Berani Berlibur?Â
Berlibur?! Bercandakah, emang siapa takut berlibur!? Begitu teriakan teman saya di kantor memasuki masa libur panjang di akhir tahun 2018 yang lalu. Pada umumnya, kantor dan atau karyawan swasta memiliki sekitar dua minggu masa libur panjang yang harus dinikmati.
Bagaimana dengan Anda, apakah tanggapan Anda sama dengan beberapa teman saya yang betul-betul memanfaatkan libur panjang mereka dengan keluarga, terutama yang menjajal ruas tol Jakarta ke Surabaya dan Malang, yang katanya bisa ditempuh hanya dalam waktu 10 atau 11 jam non-stop? Dan menjadi cerita seru yang mengisi hari-hari awal memulai kerja tahun 2019.
Bila diamati, sesunguhnya masih sangat banyak orang yang belum memanfaatkan waktu libur untuk membangun kembali keseimbangan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, fisik, jiwa, spritual dan kehidupan yang dimiliki, baik diri sendiri maupun keluarga.
Keluarga yang termasuk golongan menengah ke bawah pada umumnya tidak memanfaatkan hari libur secara optimal dibandingkan dengan kelompok keluarga yang termasuk kelas menengah ke atas. Pertimbangan utamanya adalah memanfaatkan semua waktu yang tersedia untuk bekerja dan mencari penghasilan tambahan bagi pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Jangankan pada hari libur, bahkan jam kerja yang tersedia pun akan dimanfaatkan lembur apabila diberi kesempatan oleh kantornya atau perusahaan.
Memanfaatkan hari libur secara tepat akan menjadi faktor pendorong bagi kinerja dan produktivitas seseorang dalam bekerja. Tidak saja dalam satu bidang pekerjaan, tetapi semua jenis pekerjaan yang ditekuni. Perbedaannya terletak dari tingkat kesulitan dan kerumitan pekerjaan yang ditekuni seseorang.
Sebagai contoh, seorang yang berprofesi sebagai Pialang Saham di Bursa Efek mempunyai karakteristik pekerjaan yang bersiko tinggi, sedemikian sehingga setiap hari akan berada dalam ketegangan yang sangat tinggi untuk melakukan analisis, estimasi tentang harga saham dan mengambil keputusan investasi untuk membeli atau menjual. Profesi seperti ini pasti membutuhkan waktu jedah yang cukup, dan biasanya mengambil liburan yang memadai agar selalu memiliki stabilitas emosi dalam pekerjaannya.
Berani mengambil libur berarti kemampuan merencanakan keseluruhan ritme waktu pekerjaannya dalam seminggu, sebulan, bahkan setahun menjaga stamina, stabilitas keseimbangan emosi dan spiritual dalam melakukan pekerjaan untuk mencapai kinerja dan produktivitas agar terus meningkat dari waktu ke waktu.
Berani mengambil liburan hendak menjelaskan bahwa kinerja dan hasil kerja terbaik itu tidak dicapai dengan terus menerus bekerja tanpa istirahat, tetapi dengan meningkatkan faktor-faktor semangat, antusiasme, fokus, persistensi, emosi positif dan optimisme yang kuat.
Berani berlibur bukan berarti menunggu liburan panjang akhir tahun, atau liburan lebaran misalnya. Bukan itu yang dimaksudkan, tetapi secara terencana dan teratur seseorang memiliki waktu jedah yang cukup dalam ritme rutinitas pekerjaan yang dijalani. Misalnya, hari kerja seminggu itu 5 hari senin sampai jumat, atau kadang-kadang 6 hari, sampai hari sabtu. Lalu hari minggu itu adalah libur dan hari istirahat. Beranikah Anda memutuskan untuk betul-betul libur pada hari ke 7, hari minggu itu?
Hasil sejumlah penelitian menunjukkan bahwa liburan merupakan keharusan di dunia kerja. Usai berlibur, banyak pegawai yang langsung menunjukkan produktivitas maupun semangat karirnya. Sebuah data memperlihatkan bahwa 82 persen pengusaha yang berlibur ternyata menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan ditemukan ada 6 alasan mengapa bisa demikian, yaitu:
- Kantor bukan tempat yang bisa beri inspirasi
- Kesehatan membaik
- Biarkan pikiran beristirahat
- Anda butuh perubahan
- Merasa lebih bahagia
- Menambah rekan baru