"Ingin pindah kerja juga Mbak? Mungkin bisa menjadi koki."
     "Aku nggak bisa masakan western," keluh Sinta. "Jadi tukang cuci piring juga nggak apa-apa kalau bayarannya besar.
     "Ini restoran Cina dan masakan Asia. Boleh dicoba, Mbak."
     "Kamu dulu, gimana kondisinya, nanti aku bisa menyusul."
     Selesai membersihkan ruang, Sinta ingin segera mandi. Satu jam lagi dia akan chatting dengan Eko dan Dina untuk mengetahui keadaan mereka. Perbedaan waktu  dua belas jam antara Amerika dan Indonesia memudahkan mereka berkomunikasi. Eko dan Dina sudah di rumah pada malam hari sedangkan Sinta di sini punya waktu beberapa saat untuk berbicara  dengan mereka sebelum berangkat kerja.
     Seperangkat komputer  yang dibeli patungan dengan Ratri  diletakkan di ruang tengah. Dengan begitu mereka  bisa dipakai  bersama secara bergantian. Mungkin lebih baik membeli laptop supaya bisa membawanya ke kamar  agar lebih bebas membicarakan hal-hal pribadi. Tetapi masih bisa menunggu dua atau tiga bulan ke depan. Biasanya shift kerjanya berlawanan dengan Ratri sehingga dia bebas menggunakan komputer itu ketika Ratri pergi. Begitu juga sebaliknya  dengan Ratri  yang lebih sering  menggunakan komputer  pada waktu malam. Berkomunikasi dengan teman dan anggota keluarganya di samping juga menjelajah dunia maya untuk mendapatkan teman-teman baru dan informasi-informasi penting lainnya. Mencari pekerjaan pun bisa dilakukan dengan mudah lewat internet.
       Ketika Sinta menghidupkan komputer itu, Ratri membawakan sandwich dan secangkir  teh panas. Sandwich berisi telur ceplok  ditambah selada dan tomat tanpa irisan timun dan bawang Bombay. Sedikit saos tomat  dan mayonnaise sebagai perasa untuk semua bahan yang masih terasa tawar. Tehnya masih mengepulkan asap tapi Sinta sudah menduga kalau rasanya pasti terlalu manis. Sinta sudah empat puluh tiga sehingga merasa harus mengurangi yang manis-manis. Diabetes menjadi ancaman serius bagi kebanyakan perempuan Indonesia di atas empat puluh. Meskipun bukan keturunan penderita diabetes, Sinta tetap harus berhati-hati menjaga pola makannya.
       "Bagaimana kabar keluarga Mbak?" Ratri sedang berbasa-basi ketika duduk  di seberang meja komputer itu.
       "Mas Eko mulai kewalahan mengurus Dina. Sudah ABG . Mulai sering main ke luar rumah dengan teman-temannya."
       "Tapi  masih ada Bude  kan yang bisa membantu Mas Eko mengurus Dina?" Ratri menenangkan.
       "Bagaimana Bapak Ibu dan adik-adikmu ?" ganti Sinta bertanya mengimbangi kepedulian Ratri kepada keluarganya.