Mohon tunggu...
Yuli Febi Anjarwati
Yuli Febi Anjarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Hukum Keluarga Islam Uin Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku: Hukum Perkawinan Islam

4 Juni 2024   22:15 Diperbarui: 4 Juni 2024   23:17 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Anak yang lahir dari istri bernasab pada suaminya

5. Bergaul dengan baik antara suami dan istri

            Hak-hak istri yang menjadi kewajiban suami dapat dibagi dua: hak-hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) dan nafkah, dan hak-hak bukan kebendaan, misalnya berbuat adil di antara para istri (dalam perkawinan poligami), tidak berbuat yang merugikan istri dan sebagainya.

            Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan sebab menurut hukum Islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan hidup keluarga. Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi pelajaran kepada istri dengan cara yang baik dan layak dengan kedudukan suami istri.

            Hukum Islam memberi hak kepada masing-masing suami istri untuk memiliki harta benda secara perseorangan, yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain. Suami yang menerima pemberian, warisan dan sebagainya tanpa ikut sertanya istri, berhak menguasai sepenuhnya harta yang diterimanya itu. Demikian pula halnya istri yang menerima pemberian, warisan, mahar, dan sebagainya tanpa ikut sertanya suami berhak menguasainya sepenuhnya harta benda yang diterimanya itu. Harta bawaan yang telah mereka miliki sebelum terjadi perkawinan juga menjadi hak masing-masing.

BAB 4

Putusnya Perkawinan

  • Kematian, Kematian suami atau istri mengakibatkan perkawinan putus sejak terjadi kematian. Apabila tidak terdapat halangan-halangan syarak, istri atau suami yang ditinggal mati berhak waris atas harta peninggalan si mati.
  • Talak, Tujuan syariat perkawinan seperti disebutkan itu kadang-kadang terhalang oleh keadaan-keadaan yang tidak dibayangkan sebelumnya. Misalnya, salah satu suami atau istrinya ternyata mandul sehingga tujuan melanjutkan keturunan terhalang, padahal salah satu pihak benar-benar menginginkan keturunan. Dalam hal seperti ini, Islam sama sekali tidak mengekang keinginan kodrati pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Fasakh, dapat terjadi karena terdapat hal-hal yang membatalkan akad nikah yang dilakukan dan dapat pula terjadi karena sesuatu hal yang baru dialami sesudah akad nikah dilakukan dan hidup perkawinan berlangsung.
  • Lian, perkawinan dapat putus dengan jalan lian. Arti kata lian ialah sumpah laknat. yaitu sumpah yang di dalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima laknat Tuhan.
  • Nusyus, membangkang terhadap kewajiban-kewajiban dalam hidup perkawinan dapat terjadi pada pihak istri dan dapat pula terjadi pada pihak suami.

            Perceraian yang dilakukan di muka pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman Islam tentang perceraian sebab sebelum ada keputusan terlebih dulu diadakan penelitian tentang apakah alasan-alasannya cukup kuat untuk terjadi perceraian antara suami dan istri. Kecuali itu, dimungkinkannya pula pengadilan bertindak sebagai hakam sebelum mengambil keputusan bercerai antara suami dan istri. Dapat ditambahkan, perceraian yang dilakukan di muka pengadilan akan dapat memperkecil jumlah perceraian.

            Iddah merupakan masa tunggu bagi Wanita yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya untuk memungkinkan melakukan perkawinan lagi dengan laki-laki lain. Tujuan iddah salah satunya yaitu untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah perkawinan dalam ajaran islam. Adapun macam-macam iddah. Ditinjau dari sebab terjadinya perceraian, idah dapat dibagi dua, yaitu idah kematian dan idah talak. Ditinjau dari perhitungan masanya, idah dibagi tiga, yaitu idah dengan perhitungan bulan, idah dengan perhitungan suci dari mens dan idah dengan melahirkan kandungan.

            Rujuk adalah, kembali hidup bersuami istri antara laki-laki dan perempuan yang melakukan perceraian dengan jalan talak raj'i selama masih dalam masa idah tanpa akad nikah baru. Hak rujuk, Menurut ketentuan QS Al-Baqarah: 228, yang mempunyai hak rujuk adalah suami, sebagai imbangan hak talak yang dipunyainya. Adapun syarat-syarat rujuk sebagai berikut:

1. Bekas istri, sudah pernah dicampuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun