Hal ini sejalan juga dengan apa yang dikatakan oleh Santo Paulus Rasul dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus agar dalam menjadi pelayan Tuhan dan Gereja, hendaknya secara istimewa membebaskan hati mereka dari perkara duniawi dan fokus pada pelayanan supaya cintanya kepada Allah dan semua orang lebih berkobar (1 Korintus 7:32-35). Â
Maka dari itu, para biarawan-biarawati memilih tidak menikah untuk mengabdaikan diri kepada Allah dan Gereja. Itulah pengorbanan hidup mereka. Mereka menyerahkan diri dan hidupnya menjadi milik Gereja. Maka sering juga kita dengar ada istilah yang mengatakan bahwa para biarawan-biarawati itu adalah mempelai suci Gereja.
2. KAUL KEMISKINAN
Kaul kemiskinan adalah kaul yang diikrarkan oleh kaum religius bahwasanya ia rela dan siap hidup dalam kesederhanaan.Oleh karena itulah biarawan-biarawati ini tidak pernah memiliki harta milik pribadi.Â
Misalnya mereka tidak memiliki rumah atau kendaraan atau tanah atas nama pribadi. Semua yang mereka miliki adalah milik Gereja atau milik lembaga kerasulan dimana mereka bergabung.Â
Bruder atau Suster yang bekerja (misalnya guru atau perawat, atau pekerjaan lainnya) tidak menerima gajinya untuk dirinya sendiri melainkan dengan rela ia serahkan kepada  komunitasnya untuk menjadi milik bersama.
Pola hidup membiara adalah kemiskinan sukarela untuk mengikuti Kristus secara luar biasa. Dalam 2 Korintus 8:9, Santo Paulus Rasul berkata:
Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.
Hal serupa juga dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Matius 8:20 ketika ada orang yang hendak mengikuti Dia:
Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
Kutipan-kutipan tersebut menunjukkan kepada kita panggilan hidup biarawan-biarawati yang dengan rela mengikuti Kristus dalam kemiskinan dan ketidakmilikannya itu.Â