Mohon tunggu...
Yuli Anita
Yuli Anita Mohon Tunggu... Guru - Guru

Jangan pernah berhenti untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Merdeka...!" (Sebuah Cerpen)

14 Agustus 2023   15:09 Diperbarui: 14 Agustus 2023   17:44 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi siapa yang suka selalu menadahkan tangan pada anak? Diam-diam kakek selalu melakukan pekerjaannya meski tidak seperti dulu. Yang penting dia bisa mencari uang sendiri.

Tahun 2020 pandemi tiba-tiba datang dan merenggut nyawa satu demi satu orang-orang yang dicintainya. Ya, Danu sekaligus menantunya. Hingga akhirnya Addin harus tinggal bersamanya.

"Makan dulu Le, masuk angin nanti..,," kata si Kakek lagi.
Addin menghentikan pekerjaannya.
"Lha , kakek? Tidak makan?" tanya Addin sambil mencuci tangannya di pancuran yang ada di depan rumah.

Kakek menggeleng. "Gampang, Kakek belum lapar," katanya sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.

Addin membuka nasi bungkus yang ada di hadapannya. Nasinya sudah mulai dingin. Tadi pas beli masih hangat. Tapi tak apa, nasi campur Buk Lin selalu enak dinikmati dalam kondisi hangat ataupun dingin. Apalagi perutnya sedang lapar.

Begitu dibuka tampak nasi, mie, oseng kacang panjang, bali tahu dan telur. Baunya begitu menggoda. Porsi nasinya berlipat.

Ya, Buk Lin tahu, sebungkus nasi biasanya dimakan berdua oleh Addin dan kakeknya. Karenanya nasinya selalu ditambah. 'Diimbuhi' , katanya.

"Punya kakek Addin taruh di piring ya..,," kata Addin sambil mulai makan. Rasa lelah membuat perutnya terasa lapar. Hmm, nasi campur Buk Lin memang tiada duanya.

Kakek tersenyum melihat Addin yang makan dengan lahap.
"Habiskan saja Le," katanya lembut
Addin menggeleng. 

"Kakek juga harus makan .. , nanti sakit," jawabnya singkat.
Kakek menggeleng. "Addin makan yang banyak, biar cepat besar," jawab kakek sambil tersenyum.

Sesekali dengan mata tuanya kakek memandang Addin sedih. Anak sekecil itu sejak kecil sudah diajak prihatin oleh sang kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun