Menjadi buruh pengemas lumayan enak. Bekerjanya hanya di tetangga depan rumah. Namun entah kenapa supermarket tersebut tiba-tiba bubar.Â
Sekarang  Ibuk beralih usaha menjual bubuk jamu instan.  Di era pandemi ini rupanya banyak orang tertarik menjaga kesehatan dengan bahan bahan tradisional.Â
Di antara para saudara, Ibuk paling 'tidak sukses'. Â Tidak dapat dipungkiri. Â Kesuksesan selalu diukur dengan materi. Â Saudara-saudara Ibuk semua mapan. Â Ada yang jadi dokter, Â dosen, Â guru, Â pedagang. Â Hanya Ibuk saja yang tidak bekerja.
Katanya dulu waktu kecil Ibuk sering sakit, Â sehingga tidak bisa sekolah tinggi tinggi seperti adik adiknya.
 "Bisa hidup sampai sekarang juga Alhamdulillah, " gurau Ibuk suatu kali.Â
"Hush..,"kata Mbah saat itu.Â
 Ah Mbah, betapa Aan sangat rindu pada beliau.  Selalu sabar dan hangat.  Mbah selalu menjadi penengah saat Aan berkumpul dengan saudara-saudara yang lain dan dia merasa tersisih.Â
"Kene Le.. Â Sama Mbah sini.., " begitu selalu ajakan Mbah saat Aan tidak diajak bermain oleh yang lain. Â Mbah selalu bisa menyelamatkan Aan dari rasa tidak nyaman saat berkumpul dengan banyak orang.
Kini sosok itu tidak ada lagi. Â Dan saat pertemuan keluarga besar adalah saat yang sangat menyiksa. Â Semua sibuk bercerita kesuksesannya. Saat seperti itu biasanya ibuk sibuk bekerja di dapur bersama pembantu untuk menyiapkan makan buat yang lain.Â
 Semua sepupu Aan pada 'jadi orang'.  Sementara Aan sendiri apa?  Baru tahun lalu ia lulus SMK dan sekarang bekerja pada sebuah percetakan. Gajinya tak banyak, tapi sedikit-sedikit bisa membantu ibuk.  Dan Aan tahu bantuannya sangat kecil.  Buktinya ibuknya masih harus berkeliling setiap hari menjajakan jamu instan.
"Kok melamun Le? " tanya Ibuk sambil menyodorkan piring berisi pisang goreng.