Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Gaia - 1

18 Mei 2018   21:00 Diperbarui: 26 Juni 2018   06:08 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

MIMI SI INTROVERT

Mimi menatap cermin dengan kesal. Sekaligus sedih. Dipulasnya lagi selapis bedak padat ke wajah ovalnya  untuk mendapatkan  hasil lebih bagus. Hmmp. Ternyata malah tambah aneh, batinnya.

Mimi melempar kemasan bedaknya asal saja ke tempat tidur.  Dihempaskannya tubuh ke atas hamparan bedcover bergambar Tinkerbell dan kawan-kawan yang sedang beterbangan di dalam hutan peri dengan riang gembira. 

Reuni SMU yang merepotkan.  Kenapa sih harus ada acara seperti ini ?  Pertemuan kembali dengan teman-teman lama yang berkedok tema 'temu-kangen' padahal semua orang tahu tujuan sebenarnya adalah ajang pamer diri. Pamer tampilan awet muda dan terawat karena mampu membayar mahal di klinik-klinik kecantikan terkemuka, pamer barang mahal, pamer jabatan dan  kesuksesan, serta pamer telah berhasil membentuk sebuah keluarga ideal nan bahagia dengan banyak anak. Masalahnya, tak ada yang bisa kupamerkan untuk saat ini. Ditambah lagi penampilanku yang kacau begini. Sudah begitu acaranya siang hari pula. Bagaimana kalau nanti ada yang memperhatikan wajahku kemudian kekuranganku ketahuan dan akhirnya malah menjadi pusat perhatian semua orang meskipun secara sembunyi-sembunyi, seperti pada acara reuni SMP waktu itu ? Aku  tidak  mau.  

Mimi bangkit berdiri dan menyimpan dengan rapi seperangkat peralatan make-up yang sesungguhnya memang tak pernah bisa menolongnya secara maksimal itu.  Ia telah memutuskan untuk tidak akan datang ke acara reuni.

Bukan keinginan Mimi untuk menyandang predikat sebagai introvert. Tetapi kondisilah yang memaksanya bertingkah laku seperti seorang penyendiri. Beberapa tahun belakangan, ia terpaksa harus menarik diri dari pergaulan karena kondisi kesehatan yang membuatnya tak percaya diri. Tak pernah ikut kumpul-kumpul dengan teman-teman lama, enggan bergaul dengan tetangga dan malas keluar rumah kalau tidak benar-benar perlu sekali. Ia lebih memilih berteman secara online dengan orang-orang dari dunia maya. Tak membuatnya terbebani dengan keharusan untuk bertemu muka.

Mimi membuka kotak pesannya.

"Hai Kak ! 'Portal Ke Dimensi Atas' bagian ketiga belum selesai yah ?  Penasaran nih dengan lanjutannya hehe..."

Sebuah pesan singkat dari salah satu teman ngobrol yang paling disukainya. Pembaca setia blog pribadinya, seorang mahasiswi semester satu di sebuah kampus swasta. Anak yang polos dan ramah. Dan pastinya penyuka tema sci-fi juga seperti dirinya. Mimi mendaratkan jemarinya di atas keyboard.

"Belum, sabar yaa. Saat ini aku sedang on process mengumpulkan data tentang seseorang yang semasa kecilnya pernah menghilang. Mumpung nara sumbernya lagi mood untuk cerita nih, jadi harus aku kejar dulu dia.  Tenang aja. Pasti aku tamatkan kok."

 

Sembari mematikan layar laptop, Mimi mendial sebuah nomor di daftar kontak smartphonenya.

"Halo, Sep ?  Jadi ketemu nggak besok ?  Kamu free kan, malam jam 7 ?"

"Iya Mbak Mi. Aku free kok. Oke besok jam 7 malam aku tunggu ya dirumah."

 

***

"Pagi itu aku lagi main sendirian di kebun Mbak," cerita Asep saat mereka duduk di teras rumahnya yang berpenerangan sedikit redup ; hal yang menguntungkan bagi Mimi, "Kebun itu tempat yang sudah biasa aku jadikan arena bermain, letaknya nggak terlalu jauh dari rumah pamanku. Waktu itu belum ada satupun teman mainku yang datang. Eh, tiba-tiba lewat Pak Barkah, jagoan kampung yang galak banget. Semua anak di kampungku takut sama dia, soalnya dia sering marah-marah tanpa sebab. Kita nggak ngapa-ngapain aja dibentak. Pokoknya ada aja salahnya. Nah, terus saking takutnya, aku sembunyi di balik sebuah pohon. Aku lupa pohon apa. Nggak terlalu besar sih, tapi pokoknya cukup untuk aku sembunyi di baliknya tanpa kelihatan. Nah setelah itu, aku nggak ingat apa-apa lagi.  Yang aku ingat cuma tiba-tiba aku terbangun di kamar dikelilingi banyak orang." 

"Kamu menghilang berapa lama ?"

"Dari pagi sampai malam, Mbak."

"Oke. Kemudian ?"

"Iya. Waktu  tiba saatnya makan siang dan aku nggak pulang juga ke rumah, ibu dan bapak jadi curiga. Lalu mulai mencari ke beberapa tempat. Ke rumah paman, ke rumah saudara yang lain, lalu rumah teman-teman main aku.  Sampai akhirnya malam tiba. Bapak dan ibu yang semakin panik minta bantuan kepada semua orang untuk ikut mencari.  Dan malam itu juga, orang-orang dewasa dibagi dalam beberapa kelompok dan berpencar sambil membawa alat-alat masak yang dipukul-pukul. Mbak tahu kan ada kebiasaan seperti itu untuk mengembalikan anak yang hilang diculik jin ?"

"Iya, aku pernah baca tentang itu."   

"Iya. Tapi cara itu nggak langsung berhasil juga Mbak. Akhirnya mendekati tengah malam, ada salah satu saudara yang mencoba mencari ulang ke rumah paman. Semua benda-benda dirumah paman dia pukul keras-keras pakai sapu lidi. Eh, tiba-tiba dia dengar ada suara-suara aneh dari bawah kursi. Waktu dilihat, tiba-tiba aku sudah ada di bawah kursi yang barusan dipukulnya. Aneh kan."

"Hmm. Kamu tiba-tiba muncul di bawah kursi ?  Setelah kursinya dipukul-pukul pakai sapu lidi ?"

"Iya Mbak. Katanya waktu dilihat di bawah kursi, aku sedang meringkuk sambil mengigau. Tapi mataku tertutup seperti orang yang lagi tidur.  Badan aku gemetar dan berkeringat banyak. Terus akhirnya aku dibawa pulang dan dimandiin sampai bersih. Baru deh setelah itu aku sadar."

"Lalu, apa  yang kamu ingat ? Tentang sosok makhluk penculiknya, atau ruangan tempat kamu dibawa ?"

"Aku nggak ingat sama sekali Mbak.  Cuma, setelah kejadian itu, entah kenapa aku jadi takut sama jarum."

"Jarum ?"

"Iya. Ibuku yang pertama kali memperhatikan. Setiap ibu lewat di depanku sambil memegang jarum untuk menjahit sesuatu, aku pasti langsung menjauh. Atau setiap mendengar bunyi jarum jatuh ke lantai, aku pasti langsung kaget. Padahal jarum itu kalau jatuh kan bunyi dentingnya halus sekali ya. Tapi aku bisa kaget sampai lompat gitu lho, Mbak."

"Hmm. Jarum ya ..." Mimi bergumam sembari mengetik di layar smartphone.

"Iya Mbak."

"Setelah kamu ditemukan, sempat dibawa ke dokter nggak ?  Untuk diperiksa apa di badan kamu ada bekas memar atau luka ?"

"Nggak dibawa ke dokter Mbak. Aku juga nggak ingat ada bekas luka atau nggak."

"Begitu ya. Lalu setelah kejadian itu, kamu menjadi punya kebiasaan atau kemampuan yang aneh nggak ?"

"Aneh gimana Mbak maksudnya ?"

"Yaa hal yang nggak wajar. Yang tadinya kamu nggak bisa, tiba-tiba jadi bisa."

"Mm ... kayaknya nggak ada Mbak. Semua pelajaran di sekolah yang susah-susah, aku tetap nggak bisa tuh. Hahaha !"

"Ooh ... hahaha !  Kasihan deh kamuu," Mimi ikut tertawa geli.

"Oh, tapi ada deh," ujar Asep tiba-tiba, "Nggak tahu ya, apa ini termasuk ke dalam hal yang Mbak maksud. Bapak yang pertama kali memperhatikan dan mempertanyakan, kok ayan aku nggak pernah kambuh lagi."

"Ayan ?"

"Iya ayan. Tahu nggak Mbak ?  Itu lho, penyakit yang bikin orang suka tiba-tiba jatuh terus kejang-kejang."

"Ooh. Epilepsi ?"

"Iya itu maksudnya Mbak. Epilepsi. Dulu waktu kecil aku sering kumat. Lagi main tiba-tiba jatuh, terus kejang-kejang. Tapi setelah kejadian aku menghilang itu, memang jadi nggak pernah kumat lagi." 

"Hmm ...," Mimi kembali mencatat dalam memopadnya, "Lalu, lokasi pohon tempat kamu bersembunyi dulu itu dimana ? Sekarang masih ada pohonnya ?"

"Wah, itu sih sudah jadi jalan raya Mbak. Jalan besar tempat Mbak turun angkot tadi lho. Pohonnya sudah nggak ada."

"Yahh, sayang sekali ya. Kira-kira posisi pohonnya di sebelah mana, kamu masih ingat ?"

"Mmm ..." Asep mengerutkan kening berusaha mengingat, "Sepertinya ya nggak jauh dari ujung gang masuknya tadi Mbak. Aku lupa posisi tepatnya. Sejak jalan raya itu dibuat, sudah banyak yang berubah Mbak. Rumahku ini aja sudah bergeser sedikit bangunannya karena menyesuaikan dengan pelebaran jalan di depan sana."

"Kalau ... rumah paman kamu tempat kamu muncul di bawah kursi itu ?  Dimana letaknya ?"

"Oh, rumah paman sudah dijual Mbak. Sekarang sudah jadi hotel dan kolam pemancingan. Yang hotelnya bagus dan luas itu tuh, yang menghadap ke jalan raya di sebelah sana itu."

"Duh. Jadi susah ya, untuk melacak pintunya ..."

"Pintu ?  Pintu apa Mbak ?"

"Ya pintu tempat kamu menghilang ke dimensi lain itu. Berarti ada dua pintu di lokasi yang berbeda kan. Tempat kamu menghilang dan tempat kamu kembali."

"Oh ... pintu. Iya Mbak, ada dua tempat berarti yah ..." 

"Ya sudah Sep, terimakasih banyak ya atas waktunya.  Nanti kalau tulisanku sudah hampir jadi, aku hubungi kamu lagi ya," Mimi bersiap pamit.

"Eh Mbak, tunggu sebentar," Asep beranjak masuk ke dalam rumah. Kemudian kembali lagi dengan membawa sebuah botol kaca kecil.

"Aku lupa menyebutkan tadi. Waktu aku ditemukan di bawah kursi, di tanganku ada benda ini," Asep mengangsurkan botol kaca itu ke tangan Mimi,"Mungkin Mbak bisa bawa ke suatu tempat untuk diteliti."

 

***

MENGHILANG

Mimi menuang isi botol kecil itu ke telapak tangan.

Lembaran itu terasa seperti kulit tebal yang telah mengering. Warnanya kecoklatan dengan permukaan berkerut-kerut.  Mimi menghirup aromanya dalam-dalam. Samar-samar tercium bau harum. Seperti bau rempah wangi yang sering digunakan untuk aromaterapi.

Mimi berbaring di tempat tidurnya sembari mengamati benda di tangannya dan membayangkan seperti apa dunia tempat benda itu berasal. 

 

Apakah tempatnya sangat jauh ?  

Seperti apa keadaan di sana ?  

Siapa saja penghuninya ?

Seperti apa wujud mereka ?

Apa yang akan kukatakan pada mereka jika aku bisa bertemu mereka ?

Dan apa yang akan mereka katakan padaku jika melihat tampilanku yang seperti ini ?

Mungkinkah mereka mau bersahabat denganku yang seperti ini ?

Aku ingin tahu semuanya tentang mereka, tentang dunianya, tentang kehidupannya.

Ingin sekali.

Sangat ingin sekali.

.

.

.

Dan malam itu, Mimi menghilang dari kamarnya.

 

 

***

Jam 12 malam, satpam di dalam komplek tempat tinggal Mimi berteriak membangunkan orang-orang.  Semua yang terbangun dan berhamburan keluar dari rumah, sempat melihat secara langsung keberadaan cahaya aneh di atas atap rumah Mimi.

Cahaya itu berwarna putih dan berukuran besar. Ia berpendar-pendar pelan, seperti sedang menunggu atau mengawasi sesuatu di bawahnya.

Beberapa orang meneriaki dan bahkan melempari cahaya itu dengan bermacam benda. Tetapi cahaya itu tak bergerak. Sang satpam yang sedari tadi berusaha menggedor pintu pagar rumah Mimi terpaksa menyerah karena tak ada jawaban. 

Kemudian tiba-tiba cahaya itu berkedip. Hanya beberapa kali.

Lalu padam.  Dan langit kembali gelap.

Para tetangga yang merasa khawatir, melanjutkan mengetuk-ngetuk pintu pagar rumah Mimi. Tetapi tetap tak ada jawaban. Dan tak ada satupun tetangga di komplek itu yang tahu nomor telepon Mimi, si gadis introvert yang hanya tinggal seorang diri di rumah setelah kepergian kedua orang tuanya.

Akhirnya atas dasar kesopanan dan positif thinking bahwa cahaya tadi itu mungkin hanya fenomena alam biasa yang tidak berbahaya, semua orang kembali ke rumah masing-masing untuk melanjutkan istirahatnya. 

 

***

 

Esoknya, saat hari telah siang dan tak terlihat tanda-tanda keberadaan Mimi, ditambah lagi lampu teras yang terus menyala sejak semalam, akhirnya para warga sepakat untuk mendobrak pintu rumah Mimi.

Rumahnya kosong.

Tak ada tanda perusakan di bagian manapun kecuali pintu yang didobrak tadi, tidak juga di bagian atap rumah dimana cahaya besar itu nampak malam sebelumnya. Tak ada yang tahu harus bertanya kemana.

Beberapa hari kemudian rekaman video singkat tentang cahaya aneh di langit yang menyertai berita tentang hilangnya seorang gadis bernama Mimi yang ternyata sempat dibuat oleh salah satu warga malam itu, tersebar luas di dunia maya. Tanggapannya sangat beragam. Mulai dari hal-hal mistis seperti santet atau teluh, lalu teori penculikan oleh alien, sampai tuduhan 'sekedar mencari sensasi' yang diarahkan kepada korban sendiri, yaitu Mimi.

Sebuah keluarga besar di luar kota memberi bantahan tegas kepada masyarakat melalui media massa,  menolak mengakui bahwa mereka adalah keluarga jauh dari Mimi. 

Dan dalam beberapa bulan, kasus misterius tersebut telah dilupakan.

Tetapi ada satu orang yang selalu mengingat kejadian itu.  Dan terus-menerus memikirkannya.

 

( Selanjutnya )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun