Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budaya "High Context", Pidato Prabowo tentang "Tampang Boyolali" Menjadi Tidak Nyambung

6 November 2018   10:34 Diperbarui: 6 November 2018   19:08 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika gap dan ruang yang ada semakin lebar tanpa ada komunikasi langsung dengan si pengirim pesan dengan penerima pesan, maka ketidaknyambung-nya pesan ini semakin besar dan semakin melebar dan semakin menjadi persoalan. Apalagi kalau sudah masuk diwilayah hukum akan menjadi tidak produktif bagi siapa saja.

Sesungguhnya, komunikasi yang tidak nyambung ini hampir selalu terjadi ditengah-tengah masyarakat bahkan didalam keluarga atau dalam organisasi perusahaan, komunikasi tidak nyambung muncul. Memang, kalau tidak disadari dan dibiarkan maka akan melahirkan banyak masalah yang hanya membuat kinerja organisasi, kinerja karyawan atau siapa saja yang terlibat tidak maksimal.

Itu sebabnya, dibtuhkan skill komunikasi yang benar, dibutuhkan kemampuan manajerial untuk mengelola komunikasi yang tidak nyambung itu, agar dampaknya tidak kemana-mana.

Salah cara mengurangi komunikasi yang tak nyambung, mis-communication dan mis-understanding dalam komunikasi, dengan memahami makna High-Context Culture versus Low-Context Culture.

III. High-Context Culture versus Low-Context Culture.

Didalam banyak buku literature dijelaskan dengan sederhana tentang salah satu dimensi dalam budaya organisasi adalah High-Context Culture dan Low-Context Culture. 

Keduanya menjelaskan bagaimana seseorang pemimpin menyampaikan pesan sesuai dengan koteks dan situasi organisasi atau orang yang di pimpinnnya. Artinya, seseorang harus memahami dengan tepat saat menyampaikan pesan. Pesan harus sesuai dengan koteksnya dan cara menyampaikannnya.

High-context Culture atau Budaya Konteks Tinggi sering difahami sebagai perkataan atau pernyataan yang hanya sekedar basa basi atau kata yang sekedar candaan yang tidak memberi arti yang serius, dan suka berputar-putar ketika menyampaikan pernyataan sebelum sampai pada makasud dan arti yang sesungguhnya.  

Komunikasi dengan menggunakan High Context membutuhkan informasi-informasi tambahan untuk memahami arti dari isi atau pesan komunikasinya karena pesannya sering tidak to the point atau tidak langsung pada pesannnya, karena semuanya dibungkus dengan tersirat saja.

Sedangkan Low Context Culture merupakan komunikasi yang dilakjukan dimana perkataan atau sebuah pernyataan yang tidak mengandung candaan dan langsung menjelaskan maksud atau arti sebenarnya yang diinginkan atau dikehendaki kepad si penerima pesan.

Sehingga dengan menggunakan komunikasi yang Low-context, maka sangat mudah bagi pendengar untuk menginterpretasikan atau mencerna dan memahami setiap kata-kata yang disampaikan, karena didalamnya menampilkan makna tersurat dengan jelas, tidak bermakna mendua dan ganda sehingga si pendengar tidak perlu banyak usaha untuk mengartikannya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun