"Tolong saya, Pak, saya sudah kena putar balik lima kali, masa mau keenam kalinya," kata Arifin (47) di Pos Penyekatan di Jalan Rengas Bandung, Kedungwaringin, perbatasan Kabupaten Bekasi-Karawang, Selasa (11/5/2021) dini hari
Saya dan keluarga tidak mudik pada tahun 2021 ini,tetapi menyaksikan bagiamana perjuangan warga negeri ini menembus batas-batas penyekatan hingga berkali-kali, sungguh hati ini trenyuh dan rasanya mau menangis saja. Ini bukan soal Covid-19 lagi, tetapi sudah urusan "kemanusiaan" yang sungguh super dilematis.Â
Paling tidak itulah salah satu contoh yang dialami oleh Arifin yang terus berjuang menembus sekatan petugas, walaupun sudah lima kali mutar balik dan mutar balik, hanya demi bisa jumpa dengan anaknya di desa daerag Tegal sana.
Harus diakui bagaimana dilematisnya para petegus di lapangan, melihat derasnya arus mudik bagaikan banjir bandang yang mau menerjang apapun untuk melewati hambatan. Seberapa kuat daya tahan petugas penyekatan batas-batas wilayah agar para pemudik nekat balik kerumah saja.
Mendekati hari H lebaran pada tanggal 13 Mei 2021, tinggal sehari lagi, semangat perjuangan para pemudik nekat semakin tinggi pula. Ini menjadi "mengerikan" juga karena jumlahnya bukan sedikit tetapi ribuan dengan mengendai sepeda motor dengan anggota keluarga dan barang-barang bawaan.
2 Macam Provokator Pemudik
Bagaikan semboyan para pelaut saja, "sekali layar terkembang pantang kapal harus berlayat menuju pelabuhan tujuan" dan biar ombak menerjang siap untuk dihadapi apapun risikonya. Â Demikian juga para pemudik, sekali sudah keluar dari rumah menuju kampung halaman pantang kembali lagi dan harus terus berjuang dengan segala macam cara.
Warga pemudik tidak hanya berkali-kali berputar balik dititik perbatasan dengan harapan "petugas lengah atau mengasihani mereka", tetapi mencari jalan-jalan potong dan jalan tikuspun tidak luput dari cara yang dilakukan. Bahkan lebih seru lagi, menjadi provokator pemudikpun jadilah!
Itulah yang sudah mulai terjadi dua hari menjelang hari-H, saat lebaran tiba, memainkan peran dengan memprovokator para pemudik sepeda motor untuk menembus dan bahkan melawan petugas sekalipun. Cara ini diharapkan bisa lewat bersama dengan yang lain untuk menuju kampuang halaman yang dirindu setengah mati sejak setahun pandemi Corona menerjang republik ini.
Fenomena provokator pemudik ini merupakan hal baru yang muncul dan merupakan "kreatifitas" warga agar bisa lolos dan bisa mudik. Berdasarkan pemberitaan, ada dua macam provoktor pemudik ini. Pertama, mereka yang memang termauk sedang mudik dan ketika berada dalam menghadapi petugas memprovokasi pemudik lain untuk terus menerobos dan bahkan melawan petugas. Kalau dia berhasil mempengaruhi yang lain, dan petugas tidak bisa menahan arus mudik, maka dia juga bisa lolos.
Provokoator kedua adalah, orang yang memang memprovokasi para pemudik yang sedang menghadapi petugas tetapi dia sendiri tidak ikut menjadi pemudik, dan dia minta imbalan kepada orang-orang yang mudik untuk provokator yang dilakukan.
 Walaupun usaha para provokator ini menjadi heboh, tetapi tidak ada yang terprovokasi dengan kelakuan si provokator sehingga situasi menjadi kondusif seperti yang diberitakan oleh media dari petugas polisi di titik-titik penyekatan.
Dilema Mudik Lebaran
Pelarangan mudik lebaran 2021 sudah dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi jutaan pemudik nekat melakukan ritual tahunan ini untuk pulang ke kampung berjumpa dengan keluarga, anak dan istri dan famili setelah setahun lewat.Â
Pada satu sisi, sangat potensial meningkatnya penyabaran covid-19, seperti yang terjadi tahun 2020 yang lalu, nail skeitar 68-93% posisi pada bulan Mei 2020 (Harian Umum Kompas, 11 Mei 2021). Walaupun tahun lalu jauh lebih ketat, tetapi sekarang nampaknya warga cenderung nekatnya lebih tinggi dan ini akan menjadi sumber masalah setelah kembali. Penyebaran tidak saja di desa lagi tetapi juga di kota-kota. Situasi ini bagaikan horor disiang bolong karena saat ini sedang terjadi di India.
Pada sisi lain, harus diakui bahwa ritual mudik lebaran merupakan salah satu faktor signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional karena langsung menonjok pada sektor konsumsi yang berdampak pada geliat industri dan bisnis. Tidak heran kalau Presiden Jokowi sendiri mengingatkan bahwa THR bagi ASN, Polri dan TNI serta pensiunan agar dibelanjakan untuk mendorong dinamika ekonomi. Inilah yang mungkin diterjemahkan oleh warga, mengkonsumsi THRnya dengan, antara lain, mudik lebaran ke kampung.
Sebab kalau tidak mudik lebaran, maka uang THRnya didak dibelanjakan, kalaupun dibelanjakan mungkin tidak semuanya karena tinggal dirumah saja atau mudik lebaran virtual saja. Dan efeknya pada pertumbuhan ekonomi pasti berkurang.
Saya pikir bahwa bukannya pemerintah tidak faham seperti itu. Tetapi, ya, mau bagaimana lagi. Akhirnya seperti itulah kenyataannya. Larangan mudik tetapi larangan tetapi mudik-tetap juga mudik. Dan kisah serta cerita di lapangan di titik-titik penyekatan menjadi drama serial televisi setiap hari. Dan kisah menjadi provaktor pemudik, mudik dengan jalan kaki, mudik dengan naik becak, lewat jalan tu=ikus, disuruh mutar balik oleh petugas dan seterusnya menjadi fenomena kemanusiaan di bulan penuh kebahagiaan ini, idul fitri.
Yupiter Gulo, 12 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H