Keduanya langsung menuju kamar. Â Bude Ari terbaring dengan tubuhnya yang kurus. Â Begitu melihat kedatangan mereka Bude Ari memaksa diri untuk duduk.
"Berbaring saja Mbak Ari, " kata Ibuk.
"Aduh, Â terima kasih ya Dik Siti.. Â Untung ada sampeyan. Â Kalau tidak ada sampeyan saya pasti kesepian di sini. Â Anak anak sibuk semua,"
"Lho.. Â Aan, Â sudah besar Le.., Â sudah kerja sekarang? " tanya Bude Ari ketika memandang Aan . Â Aan tersenyum malu.
"Sampun bude. Di percetakan, " jawabnya sambil tersenyum.
"Alhamdulillah Le, Â bisa bantu-bantu ibukmu, "
"Sudah Le, Â kamu berangkat sana, " kata Ibuk 'mengusir' Aan. Â Ibuk selalu mengerti saat Aan mulai merasa kurang nyaman dengan ucapan Bude. Karena sudah bisa ditebak pertanyaan Bude Ari selanjutnya pasti ke gaji dan lain lain.Â
Ibuk mengantar Aan sampai pagar. "Ditunggu Pak Danu, " kata Ibuk. Aan mengangguk. Â Pak Danu adalah takmir langgar. Dan hari ini beliau minta dibantu mempersiapkan penyembelihan kurban besok..
 "Gak usah baper,  mikir macam-macam.  Yang penting kita masih bisa berbuat sesuatu untuk orang lain, " bisik Ibuk.
Aan mengangguk. Â Meski dalam hatinya ada banyak rasa yang berkecamuk. Â Mengapa Ibuk tetap baik dan peduli meski sering tak diacuhkan oleh saudara yang lain? Bahkan Aan merasa Bude Ari sendiri sering tidak mempedulikan Ibuk.
Betapa sering Bude Ari meninggalkan Ibuk yang datang ke rumahnya dengan alasan ada urusan keluar dan akhirnya Ibuk hanya ditemani pembantunya. Tersinggung? Pasti. Tapi Ibuk bisa mengabaikan semua itu saat Bude Ari sakit.