Surya kencana terus menerus di turuni hujan malam ini, setelah mengurus Lala. Putri tidak bisa tertidur dengan nyenyak, beberapa kali ia terbangun kaget karena mendengar suara orang berteriak, suara kuda bahkan hingga suara kereta kencana yang sangat jelas terdengar di kedua telinganya.
Sejujurnya Putri mengatakan bahwa ia takut, hanya saja Putri tetap memaksakan untuk matanya tertidur dan menghiraukan semua suara-suara yang terdengar aneh. Hingga pagi tiba, dan siang mereka segera packing barang untuk turun.
Dan, trek turun ini yang akan menjadi epic sesungguhnya.
Siapa bilang trek turun akan semudah itu? justru trek turun lah yang memiliki resiko tinggi soal keselamatan. Beberapa kali Putri membangunkan Lala yang kadang terjatuh, terperosok, dan terpeleset karena salah memilih pijakan kaki. Andri dan Temo berada di belakang, sedangkan Sese berada paling depan sendirian.Â
Kadang Putri melihat Sese seperti bermain perosotan hingga menyebabkan celana di area pantat nya penuh dengan tanah. Kadang juga berlari seperti ninja hatori tanpa memperdulikan keselamatannya dan kawannya yang berada di belakang.
Hingga adzan magrib tiba di pos dua, mereka berempat berteduh. Sedangkan, Temo berjalan lebih dulu untuk turun karena membawa dua carrier sekaligus. Temo membawa carrier Sese dari Surya Kencana, maka dari itu Sese bisa melakukan hal-hal yang sangat Naif dan menyebalkan.
Setelah adzan magrib berkumandang, langit gelap gulita. hanya ada lampu yang berasal dari hand lamp yang terpasang di jidat masing-masing. Putri terus bershalawat, menbaca ayat-ayat Al-Quran ia bisa. Hingga beberapa menit kedepan, Putri menyadari bahwa ia hanya berjalan seorang diri. Tanpa Lala, Sese, Andri dan rombongan pendaki lain.
Putri mencoba tenang dengan cara ia terus berjalan, hingga suatu seperti menarik perhatian tiba. Putri menengok kebelakang, ternyata ada pendaki lelaki yang berjalan di belakangnya. Tapi tercipta keanehan di wajah pendaki tersebut. Ya, apalagi kalau bukan pucat pasi.Â
Tanpa menyapa, Putri hanya menoleh kedepan dan membiarkan kakinya untuk terus berjalan. Di dalam benaknya hanya bertanya-tanya. Kemana teman-teman yang ia miliki, kenapa ia tiba-tiba hanya seorang diri saja, dan manusia atau bukan pendaki yang berada di belakangnya.
Putri terus berjalan, kebun warga mulai terlihat. Ia berjalan menelusuri nya dengan kegelisahan yang tidak pernah ia ciptakan selama hidup di dunia. Apalagi ketika tiba-tiba melihat kesamping.Â
Selain perkebunan warga yang terdapat pohon-pohon dan tanaman yang sengaja untuk di tanam, terdapat satu sosok putih besar berkepala kelelawar.Â