Kak Anita dan Mas Bima, masih dengan seragam kantor masing-masing, duduk terpaku di ruang tunggu rumah sakit. Tatapannya kosong.
Rara menyentuh tanganku dan berbisik. "Tantee ... please, ceritain ke akuu. Ini sebenarnya ada apaa? Anak yang di dalam itu sebenarnya siapaaa?"
Aku mengajak Rara ke kantin RS.
Â
"Ra, kamu udah pernah dengar kan, soal Adit? Kakak kamu yang menghilang waktu berumur lima tahun?"
Rara mengangguk, "Mama udah pernah cerita dulu. Mama dan Papa mengadopsi anak laki-laki umur empat tahun dari panti asuhan karena belum bisa punya anak sendiri. Tapi setahun kemudian, dia hilang."
"Iya. Nggak ada tanda-tanda perusakan di semua pintu dan jendela rumah. Adit hilang begitu saja. Padahal saat itu Mama dan Papa kamu, juga Tante, ada di dalam rumah. Papa sedang mandi, Mama dan Tante sedang masak di dapur. Terakhir Tante lihat Adit sedang main robot-robotan di depan TV. Jarak dari ruang TV ke dapur kan cukup dekat. Dan Tante benar-benar nggak mendengar suara apapun yang mencurigakan."
"Lalu ..." sela Rara, "soal gudang di bawah tangga itu ...?"
Aku mengangguk. "Selama beberapa bulan sebelum dia menghilang, kami memang memperhatikan bahwa ada perubahan pada diri Adit. Dia sering masuk ke dalam gudang yang di bawah tangga itu, dan ngobrol sendiri di dalam. Kalau kami tanya, dia selalu jawab :Â 'lagi main sama Bujis'."
"Bujis?" Rara mengangkat alisnya. "Nah kalau soal itu Mama nggak cerita. Mama cuma bilang, gudang itu ditutup karena Mama sedih, nggak mau teringat Kak Adit yang sering bermain di dalamnya."
Aku menggeleng. "Alasan sebenarnya bukan itu. Hilangnya Adit yang sangat misterius membuat kami menduga-duga. Dan setelah akhirnya Adit tak kunjung ditemukan, kami mengambil kesimpulan bahwa Adit dibawa pergi melalui gudang  oleh makhluk yang bernama Bujis itu. Sebenarnya sih, Tante dan mama papa kamu bukan orang yang superstitious. Tapi melihat kasus Adit yang sangat aneh dan tak terjelaskan ini, yah ... Mama kamu shock berat. Papa kamu juga sedih sekali. Mereka berdua sangat sayang sama Adit. Dan akhirnya, untuk melupakan semuanya, ditambah sedikit rasa takut di hati, kami memutuskan untuk menutup gudang itu."