Mohon tunggu...
Rusj
Rusj Mohon Tunggu... Wiraswasta - Semoga bermanfaat.

Biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Makan Hati, Tunjangan Sertifikasi Setahun Hangus Hanya karena Administrasi atau Operator?

1 Januari 2016   08:57 Diperbarui: 1 Januari 2016   09:15 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menjadi PNS di negeri ini memang makan hati. Umar Bakri pun masih berlaku sampai detik ini, 70 tahun Indonesia merdeka. 

Cerita ini mungkin saja juga dialami oleh banyak orang lainnya yang berprofesi menjadi PNS Guru yang kebetulan harus berpindah-pindah tugas mengikuti suami. Dihadapan administrasi dan personel PNS yang buruk, akhirnya gaji pun terkebiri.

Saya adalah seorang suami yang pernah bekerja disalah satu BUMN yang mempunyai istri seorang guru. Karena perkerjaan, maka saya sering berpindah tugas dan sudah selayaknya keluarga ikut mendampingi.

Saat di perusahaan, masalah gaji, mutasi dan tetek bengek urusan administrasi hampir tak ada masalah, semua sudah ditangani dengan baik. Kami pun tinggal menjalankan tugas sesuai jobdesc. Akan tetapi ketika melihat urusan istri, urusan mutasi, urusan gaji, alangkah sulitnya, makan hati !. 

Saking sulitnya (atau dibuat sulit?) urusan administrasi dilingkungan Pegawai Negeri bahkan untuk sekedar mengambil hak sendiri, ada rekan guru pun rela kalau harus 'membayar' kalau ingin haknya dicairkan, yang lain menyarankan lebih baik bayar saja daripada tidak kelar. Memang benar, akhirnya tidak kelar, tunjangan setahun pun tak dibayar.

...

Cerita ini berawal dari seringnya istri berpindah tugas mengikuti pekerjaan suami. Urusan pindah bisa dibilang lancar pada saat mutasi dari Kodya Bogor ke Kab. Merauke. Kepindahan yang awalnya sebagai guru titipan, akhirnya harus diubah menjadi mutasi penuh karena sudah lebih dari 4 tahun. Meski saya juga harus ikut mengurusi tapi bisa dibilang semuanya lancar.

Masalah terjadi ketika kepindahan istri ke lingkungan Kab. Bogor (bukan Kodya) karena saya harus kembali ke daerah asal pada 2014 lalu karena pensiun. Awalnya santai saja, karena kepindahan dilakukan sebagai guru titipan, dengan pertimbangan agar cepat sembari menunggu mutasi penuh selesai. Seperti biasa, saya yang mengurusi administrasi ini, karena tak mungkin istri meninggalkan tugasnya sambil mengurusi urusan yang bisa makan waktu berbulan-bulan, belum lagi jarak dan biaya yang luar biasa kalau harus bolak-balik bogor merauke, hanya tuk sebuah surat pindah. Sampai detik inipun urusan mutasi inipun belum kelar. Luarrr biasa !

Sebagai guru titipan, urusan hak gaji masih ditanggung oleh instansi asal, dan semua lancar. Akan tetapi berkenaan dengan tunjangan sertifikasi guru, ini jadi masalah. Awalnya saya tak perhatian, akan tetapi sampai triwulan kedua pun tunjangan istri tak keluar juga. Setelah tanya sana sini, akhirnya didapatkan penjelasan dari operator serti Merauke, bahwa sistem serti ini bersifat nasional, dan tunjangan dicairkan berdasarkan inputan dari sekolah induk. Yang membingungkan adalah, sekolah induk masih Merauke (karena status masih titipan), sementara inputan serti harus dilakukan ditempat mengajar, Kab. Bogor. Jadi, praktis usulan tunjangan ini tak bisa dilakukan di Merauke. Menurut operator Merauke, yang menurut saya sangat peduli dan mau membantu, usulan ini bisa saja dilakukan di Bogor, karena bersifat nasional dengan dasar SK mutasi. Nanti bisa dikoordinasikan, sarannya.

Dengan pertimbangan itulah, urusan tunjangan saya lanjutkan di Kab. Bogor. Sekitar bulan Agustus, usulan diinputkan dari sekolah, dan saya pun menunjukkan SK titipan sebagai dasar ke operator serti Kab. Bogor. Saya juga membawa CD (compact disc) yg berisi usulan serti dari operator sekolah ke operator serti Kabupaten (padahal sudah online ???). Sampai disana, saya konfirmasi apakah usulan sudah diterima, operator bilang sudah. Merasa sudah beres, tinggal menunggu.

Tunggu punya tunggu, sampai bulan November, tunjangan tak keluar juga. Dengan heran, saya pun mencoba menanyakan lagi persoalan ini ke operator sekolah. Operator sekolah menyatakan bahwa tugas dan kewenangannya hanya menginputkan, dan hal itu sudah dilakukan. Lalu saya menanyakan hal ini ke operator kabupaten. Jawaban yang mengejutkan adalah, ia malah bertanya, surat SK mutasinya mana pak? Padahal tiga bulan sebelumnya sudah saya serahkan ke bag Kepegawaian Dinas Pendidikan tsb, dan ia pun saya konfirmasi dengan menunjukkan surat tembusan untuk istri (tembusan langsung ke operator tidak ada). 3 bulan sia-sia.

Merasa mentok, sepertinya, dari pembicaraan dengan operator merauke, saya bertanya2, apakah SK titipan seolah tak bisa jadi dasar atau tak kuat jadi dasar usulan serti. Seolah-olah operator Bogor ini meminta SK mutasi penuh atau... entahlah. Akhirnya saya berkoordinasi dengan kepala sekolah di bogor. Ia menyarankan agar diurus saja langsung ke Jakarta. Logika saya juga begitu, kalau di pusat, semua persoalan pasti lebih mudah diselesaikan, asal data2nya lengkap dan valid. Kalaupun SK titipan ini tidak terakomodasi dalam sistem, masa sih ga ada prosedurnya.

Bermodal surat dari kepala sekolah, SK ngajar dan absensi, urusan dilanjutkan kembali ke operator kabupaten pada akhir bulan November 2015. Tak lupa, operator sekolah pun menitipkan CD usulan serti untuk dibawa. Sampai didinas, Operator kabupaten pun meminta surat dari atasannya bagi kami (kebetulan ada satu rekan lagi yang tunjangannya juga belum cair) untuk dibawa ke operator pusat. Yang bikin saya heran, baru kali saat ini, operator ini menanyakan 'Surat Keterangan Pemberhentian Usulan dari Merauke' atau semacam itulah, dari daerah asal. Ia bilang kalau tak ada surat itu, ia tak akan mengusulkan. "Kenapa baru sekarang minta ya?", dalam benak saya. Merasa tak mengerti, sayapun menelpon operator Merauke, dan minta ia berkoordinasi langsung dengan operator bogor. Akhirnya, dengan janji saya urus belakangan, urusanpun dilanjutkan.

Dengan semangat 45, kami pun berangkat ke Jakarta. Hanya saja, dalam hati berkata, "semua sudah online kok masih harus begini ya? Ga kebayang kalo orang dari luar pulau harus mengurus urusan seperti ini. Habis diongkos dong! Sangat tidak mungkin. Untung saja kami lokasi dekat...". Sebenarnya sudah malas dan capek, tapi demi... masih ada harapan.

Akhirnya sampailah kita di TKP. Gedung D, Kompleks Kementrian Pendidikan Republik Indonesia tercinta. Awalnya digedung D, kita disuruh ke gedung C, dengan alasan satu pintu pelayanan. Menujulah kita kesana. Disana, setelah mengisi formulir dan menunggu antrian, petugas pun mengarahkan agar kita mengurus ke bagian Sertifikasi di gedung D lantai 12. "Lah nanti kalau ditolak?". "Bilang saja sudah dari sini, nama saya..." kata mbak petugas, ...he..he..so professional :-). Kami pun menurut kaya sapi bego (sapi emang bego ya...?).

Lolos dari resepsionis, ...yang seolah jadi penjaga gerbang keamanan negeri dari guru2 ribet yang mengurus haknya.... menuju lantai 12. Kami pun diterima oleh resepsionis di bagian Sertifikasi. Dengan menunjukkan surat mengurus serti dari Dinas Kab. Bogor beserta CD usulan dari operator kabupaten, akhirnya kami pun ...DITOLAK MENTAH2 ! Alasannya "URUSAN KAYA GINI HARUSNYA SELESAI DIDAERAH PAK !", sambil kesal petugas bag. Sertifikasi itu menjawab. Benar juga sih, dalam hatiku berkata, tapi... "Lah kalo selesai dilokasi ngapain saya repot2 ke Jakarta pak? Justru karena ga selesai itulah kita kesini, agar bisa cepat selesai !"

Debat kusirpun terjadi. Yang heran, petugas ini seolah mewakili seluruh instansi, ia yang memutuskan dan menilai. Ia menanyakan apakah operator kabupaten pernah memberi surat seperti ini (semacam report dr software sistem sertifikasi, dimana ada kotak2 terconteng jika sudah OK). Yang saya tangkap dari pembicaraan, surat itu adalah tugas operator daerah, dan juga hak pegawai (guru) untuk tahu, agar kalau ada masalah bisa diketahui dimana titik masalahnya. Kami bilang tidak pernah, dan baru sekarang kami lihat itu. Bukannya memberi solusi, petugas ini seolah hanya menyalahkan operator daerah. Seolah gedung Kementrian ini milik sendiri, tak ada orang lain, tak ada pejabat lain.

Debat sana sini tak membuahkan hasil. Resepsionis itupun dengan terpaksa menerima surat kami. Saya sendiri tak yakin petugas itu akan menindaklanjuti. Dengan kesal dan putus asa sayapun meninggalkan gedung megah itu. "Kementrian saja tak bisa menyelesaikan persoalan ! Udah gitu petugas ga profesional gitu kok ditaruh di frontline, yang notabene wajahnya Kementrian " keluhku dalam hati.

Capek, kesal, marah,..berkecamuk. Sudah tak berharap.

Kawan yang satu itu mencoba menghubungi lagi, si operator Bogor itu. Lucunya, si operator ini cuma bilang "Itulah, biar tahu !" Begitulah kira2 yg saya tangkap dr teman. Saya sendiri sudah emoh berhubungan dengan orang itu. Kok, kaya main2 ya? mempermainkan orang, melucukan hal yang tidak lucu, memain2kan hak orang lain. Sampai mengurus2 surat yang sebenarnya tak ada prosedurnya???

Kalau dibandingkan dengan operator serti Kab. Merauke, dua orang petugas yang pernah saya hadapi disana (kebetulan yang satu mutasi internal), sangat kooperatif dan sangat peduli. Meski disana terkesan terbelakang, dan orang disini seolah pintar2, persoalan yang persis sama dialami seperti istri saya ini di Merauke sudah beres. Semua kembali ke hati.

Semenjak kejadian itu, sayapun tak peduli dengan urusan serti ini. Kawan yg satu itu bilang, ia ingin sertinya cair, yah sekalipun harus "memberi". Bagi saya, HARAM !

....

Dari kejadian ini, 

1. Begitu terbelakangnya wajah administrasi PNS negeri ini. Begitu bodohnyakah Indonesia, 70 tahun lho merdeka. Kalo orang, itu usia senja ! Tapi tidak, di BUMN, perusahaan2 swastapun hal kaya gini tak terjadi. Di pemerintahan saja.

2. Praktek2 suap dan korupsi dari oknum pegawai masih akan terus berlanjut, sampai kapanpun jika sistem tak dibenahi. Sistem yg buruk ini adalah kesempatan. Mau urusan beres? Wani piro?

Tapi siapa yang peduli? Siapa yg mengawali? Hanya pemimpin yang punya nyali yang bisa mengakhiri. Tapi agak sulit berharap, budaya perkoncoan di Indonesia ini sangat kuat. Sulit diharap ada pemimpin yang benar2 kuat dan mandiri.

3. Nyerah deh... Sistem masih sangat bergantung dengan orang2. Karena hanya hati yang baik yang bisa membahagiakan, bukan sistem, mau secanggih apapun itu.

4. Umar Bakri dan ribuan PNS lainnya, berada pada posisi lemah dihadapan "negara". Kapan bangsa ini punya harga diri, berani dan percaya diri? Semua ini harus diubah. 

Ada kejadian lucu bin jengah disaat ngurus urusan serti ini. Ada seorang PNS Guru, cium tangan si operator. Operator udah kaya kyai aja :-). Entah apa maksudnya, kejadian ini saya yakin hanya ada di Indonesia ! 

Walah,..Indonesiaaaaa..indonesia... Begitu katroknyakah dikau?

Tak lagi kuberharap padamu. Ngelus dada aja, mending jual gorengan drpd jadi Oemar Bakrie.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun