Hi, Sobat Kompasiana,
Apa yang membuat pebisnis pemula tidak berhasil menjalankan bisnis utamanya. Banyak menjadi penyebabnya. Berikut ini adalah kesalahan fatal pebisnis pemula yang sering terjadi.
Ini merupakan pengalaman pribadi saya dan suami dalam menjalankan bisnis pribadi kami, yaitu bisnis laundry rumahan.Â
Bisnis kami akhirnya runtuh setelah 5 tahun usianya. Saya ingin membagikan informasi ini karena saya teringat sebuah kalimat dari Om Bob Sadino, "Saya tidak mau pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki terkubur bersama tubuh saya ketika mati kelak."
Semoga tulisan ini ada manfaatnya ya, berikut kesalahan fatal pebisnis pemula:
1. Tidak Fokus Pada Satu Bisnis
Tidak fokus terhadap satu bisnis saja yang kami jalani mengakibatkan kurangnya kontrol terhadap para karyawan.Â
Kinerja karyawan yang nyaris tanpa pengawasan menjadikan mereka bekerja sesuai target pribadi bukan target kompetisi yang kami tetapkan.
Letak usaha kami tidak berada di dekat rumah, kontrol usaha selama ini hanya dari suami. Sedang saya berada di belakang layar mengenai pencatatan administrasi, keuangan, dan hal umum lainnya.Â
Mengenai kondisi di lapangan saya tidak banyak tahu. Semua di-handle oleh suami saya, sedangkan suami saya lebih banyak fokus pada promosi dan pengembangan bisnis.
Kontrol karyawan lebih banyak dilakukan secara auto pilot. Kedengarannya keren ya, bisnis baru berjalan beberapa tahun tapi sudah bisa auto pilot alias jalan sendiri.Â
Eits tangan salah Sobat, justru di situ letak kesalahan. Auto pilot bukan melulu bisa jalan sendiri. Auto pilot itu tidak sepenuhnya auto command. Sesekali bisnis perlu dilihat secara deeply.
Perlu audit yang mendalam pada waktu-waktu tertentu. Ini yang tidak pernah kami lakukan. Sehingga ada kejadian usaha laundry kami memiliki piutang yang jumlahnya 'wow' tanpa sepengetahuan kami.Â
Bos macam apa ini, sehingga anak buah bisa mengambil keputusan finansial tanpa sepengetahuan pemilik.
Bagaimana bisa ketahuan? Sebagai emak-emak yang biasa mengurusi keuangan rumah tangga, saya merasa pendapatan laundry terus menurun dari hari ke hari.Â
Akhirnya saya iseng melakukan pengecekan pembukuan manual di toko. Saya mengecek semua nota yang masuk dan nota yang keluar. Ternyata ada ketidaksesuaian nota. Nota yang masuk tidak sama dengan nota yang keluar.
Saya semakin curiga, saya menanyakan kepada karyawan, barulah mereka bercerita yang sesungguhnya.Â
Wah, untung saya punya insting begini ya, jika tidak mungkin kebocoran keuangan akan jauh lebih banyak.
Ini pelajaran penting yang kami dapatkan, bahwa bisnis auto pilot tidak sepenuhnya auto pilot. Tetap harus ada deep control yang berkala untuk menghindari hal-hal seperti yang terjadi pada kami.
2. Tidak Adanya Sistem Pencatatan yang Rapi
Tidak adanya sistem pencatatan keuangan yang rapi, menjadikan usaha yang kami miliki mengalami boncos yang tak diketahui dari mana datangnya.Â
Pencatatan keuangan yang rapi tentu saja membuat pemilik usaha bisa menentukan arah bisnis ke depannya. Pengambilan keputusan juga menjadi lebih terukur.
Boro-boro mau mempunyai data laporan keuangan seperti neraca dan laba rugi, laporan omset bulanan kami saja ala kadarnya.Â
Ada sih buku keuangan laporan omset harian dan laporan pengeluaran, ya tapi itu semuda ditulis dibuku laporan keuangan yang lebih mirip buku catatan harian, ketimbang catatan keuangan toko, hehe.
Sekelas perusahaan skala besar saja yang telah memiliki sistem pencatatan keuangan yang rapi tetap memiliki schedule audit keuangan secara berkala. Apalagi kita yang baru memulai bisnis, langsung auto pilot, tanpa pencatatan keuangan yang rapi rasa-rasanya seperti bunuh diri sendiri.
3. Sistem Inventori Berdasrkan Insting Pribadi
Selain tidak memiliki laporan keuangan bulanan, usaha kami juga tidak memiliki data pencatatan stok bahan baku yang memadai.Â
Lho kan usaha laundry memangnya ada stok bahan baku?Â
Iya dong, barang-barang seperti deterjen, pewangi, alkali (sejenis bahan kimia penghilang noda) hingga perlengkapan packing seharusnya dicatat secara jelas dalam buku catatan stok bahan baku.
Apa indikasinya harus beli lagi? Ya tentu saja sesuai insting sendiri. jika dirasa sudah tidak cukup lagi, langsung beli sejumlah tertentu. Semuanya tanpa perhitungan. Begitu pun dengan bahan baku lain seperti deterjen dan pewangi.
Jika karyawan mengatakan harus beli ini itu, maka kami pun langsung memenuhi. Ini auto pilot yang menyesatkan, hehe. Jangan ditiru ya, ini kesalahan fatal kami dulu.
4. Tidak adanya Spare Dana Cadangan
Tidak adanya laporan keuangan yang memadai mengakibatkan efek domino pada bisnis jasa kami. Karena tidak adanya pencatatan keuangan, ketika kondisi bisnis mengharuskan kami melakukan pengambilan keputusan, kami kehilangan arah. Efek tidak tahu harus mulai dari mana.
Pun begitu ketika melihat keuangan laundry semakin menipis, kami terpaksa mengambil dana pribadi. Jika sebelumnya kami memiliki spare dana cadangan pada kas, tentu saja hal ini tidak berimbas pada keuangan pribadi,
Pentingnya memiliki dana cadangan pada sebuah bisnis, akan sangat berguna ketika bisnis mengalami pasang surut. Karena usaha tak selamanya di atas, dan ada kalanya mengalami badai.Â
Jika kita mampu melewatinya tentunya akan terus bertahan. Tapi jika gagal, akan berakhir berpindah kepemilikan. Inilah yang kami alami.
5. Ingin Cepat Menikmati Hasil
Kesalahan fatal pebisnis pemula berikutnya adalah karena ingin cepat menikmati hasilnya. Melihat omset yang besar dikira adalah laba.Â
Perasaan ingin cepat menikmati hasil inilah yang menjadikan kondisi bisnis pemula bukannya berkembang, malah gagal dalam pertarungan.
Inilah 5 kesalahan fatal bisnis pemula yang kami alami. Ketika kami merasa bahwa bisnis kami sudah tidak sehat lagi, akhirnya kami melegonya. Bahkan berbagai upaya sudah kami lakukan termasuk subsidi silang. Tetapi tetap saja tidak menyelamatkan usaha kami. Kami akhirnya merelakan usaha kami berganti nama pemilik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H