Sumur pertama di dekat pintu kontrol irigasi, dan sudah ditandai warna biru. Menurut beberapa sumber, sumur tersebut memiliki diameter 10 meter, bibirnya ditumbuhi tumbuhan liar.
Sedangkan sumur kedua tidak jauh dari luweng pertama. Hanya beberapa meter jaraknya. Namun saya tidak mengambil gambarnya karena tertutup rerimbunan pohon. Selain itu, jalan di lereng gunung sempit dengan satu tikungan tajam sedikit curam. Jadi harus hati-hati dan segera melintas.
Sumur ketiga terletak di perbatasan Desa Jotangan dan Krikilan. Lebih tepatnya sisi selatan lereng Gunung Pegat. Luweng tersebut dipenuhi rerumputan pula tumbuhan jati milik warga sekitarnya.Â
Saat mengambil gambar dari bahu jalan raya, nampak beberapa pengendara melintasi Gunung Pegat. Di lereng kiri dipenuhi pohon jati dan mahoni. Sisi kanan area ladang warga Krikilan, Jotangan dan keberadaan sumur tua.
Kondisi sumur keempat dan kelima tidak jauh berbeda dengan luweng lainnya, penuh rerumputan. Sewaktu saya mengambil gambar dari pinggir tebing.Â
Menurut penuturan ibu, pembuatan sumur raksasa  semasa ayah beliau(kakek saya) masih sekolah. Dulu sekolahnya masih menggunakan tulisan serta berbahasa daerah(bahasa Jawa).
Dari situlah, riwayat pembuatan sumur tua menjadi kisah turun temurun di keluarga kami.