"Kalau kamu mau baca, boleh kok. Nanti kalau aku sudah selesai, aku pinjami kamu deh. Yang penting jangan rusak atau kena coretan yah."
"Oh, kamu nggak suka ya Mit, kalau buku ada coretannya ?"
"Nggak suka. Kelihatan kotor jadinya."
"Aku juga sih. Tapi biasanya aku selalu menulis nama dan alamat serta nomor teleponku di halaman terakhir. Yah, sebagai tanda saja kalau buku itu milikku."
"Oh, kalau cuma seperti itu sih, nggak apa-apa. Jadi bagaimana, kamu mau pinjam nggak Har ?"
"Emm ... nggak usah deh. Kamu saja yang ceritakan lanjutannya ke aku ya ?"
"Lho ? Â Tapi itu kan kalau kita kebetulan bertemu disini. Kalau nggak, bagaimana ?"
"Kamu setiap hari pulang naik bus ini kan ? Â Di jam yang sama ?"
"Iya sih. Tapi memangnya kamu nggak ada kegiatan lain selain jalan-jalan begini ?"
"Nggak ada," jawab Hardi kalem.
Sebenarnya pekerjaan cowok ini apa sih, pikir Mita. Pengangguran yang sedang menunggu panggilan kerja ? Â Atau mahasiswa yang sekedar malas masuk kuliah ? Â Atau penjahat yang mengincar korbannya dengan cara pendekatan akrab ? Â Eh, kok jahat sekali aku, menuduh orang sembarangan. Mita merasa malu sendiri sudah mengkhayal yang aneh-aneh.