Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wacana Rektor Dipilih Oleh Presiden, Ada Apa dengan Kampus?

9 Juni 2019   16:38 Diperbarui: 10 Juni 2019   03:42 1896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.sindonews.com/

Presiden yang Memilih Rektor

Wacana Rektor akan dipilih dan ditentukan oleh Presiden muncul dari Mendagri Tjahyo Kumolo seperti yang diberitakan oleh detik.com Sabtu 1 Juni 2017 dengan judul berita "Mendagri: Tak Lagi oleh Dikti, Rektor Kini Dipilih Presiden". Pada hari yang sama juga tempo.com menurunkan pemberitaan dengan judul "Berita Terkini: Keputusan Akhir Pemilihan Rektor Melalui Presiden"

"Penentuan rektor ya selama ini oleh Dikti, hasil komunikasi kami dengan Mensesneg dengan bapak Presiden, Pak Mendikti, saya kira terakhir (penentuannya) harus dari bapak presiden," kata Tjahjo di kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017).

 Walaupun pemberitaan itu kemudian di "dibantah" atau lebih tepatnya di klarifikasi oleh Menristek bahwa itu tidak benar apa yang disampaikan oleh Mendagri, sebab pemilihan Rektor itu tetapi menjadi kewenangan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, seperti beritakan oleh tempo.com 

https://nasional.tempo.co/read/881879/wacana-mendagri-rektor-dipilih-presiden-menristekdikti-menjawab
https://nasional.tempo.co/read/881879/wacana-mendagri-rektor-dipilih-presiden-menristekdikti-menjawab

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhamamd Nasir membantah bahwa pemilihan rektor perguruan tinggi akan dilakukan presiden. "Bukan Pak Presiden, itu Pak Mendagri (Menteri Dalam Negeri) kan yang cerita," katanya di kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Selasa, 6 Juni 2017. Nasir menjelaskan, pemilihan rektor tetap menjadi kewenangan Kementerian Riset. Dia menegaskan peraturan menteri perihal pemilihan rektor sudah jelas. Pengangkatan dan pemberhentian pemimpin perguruan tinggi telah diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 19 Tahun 2017.

Terlepas dari mana yang benar perbedaan pemberitaan yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Menristek, tetapi yang menarik dan tentu saja penting adalah alasan dibalik rencana ikut sertanya seorang Presiden untuk menentukan dan memilih seorang Rektor di sebuah Perguruan Tinggi, walaupun terbatas masih dalam lingkup PTN dan belum termasuk PTS.

Pertanyaan yang menggelitik adalah ada apa dengan kampus saat ini?  Memang hiruk pikuknya  dinamika politik sejak setahun terakhir ini dalam rangka kontestasi poliitk di Pilpres dan Pileg, nyaris kampus seakan-akan diam seribu bahasa dan adem ayem saja adanya.  

Maksudnya adalah apakah betul kampus sudah kehilangan daya kritisnya dalam mengikuti, mengawal dan ikut memberikan koreksi dengan banyak hal yang terjadi dengan negeri ini?

Terus terang, wacana Rektor dipilih oleh Prisiden, seperti mambangunkan kesadaran kritis publik tentang esksistensi dari perguruan tinggi di republik ini dalam dinamika bangsa yang sedang bergolak menjadi lebih maju dalam era revolusi indutsri 4.0 dan era disrupsi inovasi teknologi.

Kampus dan Arah Ideologi Negara.

Sinyalemen yang dikemukakan oleh Mendagri perlu menjadi pintu masuk untuk mengkritisi kondisi dan dinamika yang sedang ada di dalam setiap perguruan tinggi agar kedepan negara ini tidak boleh kecolongan dengan berbagai faham dan ideologi yang bisa menjadi ancaman kedepan bagi bangsa yang ini.

Hal tersebut disampaikan Tjahjo karena kekhawatiran adanya ideologi selain Pancasila yang menyusup dalam perguruan tinggi. Selain itu, dia juga mengatakan pemerintah merangkul semua perguruan tinggi negeri maupun swasta karena mempunyai komitmen sama.
Salah satunya, lalu gerakan-gerakan aktualisasi kampus ini memang harus dicermati, memang Pak Mendikti (M Nasir, red) sudah menyampaikan rektor harus bertanggung jawab, tapi proses untuk penyeragaman, saya kira harus bapak presiden," ujarnya.

Sebab yang terjadi selama ini, utamanya sejak Reformasi 1998, euforia kebebasan secara politik telah membuai dan mematikan daya kritis terhadap faham dan ideologi yang menjadi saingan dan ancaman bagi Pancasila sebagai ideologi Republik ini dan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan Mendagri mengemukakan ditemukannya penganut aliran radikalisme di kampus yang tentu sangat membahayakan.

"Ada seorang dekan yang sudah mau jadi pimpinan perguruan tinggi. Pada saat mau pelantikan, baru ketahuan bahwa dia adalah penganut ISIS. Itu yang disampaikan oleh menristek dikti pada saat itu," ujar Tjahjo usai memimpin upacara di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (1/6/2017). 

Kampus sebagai sebuah segmen masyarakat yang sangat strategis untuk membawa perubahan di Indonesia dipastikan akan menjadi tempat yang dijadikan target untuk merongrong keamanan ideologi bangsa dan negara.

Bila dilihat secara statistik hingga saat ini, diperkirakan oleh Dikti bahwa jumlah perguruan tinggi yang ada saat ini sekitar 3500 buah baik PTN maupun PTS, dengan populasi mahasiswa sekitar 7,5 juta orang, yang tersebar diseluruh wilayah NKRI mulai dari kota besar hingga kota-kota kecil.

Komunitas akademik yang sangat strategis sebagai pintu terjadinya perubahan mind-set masyarakat, mengingat 7,5 jutaan mahasiswa adalah insan-insan yang sangat kritis dalam mensikapi semua keadaan dan perubahan yang ada disekitarnya.

Kekuatiran yang disignalkan oleh Tjahyo Kumolo tentang kampus akan menjadi arena terjadi gesekan ideologi sangat beralasan dicermati dan diantisipasi agar tidak disoreintasi yang akan dialami oleh mahasiswa. Tentu saja tidak bermaksud untuk mengekang tetapi ketika salah arah maka akan menjadi masalah potensial ketika berada di tengah-tengah masyarakat.

Lagi-lagi ini menjadi penegasan yang perlu digaris bawahi. Sebab, dinamika politik yang ada di seantero nusantara ini, banyak ideologi yang dipertontonkan di depan publik yang betul-betul berseberangan dengan ideologi Pancasila.

Penegasan dari Hendro Priyoono, mantan Kepala BIN, ketika berlangsungnya masa kampanye Pilpres 2019 yang lalu, bahwa sesungguhnya yang sedang berkompetisi itu bukan antara Capres 01 versus Capres 02, tetapi antara ideologi Pancasila versus Khilafah. 

Dan publik juga semua mengetahui bagaimana proses pombubaran organisasi HTI mengundang pro dan kontra yang tajam, yang juga melibatkan sejumlah aktifis kampus, dosen dan mahasiswa.

Nampaknya sikap dan tindakan tegas dari pemerintahan tentang berbagai faham, aliran dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus di implementasikan dan tidak bisa ditawar lagi. Kalau tidak maka bangsa ini hanya akan berjalan ditempat saja, dan kalau lengah maka bisa lebih fatal lagi, yaitu kemunduran bahkan juga kehancuran yang akan menimpa Indonesia.

Untuk mengejar ketertinggalan republik ini, dan menjadi salah satu negara besar yang diperhitungkan dalam percaturan dunia global, maka law enforcement dan kepatuhan pada hukum, uu dan peraturan yang berlaku menjadi syarat utama. 

Intervensi Kampus

Kekawatiran sejumlah pihak ada intervensi pemerintah terhadap kehidupan kampus apabila Presiden yang menentukan Rektor, sangat bisa dimaklumi adanya. Tidak saja karena potensi peluang itu terbuka lebar, tetapi juga trauma yang sangat dalam yang dialami oleh seluruh perguruan tinggi selama masa orde baru.

https://nasional.sindonews.com/read/1210262/144/rektor-dipilih-presiden-pemerintah-dinilai-intervensi-kampus-1496404332
https://nasional.sindonews.com/read/1210262/144/rektor-dipilih-presiden-pemerintah-dinilai-intervensi-kampus-1496404332
Pertanyaan yang menggoda untuk didiskusikan adalah "apabila Presiden yang memilih Rektor, seberapa signifikan intervensi pemerintah terhadap kehidupan kampus?" Untuk menjawab pertanyaan dilematis ini, maka catatan kritis yang bisa di lihat adalah:

Pertama, kata intervensi selalu berkonotasi negatif. Pengalaman masa orde baru, kampus di bungkam habis-habisan terhadap sikap, opini kritis terhadap pemerintah. Mengkritisi pemerintah oleh warga kampus sama saja dengan bunuh diri. 

Nampaknya pemahaman itu tidak salah seluruhnya tetapi juga tidak seluruhnya benar adanya pada era reformasi sekarang dengan gaya kepemimpinan rezim Kabinet Kerja sekarang ini. Bahkan, nampaknya ada situasi yang cair antara pemerintah, kampus dengan dunia usaha dan dunia industri yang sudah disatukan dengan tantangan dari Revolusi Industri 4.0 dan Era Disrupsi Teknologi.

Kedua, selama ini proses pemilihan Rektor dilakukan melalui forum senat yang dimiliki kampus yang didalamnya juga ada rektor. Disinilah sesungguhnya yang menjadi klimaks otoritas yang dimiliki kampus dalam memproses seorang Rektor yang akan memimpin sebuah univeristas. 

Ketika Presiden mengambil alih fungsi dan peran itu, maka otoritas kampus itu menjadi hilang dan dianggap kampus tidak ada lagi kemewahan yang dimiliki sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi yang sangat menjunjung tinggi indipendensi dan objektifitas.

Seberapa mungkin aka nada rektor yang salah pilih oleh senat, sehingga rektor ini akan menjalankan ideologi lain selain Pancasila?

Ketiga, Rektor sebagai bagian dari Kemenristek dan Menristek merupakan pembantu Presiden secara langsung, maka harusnya kekawatiran itu menjadi tidak beralasan secara signifikan. Kecuali bila ada agenda politik yang sangat menyolok sedang dijalankan oleh Presiden yang sedang bekerja.

Dalam era keterbukaan dan transparansi saat ini, kemungkinan ini menjadi sangat tidak signifikan, karena kontrol publik menjadi sangat kuat terhadap pemerintah yang berjalan. Era sosial media kini telah mempengaruhi derajat penyimpangan dan penyelewengan kewenangan yang dimiliki oleh pejabat negara dan publik.

Keempat, tantangan global yang sedang dihadapi oleh Indonesia saat ini, dengan Revolusi Industri 4.0 dan Era Disrupsi Inovasi teknologi dalam berbagai bidang telah menyatukan semua sumberdaya bangsa ini untuk bersama-sama melakukan yang terbaik bagi masa depan Indonesia.

Dalam salah debat Capres 2019, Presiden Jokowidodo menegaskan bahwa bukan bangsa yang besar yang akan menindas bangsa kecil, tetapi negara yang cepatlah yang akan meninggalkan negara yang lamban.

Ini pesan sangat menantang dan futuristik, karena berbicara tentang kemajuan teknologi yang sangat cepat. Sehingga disrupsi dalam segala hal akan mematikan dan meninggalkan semua yang sifatnya tradisional menjadi tinggal nama saja dan masuk museum.

Dunia kampus tidak boleh lagi sibuk berteori, tetapi harus menyatu dengan dunia usaha dan dunia industri untuk bersama sama menjawab tantangan realitas yang ada. Bagaimana proses produksi menjadi lebih efisien, lebih efektif, lebih marketable, dan menjawab kebutuhan pasar.

Dalam konteks ini, harusnya tidak ada lagi jarak antara dunia kampus dengan dunia pemerintahan, dunia industri dan dunia usaha. Semuanya menyatu untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin sulit diprediksi secara baik dan akurat.

Kelima, keterlibatan sejumlah Rektor dalam praktek Korupsi sebagai sebuah fakta yang sangat menceederai eksistensi perguruan tinggi yang seharusnya menjadi acuan moral dan integritas yang tinggi. Pemberitaan oleh KPK beberapa minggu yang silam tentang fakta ini tentu saja menjadi review kritis tentang kemampuan senat univeristas untuk memilih seorang Rektor yang benar.

https://nasional.tempo.co/read/1212041/tahanan-kpk-akan-salat-idul-fitri-di-rutan-guntur
https://nasional.tempo.co/read/1212041/tahanan-kpk-akan-salat-idul-fitri-di-rutan-guntur
Indonesia yang bermimpi untuk menjadi sebuah kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030, 2045 dan 2050 menjadi visi dunia akademik dan kampus untuk memberikan kontribusi yang berada pada jalan yang benar. 

Dan bukan lagi hanya sekedar berada dalam dunia yang sangat steril dengan bergulat banyak hal tentang teori dan pengetahuan literatur yang ada. Ini semua tidak berguna ketika tidak mampu memberikan jawaban terhadap problem yang dihadapi oleh masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha dan dunia industri.

Yupiter Gulo, 9 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun