"Mencari ke mana?" sahut Ali. "Kita nggak tahu Wina pergi ke arah mana tadi. Bisa-bisa malah kita yang tersesat nanti."
"Hei, lihat," Danang mengamati keadaan sekitar dengan heran, "kabutnya..."Â
Semua melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa mereka telah dikelilingi kabut yang sangat tebal.
"Kok.. aneh..." Chellin memeluk tubuhnya sendiri, menggigil.
"Nggak aneh, kok," Ali masih berusaha berpikir logis, "kabut kan memang selalu datang pada malam hari, dan kadar ketebalannya tergantung cuaca yang sedang terjadi saat ini."
"Kalau kabutnya setebal ini, aku nggak yakin kita bisa mencapai pos penjagaan tanpa tersesat," ucap Bimo ragu.
"Oh, iya. Wina punya senter kabut besar, kan, Chell?" tanya Akbar.
Chellin segera masuk ke tenda dan mencari-cari. "Nggak ada," ia muncul lagi sambil menggeleng, "sepertinya dibawa oleh Wina."
"Menurutku kita tunggu saja di sini sampai Wina kembali, atau sampai kabut menghilang dan kita bisa turun dengan aman ke pos penjagaan," kata Danang tegas.
"Heii, kalian lupa??" Chellin berseru panik, "ini Danau Lima! Kita berlima sekarang!"
 "Ya lalu? Jadi menurut kamu kita harus meninggalkan Wina?" tantang Danang pada Chellin.