Sembari mematikan layar laptop, Mimi mendial sebuah nomor di daftar kontak smartphonenya.
"Halo, Sep ? Â Jadi ketemu nggak besok ? Â Kamu free kan, malam jam 7 ?"
"Iya Mbak Mi. Aku free kok. Oke besok jam 7 malam aku tunggu ya dirumah."
Â
***
"Pagi itu aku lagi main sendirian di kebun Mbak," cerita Asep saat mereka duduk di teras rumahnya yang berpenerangan sedikit redup ; hal yang menguntungkan bagi Mimi, "Kebun itu tempat yang sudah biasa aku jadikan arena bermain, letaknya nggak terlalu jauh dari rumah pamanku. Waktu itu belum ada satupun teman mainku yang datang. Eh, tiba-tiba lewat Pak Barkah, jagoan kampung yang galak banget. Semua anak di kampungku takut sama dia, soalnya dia sering marah-marah tanpa sebab. Kita nggak ngapa-ngapain aja dibentak. Pokoknya ada aja salahnya. Nah, terus saking takutnya, aku sembunyi di balik sebuah pohon. Aku lupa pohon apa. Nggak terlalu besar sih, tapi pokoknya cukup untuk aku sembunyi di baliknya tanpa kelihatan. Nah setelah itu, aku nggak ingat apa-apa lagi. Â Yang aku ingat cuma tiba-tiba aku terbangun di kamar dikelilingi banyak orang."Â
"Kamu menghilang berapa lama ?"
"Dari pagi sampai malam, Mbak."
"Oke. Kemudian ?"
"Iya. Waktu  tiba saatnya makan siang dan aku nggak pulang juga ke rumah, ibu dan bapak jadi curiga. Lalu mulai mencari ke beberapa tempat. Ke rumah paman, ke rumah saudara yang lain, lalu rumah teman-teman main aku.  Sampai akhirnya malam tiba. Bapak dan ibu yang semakin panik minta bantuan kepada semua orang untuk ikut mencari.  Dan malam itu juga, orang-orang dewasa dibagi dalam beberapa kelompok dan berpencar sambil membawa alat-alat masak yang dipukul-pukul. Mbak tahu kan ada kebiasaan seperti itu untuk mengembalikan anak yang hilang diculik jin ?"
"Iya, aku pernah baca tentang itu." Â Â