"Wah, itu sih sudah jadi jalan raya Mbak. Jalan besar tempat Mbak turun angkot tadi lho. Pohonnya sudah nggak ada."
"Yahh, sayang sekali ya. Kira-kira posisi pohonnya di sebelah mana, kamu masih ingat ?"
"Mmm ..." Asep mengerutkan kening berusaha mengingat, "Sepertinya ya nggak jauh dari ujung gang masuknya tadi Mbak. Aku lupa posisi tepatnya. Sejak jalan raya itu dibuat, sudah banyak yang berubah Mbak. Rumahku ini aja sudah bergeser sedikit bangunannya karena menyesuaikan dengan pelebaran jalan di depan sana."
"Kalau ... rumah paman kamu tempat kamu muncul di bawah kursi itu ? Â Dimana letaknya ?"
"Oh, rumah paman sudah dijual Mbak. Sekarang sudah jadi hotel dan kolam pemancingan. Yang hotelnya bagus dan luas itu tuh, yang menghadap ke jalan raya di sebelah sana itu."
"Duh. Jadi susah ya, untuk melacak pintunya ..."
"Pintu ? Â Pintu apa Mbak ?"
"Ya pintu tempat kamu menghilang ke dimensi lain itu. Berarti ada dua pintu di lokasi yang berbeda kan. Tempat kamu menghilang dan tempat kamu kembali."
"Oh ... pintu. Iya Mbak, ada dua tempat berarti yah ..."Â
"Ya sudah Sep, terimakasih banyak ya atas waktunya. Â Nanti kalau tulisanku sudah hampir jadi, aku hubungi kamu lagi ya," Mimi bersiap pamit.
"Eh Mbak, tunggu sebentar," Asep beranjak masuk ke dalam rumah. Kemudian kembali lagi dengan membawa sebuah botol kaca kecil.