Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gaia - 5

24 Mei 2018   09:00 Diperbarui: 26 Juni 2018   08:30 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Memang begitu sifat dasar manusia. Nah," lanjut Mimi, "Para alien itu membuat kulitku menjadi nggak belang lagi dengan cara menghilangkan semua pigmennya sekaligus. Sampai rambutku juga ikut berwarna putih. Kebalikan dari yang dilakukan oleh para dokter di Bumi yang biasanya selalu memberikan obat dan treatment khusus untuk menumbuhkan pigmennya kembali. Mungkin karena para pengelana cahaya itu memang nggak memiliki peralatan untuk menumbuhkan pigmen, atau karena mereka sudah tahu aku akan pergi ke Gaia sehingga aku nggak perlu punya pigmen lagi. Matahari disini nggak menyakiti kulit kita lho Ann. Biarpun hari sedang panas terik."

"Jadi,  menurut mereka kelainan pigmen kulit kakak itu adalah sesuatu yang harus disembuhkan ?"

"Nggak Ann. Mereka hanya mendengar suara hatiku yang terdalam. Keinginan terpendamku yang sangat ingin punya tampilan yang lebih baik. Sebenarnya para pengelana cahaya itu nggak pernah berpikir apapun  tentang kelainan fisik seperti ini, sama seperti seluruh penduduk Gaia. Selain mereka sendiri terdiri dari banyak bangsa yang berbeda-beda, mereka juga merupakan makhluk berintelegensi tinggi yang hidup dalam  tingkat kesadaran yang tinggi dimana tampilan fisik suatu makhluk sama sekali tidak mempengaruhi atau mengganggu pandangan sama sekali. Mereka melihat langsung ke dalam hati semua makhluk.  Nggak pernah sedikitpun kutangkap kilatan tatapan aneh atau heran atau jijik melihat penampilan luar suatu makhluk, seperti yang sering kuterima di Bumi."

"Kakak dulu sering mengalami hal seperti itu di Bumi ?"

"Sering Ann. Orang-orang yang terpaksa aku hadapi tanpa sempat pakai make-up dulu. Tetangga yang tiba-tiba ada perlu datang kerumah, petugas pengiriman paket, satpam, pengamen,  orang-orang yang mau minta sumbangan ... hufftt," Mimi menghela napas lagi, mengenyahkan rasa enggan, "Yang paling parah itu waktu reuni dengan teman-teman SMP.  Jadi ceritanya, kami mengadakan acara menginap dua hari di Puncak. Di sebuah villa. Tadinya sih aku malas ikut, tapi nggak enak kalau menghindari acara reunian terus-terusan. Akhirnya aku paksain diri untuk ikut. Berbekal peralatan kosmetik lengkap dari berbagai merk yang selalu kubeli dengan menghabiskan honor menulisku. Nah, waktu malam harinya, aku sudah berusaha mencari waktu dan tempat yang tersembunyi untuk membersihkan make-up dan memakainya lagi. Meksipun pasti akan aneh kelihatannya kalau ada orang yang sudah waktunya tidur tapi make-up nya masih on begitu. Eh,  tiba-tiba ada satu orang yang memergoki aku di dalam kamar ; dalam kondisi belum sempat pakai apa-apa. Akhirnya terpaksa deh aku terus terang. Memang sih, dia nggak pernah mengejek aku setelah itu. Tapi kayaknya dia cerita deh, ke teman-teman yang lain. Soalnya setelah itu aku bisa merasakan tatapan menyelidik teman-teman lain yang sepertinya berusaha mencermati wajahku diam-diam, berusaha mencari cela yang sudah susah payah aku tutupi. Sedikit saja ada gerakan pada otot wajah mereka, aku langsung bisa merasa kalau mereka sedang melihatku dengan perasaan kasihan, aneh, bahkan jijik."

"Duh ... kasihan Kakak ..." 

"Itulah manusia Bumi, Ann. Melihat hal yang tidak wajar atau aneh sedikit saja, pasti langsung bereaksi. Kalau kucing atau anjing belang-belang sih malah dianggap lucu dan imut ya. Tapi coba kalau manusia. Hmmp."

"Iya juga yah Kak ..."

"Tapi, sejak aku menderita vitiligo dulu, aku menjadi bisa lebih memandang setiap orang langsung ke hatinya. Karena aku teringat akan kondisi diriku sendiri, maka secara alami aku memperlakukan orang lain seperti aku. Aku juga baru menyadari bahwa betapa dangkalnya pemikiran manusia selama ini. Yang selalu menilai pertama kali dari tampilan. Meskipun kalian berusaha menyangkalnya, tetap saja naluri kalian seperti itu." 

"Berarti Kakak dulu sering banget merasa sedih sekali ya..."

"Iya. Rasanya capek harus menutup-nutupi terus. Tetapi untuk terbuka juga aku nggak punya keberanian. Aku ini aslinya punya sifat pemalu dan minder Ann.  Makanya jadi dobel minder deh ..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun