Kening Rara berkerut. "Tapi ... Tante pernah melihat sendiri yang namanya Bujis itu?" tanya Rara.
Aku menggeleng. "Sepertinya hanya Adit yang bisa melihatnya. Waktu itu kami berusaha nggak terlalu ambil pusing setiap Adit bicara tentang Bujis. Karena kami pikir, adalah hal biasa seorang anak kecil memiliki teman imajinasi seperti itu."
"Hmm. Kok namanya aneh yah ... Bujis ..." ucap Rara.
"Nggak tahu deh," aku mengangkat bahu, "Mungkin makhluk itu mengeluarkan suara kayak begitu. Bujiss ... Bujisss .. gitu. Anak kecil kan seringkali memanggil atau menamakan sesuatu berdasarkan bunyi atau suaranya."
Rara bergidik. "Serem iihh ..."
Aku tertawa. "Itu kan hanya dugaan Tante aja, Ra."
"Tapi Tante  yakin kan, anak itu memang Kak Adit?"
"Hmm. Meskipun aneh, tapi ... ya, itu memang Adit," ucapku, "Tante ingat betul wajah dan gerak-geriknya. Kan dulu Tante yang selalu jagain Adit setiap mama kamu lagi kerja. Tadi sewaktu melihat Tante di pintu gudang, dia juga langsung manggil Tante kan. Cara manggilnya sama persis seperti dulu kalau dia perlu sesuatu terus nyariin Tante. Adit itu anaknya lucu dan periang."
"Mama dan Papa juga sepertinya yakin kalau dia memang Kak Adit."
Aku mengangguk. "Iya. Tante juga sudah berencana untuk menghubungi rumah yatim piatu tempat kami mengadopsi Adit dulu. Untuk menanyakan soal orang tua kandung Adit. Kalau mereka masih hidup, Tante mau mengajukan permohonan test DNA. Hanya untuk memastikan aja sih."
"Lalu," Rara merendahkan suaranya, "menurut Tante, bagaimana penjelasan soal umurnya yang nggak bertambah? Apa memang ... orang yang diculik makhluk halus itu ... umurnya nggak bertambah?"