Mohon tunggu...
Rusj
Rusj Mohon Tunggu... Wiraswasta - Semoga bermanfaat.

Biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Makan Hati, Tunjangan Sertifikasi Setahun Hangus Hanya karena Administrasi atau Operator?

1 Januari 2016   08:57 Diperbarui: 1 Januari 2016   09:15 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasa mentok, sepertinya, dari pembicaraan dengan operator merauke, saya bertanya2, apakah SK titipan seolah tak bisa jadi dasar atau tak kuat jadi dasar usulan serti. Seolah-olah operator Bogor ini meminta SK mutasi penuh atau... entahlah. Akhirnya saya berkoordinasi dengan kepala sekolah di bogor. Ia menyarankan agar diurus saja langsung ke Jakarta. Logika saya juga begitu, kalau di pusat, semua persoalan pasti lebih mudah diselesaikan, asal data2nya lengkap dan valid. Kalaupun SK titipan ini tidak terakomodasi dalam sistem, masa sih ga ada prosedurnya.

Bermodal surat dari kepala sekolah, SK ngajar dan absensi, urusan dilanjutkan kembali ke operator kabupaten pada akhir bulan November 2015. Tak lupa, operator sekolah pun menitipkan CD usulan serti untuk dibawa. Sampai didinas, Operator kabupaten pun meminta surat dari atasannya bagi kami (kebetulan ada satu rekan lagi yang tunjangannya juga belum cair) untuk dibawa ke operator pusat. Yang bikin saya heran, baru kali saat ini, operator ini menanyakan 'Surat Keterangan Pemberhentian Usulan dari Merauke' atau semacam itulah, dari daerah asal. Ia bilang kalau tak ada surat itu, ia tak akan mengusulkan. "Kenapa baru sekarang minta ya?", dalam benak saya. Merasa tak mengerti, sayapun menelpon operator Merauke, dan minta ia berkoordinasi langsung dengan operator bogor. Akhirnya, dengan janji saya urus belakangan, urusanpun dilanjutkan.

Dengan semangat 45, kami pun berangkat ke Jakarta. Hanya saja, dalam hati berkata, "semua sudah online kok masih harus begini ya? Ga kebayang kalo orang dari luar pulau harus mengurus urusan seperti ini. Habis diongkos dong! Sangat tidak mungkin. Untung saja kami lokasi dekat...". Sebenarnya sudah malas dan capek, tapi demi... masih ada harapan.

Akhirnya sampailah kita di TKP. Gedung D, Kompleks Kementrian Pendidikan Republik Indonesia tercinta. Awalnya digedung D, kita disuruh ke gedung C, dengan alasan satu pintu pelayanan. Menujulah kita kesana. Disana, setelah mengisi formulir dan menunggu antrian, petugas pun mengarahkan agar kita mengurus ke bagian Sertifikasi di gedung D lantai 12. "Lah nanti kalau ditolak?". "Bilang saja sudah dari sini, nama saya..." kata mbak petugas, ...he..he..so professional :-). Kami pun menurut kaya sapi bego (sapi emang bego ya...?).

Lolos dari resepsionis, ...yang seolah jadi penjaga gerbang keamanan negeri dari guru2 ribet yang mengurus haknya.... menuju lantai 12. Kami pun diterima oleh resepsionis di bagian Sertifikasi. Dengan menunjukkan surat mengurus serti dari Dinas Kab. Bogor beserta CD usulan dari operator kabupaten, akhirnya kami pun ...DITOLAK MENTAH2 ! Alasannya "URUSAN KAYA GINI HARUSNYA SELESAI DIDAERAH PAK !", sambil kesal petugas bag. Sertifikasi itu menjawab. Benar juga sih, dalam hatiku berkata, tapi... "Lah kalo selesai dilokasi ngapain saya repot2 ke Jakarta pak? Justru karena ga selesai itulah kita kesini, agar bisa cepat selesai !"

Debat kusirpun terjadi. Yang heran, petugas ini seolah mewakili seluruh instansi, ia yang memutuskan dan menilai. Ia menanyakan apakah operator kabupaten pernah memberi surat seperti ini (semacam report dr software sistem sertifikasi, dimana ada kotak2 terconteng jika sudah OK). Yang saya tangkap dari pembicaraan, surat itu adalah tugas operator daerah, dan juga hak pegawai (guru) untuk tahu, agar kalau ada masalah bisa diketahui dimana titik masalahnya. Kami bilang tidak pernah, dan baru sekarang kami lihat itu. Bukannya memberi solusi, petugas ini seolah hanya menyalahkan operator daerah. Seolah gedung Kementrian ini milik sendiri, tak ada orang lain, tak ada pejabat lain.

Debat sana sini tak membuahkan hasil. Resepsionis itupun dengan terpaksa menerima surat kami. Saya sendiri tak yakin petugas itu akan menindaklanjuti. Dengan kesal dan putus asa sayapun meninggalkan gedung megah itu. "Kementrian saja tak bisa menyelesaikan persoalan ! Udah gitu petugas ga profesional gitu kok ditaruh di frontline, yang notabene wajahnya Kementrian " keluhku dalam hati.

Capek, kesal, marah,..berkecamuk. Sudah tak berharap.

Kawan yang satu itu mencoba menghubungi lagi, si operator Bogor itu. Lucunya, si operator ini cuma bilang "Itulah, biar tahu !" Begitulah kira2 yg saya tangkap dr teman. Saya sendiri sudah emoh berhubungan dengan orang itu. Kok, kaya main2 ya? mempermainkan orang, melucukan hal yang tidak lucu, memain2kan hak orang lain. Sampai mengurus2 surat yang sebenarnya tak ada prosedurnya???

Kalau dibandingkan dengan operator serti Kab. Merauke, dua orang petugas yang pernah saya hadapi disana (kebetulan yang satu mutasi internal), sangat kooperatif dan sangat peduli. Meski disana terkesan terbelakang, dan orang disini seolah pintar2, persoalan yang persis sama dialami seperti istri saya ini di Merauke sudah beres. Semua kembali ke hati.

Semenjak kejadian itu, sayapun tak peduli dengan urusan serti ini. Kawan yg satu itu bilang, ia ingin sertinya cair, yah sekalipun harus "memberi". Bagi saya, HARAM !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun