Mas Achmad mengangguk, dan meminta izin padaku
Apakah aku boleh memelukmu?
Aku menjawab
Tidak boleh.
Dan ia tidak memaksa.
Kemudian Mas Ahmad kembali menyalakan motornya, dan kita melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Diperjalanan Mas Achmad menyuruhku untuk memeluknya, namun aku bersikukuh untuk menolak. Aku lebih memilih memegang sadel bagian belakang karena aku takut.
Sesampainya dirumah, aku turun dari sepeda dan ia juga turun, berniat menemui Uti dan Tanteku namun dirumah sedang tidak ada orang. Entah kemana.
Mas Achmad langsung pamitan padaku untuk pulang kerumahnya.
Sepulang Mas Achmad, aku masuk kamar dan aku siap-siap sholat dzuhur.
Tidak lama kemuian, Uti datang mengagetkan dan bertanya tadi kemana saja.
Aku hanya menjawab "ke waduk saja"
Dengan wajah penuh kekecewaan.
Adzan dzuhur berkumandang, dan aku ditanya Uti kok tidak berangkat ke Masjid dan aku izin dulu untuk tidak ke Masjid karena aku capek. Uti hanya geleng-geleng melihatku.
Dan aku putuskan untuk sholat, makan siang, dan tidur siang.
Terbangun pukul 14.10 wib, tiba-tiba Tanteku memanggilku bahwa ada yang mau bertemu padaku diruang tamu.
Dengan wajah semrawut karena bangun tidur, dan sedikit tidak focus. Aku menuju ruang tamu dengan tidak berkerudung dan tetap memakai baju daster.
Dan ternyata yang datang adalah Mbak Rahmatul,Nenek dari Mas Achmad.
Mbah Rahma aku memanggilnya.
Mbah Rahma memang akrab dengan Utiku, karena teman seperjuangan semasa sekolah dan sering ke pengajian satu rombongan.
Kemudian aku duduk disamping Utiku, dan menanyakan maksud Mbah Rahmah datang kerumah untuk menemuiku.
"Putri tadi keluar sama Achmad?" tanya Mbah Rahmah.
Iya Mbah, ucapku.
"Gimana dengan cucuku Put, kamu suka? Kamu cocok? Sudah lama kita ini pengen jadi besan, ayo lah segera saja. Sambil tertawa dengan Utiku."
Mendengarnya ada sedikit rasa malu dan rasa gelisah dalam diri, aku bingung mengartikannya namun aku memilih mengalihkan pembicaraan.
Mbah, udah ga kambuh penyakitnya? Udah sembuh? Enak dong, bisa ke pengajian bersama Uti lagi.
Mbah Rahmah merespon, sudah sembuh. Tambah sembuh kalau kamu segera nikah sama Achmad. Sambil diiringi gelak tawa dari Uti dan Mbah Rahmah
Hanya itu sajakah yang Mbah ingin tanyakan ke Yusi?
Jika sudah selesai, Yusi izin ke kamar mandi dulu, sudah sumuk soale.
Kemudian kutinggal mereka dan aku ke kamar mandi.
Setelah mandi, kudatangi Kembali ternyata Mbah Rahmah sudah pulang.
Dan kutanya kepada Uti, selain pembahasan tentang Mas Achmad, apalagi yang dibahas Mbah Rahmah ti?
Uti mendudukkanku dan bertanya dengan wajah yang serius.
Nak? Kamu sudah punya niat menikah?
Belum jawabku.
Putri masih ingin lanjut karir,entah kuliah atau kerja.
Kenapa tidak menikah saja Nak? Kan kamu sudah cukup umur.
Menikah itu kan bukan hanya dilihat dari umur Uti, tapi juga dari kesiapan. Putri tidak mau menikah dari hasil buru-buru. Lagian belum tahu siapa calonnya.
Uti berpesan; jangan banyak memilih, nanti ga laku.
Dan Uti menutup pembicaraan dengan pesan yang sebenarnya ingin kurespon namun Uti memilih pergi ke kamar mandi untuk ambil wudhu' karena adzan Asar sudah berkumandang.
Malam hari ba'da sholat isya' aku menerima telfon dari Mas Achmad, ia berpamitan bahwa besok akan Kembali ke Yogyakarta untuk menuntaskan perkuliahannya dan ia juga berpesan bahwa setelah lulus nanti ia ingin melamarku jadi aku diminta untuk bersabar menunggu ia wisuda.
Aku tidak banyak merespon, aku hanya menjawab insyaallah atas pesan di akhir pembicaraanya.
Dan kututup telfonku dengan mengucapkan selamat berjuang Kembali dalam menuntaskan kuliahnya dan dikurangi merokoknya.
Pagi hari, tepat pukul 06.15 wib Mbah Rahma mendatangiku dan mengajakku kerumahnya untuk perpisahan dengan Mas Achmad namun aku enggan karena dalam lubuk hatiku terdapat kekecewaan yang mendalam terhadapnya. Namun karena Uti juga menyuruhku untuk ikut dengan Mbah Rahma akhirnya dengan berat hati aku mengikuti Mbah Rahma untuk bertemu dan perpisahan dengan Mas Achmad.
Setibanya dirumah Mas Achmad, Mbah Rahma memanggilnya namun ia tak kunjung menghampiri. Dan aku diminta untuk ke toko depan rumah siapa tahu Mas Achmad ada disana, Ketika aku menghampiri ke tokodepan ternyata Mas Achmad memang benar ada di toko dan sedang menelfon seseorang, karena aku penasaran aku mengupingnya.
Dan dalam telfon tersebut Mas Achmad memanggil orang tersebut dengan panggilan "Bubu" entah itu panggilan untuk siapa, dan yang kudengar ia juga mengucapkan "Aku juga kangen banget bu, pengen cepat-cepat ketemu dan menghabiskan malam bersama. Pas aku balik jangan lupa belikan aku pengaman ya bu, biar nanti bisa tahan lama pas ngeweknya".
Mendengarnya, aku sedikit bingung karena ada beberapa kalimat yang tidak aku pahami.
Karena khwatir tambah bingung aku putuskan untuk menghindarinya dan tidak jadi menyapanya.
Kemudian aku pamitan ke Mbah Rahma dan berbohong padanya bahwa aku sudah bertemu Mas Achmad.
Sesampainya dirumah aku mencari tahu kalimat yang tidak ku dengar dari Mas Achmad dan tidak kupahami. Aku menulisnya di kolom pencarian google "Bubu itu siapa?" kemudian muncul gambar Anjing dan Kucing dan juga sebuah panggilan kesayangan.
Selanjutnya aku mencari arti dari "Pengaman adalah" namun yang keluar adalah sebuah alat keamanan untuk instalasi, dan kurubah pencariannya dengan "pengaman dalam sebuah hubungan" kemudian keluar arti merasa sepenuhnya aman dan didukung oleh pasangan anda.
Kemudian aku melanjutkan pencarian di google "ngewek adalah melakukan hubungan suami istri dalam keluarga".
Dari tiga kalimat yang baru kuketahui itu aku tidak puas dengan jawabannya akhirnya aku mencari tahu dengan bertanya kepada Tanteku dan ia menjelaskan dengan Bahasa yang sangat mudah kupahami. Dari penjelasan Tanteku aku memutuskan untuk memutus komunikasi dengan Mas Achmad karena rasa kecewaku padanya bertambah.
Tepat pukul 13.00 wib Mas Achmad mengirimkan pesan padaku "Dik, aku berangkat ya ke Yogyakarta. Jaga hatimu untukku ya".
Tak kubalas pesannya karena aku sangat kesal dan kecewa.
Semalaman aku menangis dan ingin kubuang perasaan yang sedang menimpaku namun sangat sulit.
Tante berpesan agar aku melanjutkan hidup dan putuskan dengan tegas.
Karena Perempuan itu dinilai dari komitmen dan prinsipnya dalam menjalankan kehidupan, Perempuan itu harus memiliki prinsip yang tidak bersebrangan dengan hati Nurani. Kalau cinta ya katakan, kalau kecewa ya katakan, kalau tidak suka ya katakan, jangan hanya diam menunggu laki-laki itu menebaknya.
Mendengar pesan bermakna dari Tanteku, aku mencoba untuk menelaahnya dan harus melanjutkan hidup. Aku berprinsip bahwa Perempuan harus bisa bertindak dan memberi keputusan, jangan hanya diam dan menunggu.
Kutelfon Mas Achmad dan sebanyak duakali dia tidak mengangkatnya. Kali ketigapun tidak diangkat.
Keesokannya kutelfon Kembali dan alhamdulillah diangkat.
Aku memberanikan diri untuk mempertegas dengan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Mas Achmad, sebelumnya aku minta maaf karena telah mendengarkan pembicaraan dengan Bubu waktu itu. Pagi itu aku dijemput oleh Mbah Rahma untuk bertemu denganmu sebelum berangkat ke Yogyakarta. Awalnya aku menolak, namun aku juga dipaksa oleh Uti dan Mbah Rahma untuk bertemu denganmu dan akhirnya aku mengiyakan. Ketika aku sampai dirumahmu aku mencarimu dan mendapatimu di Toko depan dan mendengar pembicaraanmu dengan Bubu itu. Mas Achmad, aku ingin bertanya. Siapa Bubu itu?
Mas Achmad menjawab "Kenapa kamu tidak memanggilku Dik, kan aku bisa matikan telfonku dan berbicara denganmu sebelum aku ke Yogyakarta, dan Bubu itu adalah teman tidurku di Yogya, kita satu kos, satu kamar juga".
Pertanyaan selanjutnya dariku adalah "Apakah Mas Achmad berniat untuk menikahinya?"
Jawab Mas Achmad, jelas tidak. Aku dengannya hanya bersenang-senang saja, kami suka berhubungan seks Dik. Namun niatku hanya menikah denganmu tidak dengannya.
Mendengar ucapannya aku hampir luluh, dan pertanyaan terakhirku.
"Mas Achmad, aku tetap mencintaimu. Namun apakah bisa kamu berhenti untuk tidur dengan perempuan lain. Fokuslah belajar selesaikan tugas akhirmu. Dan kamu pulang kerumah kemudian menikahlah denganku"
Dan respon Mas Achmad adalah "Permintaan yang mudah Dik, sejak malam ini aku pindah kos dan tidak akan tidur lagi dengannya. Meskipun itu sulit tolong bantu aku ya Dik, bersedia?"
Dan kujawab dengan "Bersedia membantumu untuk lebih baik Mas".
Kembali lega dan tenang dengan respon dari Mas Achmad.
Aku melanjutkan hidup dengan penuh drama, perjalanan aku ingin mendaftar kuliah di Jember aku mendapat lamaran dari tetanggaku dan laki-laki itu merupakan keponakan dari Kakekku.
Namun aku menolak karena aku ingat dengan komitmen yang kubangun dengan Mas Achmad.
Sembari menunggu Mas Achmad lulus kuliah, akupun melanjutkan kuliah di Jember karena dekat dengan rumah Ayah.
Aku focus pada kuliahku dan aktif mengikuti organisasi yang kuminati.
Perjalanan menuju semester 2 aku mengikuti undangan Forum Komunikasi Nasional di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan aku menghubunginya namun Mas Achmad tidak slow respon, aku mengirim pesan pukul 12.10 wib dia baru membalas pesanku pukul 22.00 wib dan aku baru selesai kegiatan. Ia mengajakku bertemu dan akan menjemputku di tempat penginapan dan aku menerima tawarannya.
Ia menjemputku memakai mobil jazz warna putih tanpa kutanya mobil itu milik siapa karena aku cukup senang bisa Kembali bertemu dengannya.
Pada saat aku masuk kedalam mobil ia menawarkan untuk makan di warung enak dengan masakan khas Yogya dan aku menerima tawarannya.
Setelah makan ia mengajakku ke suatu tempat dan aku diminta menutup mata.
Kuterima permintaannya, dan Ketika kubuka mata aku dibawa ke sebuah kamar yang bau rokok. Dan Mas Achmad bilang bahwa inilah kamar tempat ia menimba ilmu selama di Yogyakarta.
Aku sangat kaget karena ia membawaku ke kamar dan disitu hanya ada aku dan dia.
Tas dan Ponselku ada didalam mobil, otomatis aku sangat susah untuk mencari keamanan untuk diriku. Namun aku tidak menampakkan ketakutanku ke Mas Achmad, aku berusaha tenang sembari memikirkan harus melakukan strategi apa agar aku bisa keluar dari kamar kos ini.
Aku mencoba izin ke kamar mandi, dan ia menjawab ada diluar karena kamar mandi didalam kamar rusak dan airnya mati. Pada saat ke kamar mandi inilah kubuat kesempatan untuk kabur. Sialnya adalah pintu gerbang dikosnya dikunci sehingga aku harus masuk lagi ke dalam kamarnya dengan mencari alasan lagi.
Setelah dari kamar mandi aku izin untuk mengambil tasku di mobil, namun Mas Achmad tidak mengizinkannya.
Mas Achmad menyuruhku duduk dikasur dan metatap mataku sembari mengucapkan
"Dik, Aku sudah menunggu momen ini. Aku ingin mengakui bahwa aku sangat mencintaimu.
Bolehkah aku memelukmu selama 1menit?"
Melihat tatapan matanya membuatku luluh dan aku menerima tawarannya. Setelah itu, ia meraba bagian kerudung belakangku dan menyuruh untuk aku membuka kerudung.
Perasaanku campur aduk, aku sangat khawatir dan takut.
Aku menolak untuk membuka kerudung dan aku memohon untuk diantar ke penginapan karena khawatir dicari oleh teman-teman.
Mas Achmad memaksa sembari mengucapkan "Aku akan menagih janjimu Dik, yang katanya akan membantuku untuk tidak tidur dengan perempuan lain. Aku ingin tidur denganmu malam ini, kamu tenang saja aku sudah beli pengaman"
Mendengarnya, aku sangat marah namun tidak menampakkannya.
"Aku akan mengikuti maumu, namun tolong ambil dulu tasku untuk aku izin ke teman-teman untuk tidur denganmu disini. Bagaimana? Ucapku"
"Serius kamu mau?" Tegas Mas Achmad
"Iya Mas, aku mau. Namun aku harus izin dulu ke temanku agar mereka tidak Khawatir" Jawabku.
Kemudian dibukalah gerbang tersebut dan Mas Achmad membukakan mobilnya.
Dan ia menyuruhku masuk lebih dahulu ke kamar karena Mas Achmad akan ke kamar mandi untuk ganti baju.
Di momen itulah aku mengirim pesan ke temanku bahwa aku sedang dalam bahaya, aku meminta agar temanku segera menjemputku di kos Mas Achmad, kemudian kunci gerbang milik Mas Achmad aku letakkan di bawah gerbang.
Pesan berhasil kukirim, dan kupastikan parfum botolku masih aman.
Ketika Mas Achmad Kembali dalam kamar, hatiku sangat kacau.
Ingin menangis, berteriak namun percuma.
Hatiku berbisik agar aku bisa melawan terhadap apa yang akan terjadi setelah ini.
Perekam suara ku hidupkan, tas milikku diletakkan didekatku.
Mas Achmad datang dan langsung memelukku.
Badanku bergetar, suaraku hampir tidak bisa keluar, tanganku basah karena keringat dingin.
Aku memberanikan diri untuk mengajak Mas Achmad mengobrol banyak topik sebelum hal yang kutakutkan terjadi.
Dan syukur alhamdulillah, ada seseorang yang mengetuk pintu kamar Mas Achmad dan aku yakin bahwa itu adalah temanku.
Temanku berenam menjemputku ke Kos Mas Achmad dan Mas Achmad kaget dan juga marah padaku karena aku berbohong.
Sebelum aku ikut dengan temanku, aku berpesan padanya "Mas, aku masih mencintaimu. Namun, aku sangat tidak suka dengan caramu yang buruk ini".
Tanpa mendengar penjelasannya aku langsung ikut dengan temanku dan aku enggan bercerita.
Sesampai ditempat penginapan, kulihat ponselku karena sejak tadi berbunyi. Dan ternyata yang mengirim pesan adalah Mas Achmad.
Aku tidak membuka pesannya, aku putuskan untuk tidur.
Pagi hari Ketika aku akan memulai acara, Mas Achmad Kembali datang dan memaksaku untuk ikut denganya namun aku menolak.
Aku berteriak kencang sambil memaksa melepas genggaman tangannya yang cukup kuat.
Tidak berhasil melepas genggamannya aku dipeluk paksa oleh Mas Achmad. Dan ia mengancam akan melaporkan ke orang tuaku bahwa ia sudah pernah satu kamar dengannya di Yogya.
Bukti pesan dan bukti CCTV akan dilampirkan kepada orangtuaku.
Tidak takut dengan ancaman konyol itu, justru aku menantangnya sembari menyatakan "Silahkan laporkan kejadian tersebut, siapa yang akan lebih dipercaya oleh orang tuaku, akua tau kamu. Bahkan Ketika berbicara dengan orang tuamu bisa dipastikan bahwa mereka lebih mempercayaiku daripada kamu.
Jangan pernah bersifat paling kuat, jangan membentuk relasi yang timpang dalam sebuah hubungan, tidak baik bahkan itu adalah hal buruk".
Kemudian aku dihampiri oleh Kak Rizal salah satu Kakak pendamping di acara Forkomnas dan ia menolongku lepas dari pelukan Mas Achmad.
Sebelum Mas Achmad pergi, ia Kembali berbisik padaku "Nanti malam aku akan menjemputmu kita perjelas hubungan ini"
Tanpa meresponnya, aku langsung ikut dengan kakak tingkatku itu ke forum.
Perjalanan ke forum aku ditanyakan Kak Rizal, siapa dia?
Aku menjawab "Mas Achmad, kekasihku"
Kak Rizal berpesan agar hati-hati dengan laki-laki yang toxic, mental healthmu harus diperhatikan untuk menunjang keberhasilanmu dalam meningkatkan value seperti motto hidupmu yang kemarin kamu sampaikan di forum. Dan ingat tujuanmu kuliah.
Mendengarnya, aku hanya mengangguk.
Acara selesai aku bergegas ke kamar penginapan karena cukup melelahkan. Dan sialnya didepan kamarku sudah ada mobil jazz putih yang artinya Mas Achmad sudah menungguku.
Aku sangat malas sekali, karena posisi Lelah dan muak melihat wajahnya.
Dia memohon untuk mengobrol denganku sebentar saja di kafe depan kampus. Dan aku mengiyakan karena aku juga ingin memperjelas hubunganku dengannya.
Aku masuk kamar dan ganti baju dengan hanya memakai kaos pendek dan jaket warna kuning.
Setelah itu aku masuk dalam mobil dan aku mengirim lokasi terkini kepada teman kamarku.
Perkiraanku tepat, aku hanya diajak ke kafe depan kampus yang cukup mewah dan suasananya cukup menenangkan.
Mas Achmad mempersilahkan aku untuk memesan dan kupilih hanya memesan wedang uwuh.
Sebelum pesanan datang aku memulai pembicaraan.
"Mas Achmad,apa yang sudah kamu lakukan padaku? Tidakkah ada kata maaf darimu? Atau penyesalan?"
Mas Achmad dengan senyuman manisnya, tatapan yang menggoda, ia meminta maaf dan memegang tanganku. Ia berharap aku bisa memaafkannya dan bisa memperjelas hubungan ini.
Kemudian aku merespon bahwa aku ingin kita tidak ada hubungan apapun, jika memang kamu serius akan menikah denganku, tolong segera lama raku.
Dan Mas Achmad mengangguk dan bilang bahwa bulan depan ia wisuda.
Kabar baik ini membuatku sangat tenang. Dan aku berharap di akhir semester dua aku sudah bisa dilamar oleh Mas Achmad.
Pesanan datang, obrolan selesai aku Kembali ke penginapan dan didalam mobil Mas Achmad memegang tanganku dengan erat.
Aku tidak memaksanya untuk melepaskan karena aku rasa itu adalah salah satu bentuk sayang dari seorang laki-laki.
Hampir masuk di gerbang kampus UIN Yogya dia menghentikan mobilnya dan mencium keningku.
Kali pertama dicium kening oleh seorang lelaki yang kucintai, rasanya sungguh nano-nano.