukan padaku? Tidakkah ada kata maaf darimu? Atau penyesalan?"
Mas Achmad dengan senyuman manisnya, tatapan yang menggoda, ia meminta maaf dan memegang tanganku. Ia berharap aku bisa memaafkannya dan bisa memperjelas hubungan ini.
Kemudian aku merespon bahwa aku ingin kita tidak ada hubungan apapun, jika memang kamu serius akan menikah denganku, tolong segera lama raku.
Dan Mas Achmad mengangguk dan bilang bahwa bulan depan ia wisuda.
Kabar baik ini membuatku sangat tenang. Dan aku berharap di akhir semester dua aku sudah bisa dilamar oleh Mas Achmad.
Pesanan datang, obrolan selesai aku Kembali ke penginapan dan didalam mobil Mas Achmad memegang tanganku dengan erat.
Aku tidak memaksanya untuk melepaskan karena aku rasa itu adalah salah satu bentuk sayang dari seorang laki-laki.
Hampir masuk di gerbang kampus UIN Yogya dia menghentikan mobilnya dan mencium keningku.
Kali pertama dicium kening oleh seorang lelaki yang kucintai, rasanya sungguh nano-nano.
Diantarlah aku ke depan kamar penginapan kemudian Mas Achmad pamit pulang.
Dan aku memilih untuk langsung tidur sembari membayangkan kebahagiaan jika aku benar menikah dengannya.
Keesokannya aku bergegas untuk balik ke Jember dan Kembali pada rutinitasku.
Selang dua minggu dari perjalananku ke Yogyakarta, aku pulang kerumah di Situbondo.
Sesampainya dirumah aku mendengar music dangdut di tetangga. Ketika kutanyakan ke keluargaku, Tante tidak langsung menjawab namun memintaku untuk duduk santai dan minum terlebih dahulu. Setelah aku duduk tepat di kursi depan dapur, Tante menghampiriku sembari memegang pundakku dan bercerita
"Nak, kamu perempuan hebat nan sholeha harusnya memang bersama lelaki yang hebat dan sholeh juga. Jodoh itu cerminan diri Nak, jadi bersiaplah bertemu dengan jodoh yang telah disiapkan oleh Allah swt. Dan kamu perlu tahu, bahwa suara keramaian di sound sistem tersebut berasal dari rumah Achmad, sekarang ia menikah dengan Laila. Namun tidak ada pesta karena mereka dinikahkan secara mendadak. Laila hamil diluar nikah, orang tua Laila menuntut Achmad untuk segera menikahinya."
Mendengar cerita yang cukup menyayat hati, aku diam tertegun.
Hatiku hancur, harapku musnah. Cinta pertama yang menurutku indah ternyata bedebah.
Aku ingin menampar diriku sendiri karena telah mempercayai Lelaki itu, aku meminta maaf pada diriku sendiri atas kesalahan yang telah kuperbuat pada diriku sendiri.
Pagi harinya makanku tak enak, badanku panas, aku menggigil namun aku menolak untuk diperiksa. Aku rasa ini adalah penyakit cinta.
Aku dipaksa minum jamu oleh Uti, aku dipaksa bangkit oleh Tante, aku dihibur oleh Adik dan keponakanku namun semuanya sia-sia.
Duahari berlalu, aku menyadari bahwa jika terus begini aku membuang-buang waktu.
Hidupku bukan hanya tentang dia, aku meyakini bahwa ini hanyalah ujian dari kegagalan cinta pertama.
Aku ingin membuktikan bahwa seorang perempuan tidak akan hancur hanya karena cintanya dikhianati. Sejak saat itu, aku aku berkeyakinan bahwa "Bukan hanya laki-laki yang bisa mencintai banyak perempuan, namun perempuan juga bisa. Bukan hanya laki-laki yang bisa mempermainkan perasaan Perempuan, namun Perempuan akan lebih mahir dalam mempermainkan perasaan laki-laki".
Hari ketiga dalam kekalutan, aku bangkit atas kemauan diri sendiri.
Aku bangkit dan Kembali memaksa hatiku untuk menerima pengkhianatan dari cinta pertamaku.
Namun, aku tidak akan diam jika ada Laki-laki yang Kembali mengkhianatiku. Aku akan bertindak, dan akan membalasnya dengan cara yang lebih jitu.
Bertindaklah wahai Perempuan, kamu semuanya bisa melakukan apa yang Laki-laki lakukan apalagi hanya dalam konteks "Cinta" dan jangan biarkan dirimu Jatuh Cinta Pada Tuan Yang Salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H