Chellin, Wina, Ali, Akbar, Bimo dan Danang yang merupakan mahasiswa semester pertama di sebuah kampus di Jakarta, memutuskan untuk berlibur akhir pekan bersama di Gunung Bandang. Ketertarikan mereka terhadap lokasi tersebut berawal dari foto-foto super menakjubkan yang diunggah oleh seorang fotografer ke sebuah situs travelling yang baru saja diluncurkan. Foto-foto itu terutama menampilkan keindahan pemandangan di sekitar Danau Lima, danau luas berwarna biru kehijauan yang terletak di kaki Gunung Bandang.
"Memang benar-benar bagus yaa, pemandangannya," ucap Wina sembari memandangi air danau yang tenang, setelah mereka berlima selesai mendirikan tenda.
"Iya," sahut Ali yang berdiri di belakangnya, "pemandangan seindah ini kenapa baru terekspos sekarang ya?"
"Sebenarnya tempat ini sudah sering didatangi oleh para pencinta alam sejak dulu," ujar Danang, "namun seiring dengan meningkatnya minat untuk berwisata alam di Indonesia, lokasi-lokasi seperti ini kembali diperkenalkan kepada masyarakat luas."
"Eh, tapi, kenapa sih danau ini dinamakan Danau Lima?" tanya Chellin sembari meratakan matras tipis di depan tenda kecil yang akan ditempatinya berdua dengan Wina.
"Aku pernah mendengar cerita dari orang tuaku," sahut Akbar yang sedang sibuk merapikan kayu bakar untuk dijadikan api unggun malam nanti, "katanya, kita nggak boleh bermalam di tepi danau ini dengan jumlah tepat lima orang."
"Lho, kenapa memangnya?" tanya Chellin penasaran.
"Katanya," lanjut Bimo, "dulu sekali, pernah ada lima orang remaja anggota pencinta alam yang menghilang setelah bermalam di tepi danau ini. Kemudian beberapa tahun setelah itu, terulang kembali kejadian yang sama. Lima orang remaja yang sedang berkemah disini, menghilang begitu saja."
"Ih, kok serem, sih! Kenapa kita pergi ke sini kalau sudah tahu ada cerita seperti itu?" protes Chellin.
"Itu kan cerita lama," Bimo mengangkat bahu, "mungkin saja hanya legenda."Â
"Jumlah kita kan enam orang, Chell," ujar Akbar menenangkan.
 "Lagipula pemandangan di sini bagus banget, kan," Wina keluar dari dalam tenda dengan kamera DSLR kesayangannya tergantung di bahu. "Sayang kalau dilewatkan."Â
 Chellin mengerutkan kening tak setuju.
 "Sudah, tenang aja Chell," Wina menepuk bahu Chellin, "menurut penjaga pos di kaki  gunung ini tadi, aman kok bagi kita asalkan jumlahnya bukan lima orang."
   ***
Sore menjelang malam, Wina tak kembali juga setelah tiga jam sebelumnya minta izin menjelajah ke hutan di sekitar danau untuk mencari objek foto.
"Matahari sudah tenggelam." Bimo memandang ke ufuk barat.
"Kalau sampai malam Wina nggak kembali gimana, nih?" tanya Chellin cemas. "Kita nggak boleh berlima saja kan di sini?"
"Tenang dulu, Chel," ujar Akbar, "kita tunggu saja di sini. Kalau beberapa saat lagi Wina nggak kembali juga, beberapa dari kita harus turun ke pos penjagaan untuk melapor."
"Kenapa kita nggak pergi bersama aja?" protes Chellin.
"Kalau kita pergi semua lalu nanti Wina kembali dan mencari kita, bagaimana?" kata Ali.
"Bagaimana kalau kita saja yang pergi mencari Wina?" usul Bimo.
"Mencari ke mana?" sahut Ali. "Kita nggak tahu Wina pergi ke arah mana tadi. Bisa-bisa malah kita yang tersesat nanti."
"Hei, lihat," Danang mengamati keadaan sekitar dengan heran, "kabutnya..."Â
Semua melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa mereka telah dikelilingi kabut yang sangat tebal.
"Kok.. aneh..." Chellin memeluk tubuhnya sendiri, menggigil.
"Nggak aneh, kok," Ali masih berusaha berpikir logis, "kabut kan memang selalu datang pada malam hari, dan kadar ketebalannya tergantung cuaca yang sedang terjadi saat ini."
"Kalau kabutnya setebal ini, aku nggak yakin kita bisa mencapai pos penjagaan tanpa tersesat," ucap Bimo ragu.
"Oh, iya. Wina punya senter kabut besar, kan, Chell?" tanya Akbar.
Chellin segera masuk ke tenda dan mencari-cari. "Nggak ada," ia muncul lagi sambil menggeleng, "sepertinya dibawa oleh Wina."
"Menurutku kita tunggu saja di sini sampai Wina kembali, atau sampai kabut menghilang dan kita bisa turun dengan aman ke pos penjagaan," kata Danang tegas.
"Heii, kalian lupa??" Chellin berseru panik, "ini Danau Lima! Kita berlima sekarang!"
 "Ya lalu? Jadi menurut kamu kita harus meninggalkan Wina?" tantang Danang pada Chellin.
"Sudah, sudah," Ali melerai, "kita ikuti saja saran Danang, dengan syarat, kita harus selalu bersama. Kalau salah satu dari kita ada yang ingin buang air kecil, semua harus ikut menemani. Pokoknya, kita jangan sampai terpisah."
"Ya, ya... jangan sampai seperti di film-film horror..." gumam Chellin dengan wajah tegang, "satu persatu hilang dan tak kembali, sampai akhirnya... mereka semua menghilang."
"Sshh! Jangan bilang begitu Chel," tegur Akbar. "Sudah, pokoknya sekarang kita menghangatkan diri dulu sambil menunggu Wina."
Akhirnya mereka mulai menyalakan api unggun dan duduk mengitarinya, menunggu Wina kembali. Tetapi hingga beberapa menit menjelang tengah malam, tetap tak ada tanda-tanda keberadaan Wina.
"Bagaimana ini..." keluh Chellin ketakutan. "Wina sebenarnya kemana, ya..."
"Eh... apa itu?" Bimo menunjuk ke arah danau.
Semua menoleh.
Kabut tebal tiba-tiba menghilang dari permukaan danau, menyisakan pemandangan aneh.
Dari dalam air danau, muncul sosok-sosok gelap. Â
Lima sosok gelap berbentuk seperti manusia.
 Sosok-sosok itu melayang dalam diam di atas danau.
Ali, Akbar, Danang, Bimo dan Chellin mundur ketakutan.
Dan tiba-tiba Wina muncul dari dalam hutan di belakang mereka.Â
"Wina!" seru Chellin lega dan berlari menghampiri hendak memeluknya.
Wina mengangkat tangan mencegah Chellin mendekat, dan menatap datar kepada teman-temannya. Â
Kemudian menoleh pada kelima sosok gelap yang melayang-layang di atas danau lalu berkata, "Ambil mereka."
"Hah?"
 "Apa?"Â
 Kelima temannya menatap Wina dengan pandangan horror.
Wina tersenyum dan berucap tenang, "ini sudah tugasku sebagai penjaga Danau Lima. Memberikan pengorbanan lima orang remaja setiap lima tahun sekali. Tetapi karena beberapa tahun belakangan ini tidak ada lagi yang berani datang ke sini dengan jumlah lima orang, maka aku terpaksa turun tangan untuk memancing kalian dengan foto-foto pemandangan indah pada situs travelling yang kubuat itu. Nah, sekarang, selamat tinggal teman-teman."
Kelima sosok itu melayang mendekat.
Dan menarik lima orang remaja itu masuk ke dalam danau.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI