2. Tahap Manipulasi
Adalah kemampuan anak melakukan kegiatan sederhana berdasarkan petunjuk yang diberikan guru. Pada tahap ini, guru tidak lagi memberikan contoh pengerjaan, tetapi cukup dengan memberi instruksi kepada anak usia dini, dan mereka akan dapat mengerjakan berdasarkan petunjuk (instruksi) tersebut.
3. Tahap Presisi
Adalah kemampuan melakukan kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Sebagai contoh: anak dapat mengancingkan baju tepat dengan korelasi satu-satu.
4. Tahap Artikulasi
Adalah kemampuan melakukan kegiatan lebih dari satu (kompleks) secara berurutan sehingga dapat membuahkan hasil kerja yang merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Contoh: guru meminta anak untuk menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri sehingga hasil kerjanya merupakan kesatuan gambar yang berwarna dan memiliki makna.
5. Tahap Naturalisasi
Adalah kemampuan melakukan kegiatan secara refleks (dilakukan dengan sendirinya) tanpa adanya contoh ataupun petunjuk yang diberikan oleh guru. Contohnya anak akan segera dengan otomatis tanpa diminta mengikat tali sepatunya apabila terlepas simpulnya.
Pengembangan keterampilan seperti yang diuraikan di atas dan tahapannya akan dapat dilewati oleh anak jika mendapat stimulasi yang cukup dari guru dan orang tua serta lingkungan tempat anak tinggal. Variabel lain yang tidak kalah penting adalah memberikan kesempatan pada anak untuk belajar dan berlatih. Belajar dapat pula diartikan mengeksplorasi kemampuan motorik halusnya. Seringkali kemampuan motorik halus terhambat karena tidak adanya ruang bagi anak untuk berekspresi. Sebagai contoh saat anak mulai belajar memegang pensil atau krayon, orang tua sering kawatir si anak akan menjadikan dinding sebagai media pembelajaran. Atau dalam hal belajar menggunakan gunting, orang tua sering mengambil alih pekerjaan atas dasar kekawatiran sang buah hati akan terluka karenanya. Padahal untuk menjadi terampil dibutuhkan banyak latihan. Agar kedua pihak,- dalam hal ini orang tua dan anak-, dapat sama-sama terpenuhi keinginannya maka perlu dilakukan mediasi untuk menjembatani kebutuhan anak untuk belajar dan orang tua juga dapat memastikan keamanan anak. Dalam kasus belajar menggunakan gunting misalnya, perlu diberikan pemahaman pada anak sebelum memulai kegiatan dan orang tua/guru melakukan supervisi berupa pengawasan selama kegiatan berlangsung. Sedangkan dalam kasus mencoret tembok, anak dapat diajak berkomunikasi untuk negosiasi agar mau berpindah dari media tembok ke media kertas untuk melatih coretannya agar menjadi bentuk-bentuk bermakna. Pada dasarnya, baik guru maupun orang tua tidak dianjurkan menghentikan aktifitas motorik halus atas dasar pertimbangan orang dewasa pada umumnya, akan tetapi diperlukan dukungan guru dan orang tua untuk lebih memahami anak dan kebutuhannya untuk belajar dan bereksplorasi karena anak adalah penjelajah ulung.
Adapun kompetensi yang secara umum dapat dicapai oleh anak usia dini dalam aspek perkembangan motorik halus disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini dan merupakan adaptasi dari tabel perkembangan yang termuat dalam "Konsep Dasar PendidikanAnak Usia Dini," yang ditulis oleh Yuliani Nurani Sujiono, 2009.