Mohon tunggu...
Yuhana Kusumaningrum
Yuhana Kusumaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Tamu di Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tujuh Putri Bintang ( fantasi ) part-2

13 Juni 2016   19:57 Diperbarui: 26 September 2017   11:12 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  Cerita sebelumnya 

Di dalam dandang nasi itu tergeletak sebutir beras dan sebuah benda berbentuk lingkaran yang mengeluarkan pendar cahaya biru terang. 

Detik berikut setelah Jaka Tarub membuka tutup dandang, di sekitar sebutir beras itu tiba-tiba  bermunculan butiran-butiran beras lain.

Muncul begitu saja entah darimana. Semakin lama semakin banyak.

 

“Apa itu ?”

Jaka Tarub terkejut.  

Ia tak menyadari tamu-tamunya sudah berdiri di belakangnya. Dan ikut melihat kejadian aneh tersebut.

“Benda apa itu ?”  

“Apa yang terjadi pada beras itu, Jaka ?”

“Bagaimana bisa begitu ?”

“T… tunggu sebentar teman-teman,” ujar Jaka Tarub sambil menutup kembali dandang nasi itu.  

Tetapi percuma.

Keempat orang itu mundur seketika.

Menatap bergantian ke arah Jaka Tarub dan dandang nasi dengan wajah ketakutan.

“I… itu sihir !”

“Siapa sebenarnya istrimu itu, Jaka ?”

“Dia penyihir !”

“Ayo kita pergi !  Aku tak mau disihir !”

 

Tiba-tiba Nawangwulan masuk dari pintu belakang sambil menggendong Nawangsih.  Dan langsung bertatapan dengan keempat orang itu.

“Hiih !!  Penyihir !”

“Jangan dekati aku !”

“Ayo lari !”

Dan mereka berlari tunggang langgang.

 

Nawangwulan menatap dandang nasi di atas tungku yang tidak tertutup dengan rapat.

 

“Suamiku……..  Apa yang telah kau lakukan ??”

“M…. maafkan aku, istriku. A… aku…. aku tidak sengaja.…. “

 

Dan dalam waktu singkat seluruh desa telah mengetahui kejadian itu.

 

*******

 

Sudah lima hari Nawangwulan mengurung diri di rumah bersama Nawangsih.

Sementara di luar sana semua orang tak henti-hentinya membicarakan dirinya.

Meskipun suaminya tidak pernah mengatakan apa-apa setiap pulang dari berburu di hutan, namun dari wajahnya yang tampak bingung dan murung, ia tahu Jaka Tarub juga sedang kerepotan menghadapi serangan pertanyaan dan mungkin tuduhan dari para penduduk desa.

Pernah sekali Nawangwulan mencoba berjalan-jalan diluar dengan Nawangsih. Tetapi semua orang yang bertemu dengannya segera pergi menghindar.

Rasa takut tergambar jelas di wajah mereka. Mereka yang sebelumnya selalu bersikap baik dan ramah padanya.

Nawangwulan tidak marah pada Jaka Tarub.

Ia hanya menyesali semua yang telah terjadi.

Dan merasa sangat sedih.

 

*******

 

“Istriku….. mungkin kita bisa menjelaskan pada mereka bahwa benda yang kau miliki itu bukan benda sihir……” kata Jaka Tarub suatu malam.

“Lalu, benda apa misalnya ?  Apa yang harus kukatakan pada mereka ? Aku tidak bisa menjelaskannya, suamiku.  Ini belum waktunya. Aku akan merusak keteraturan yang ada. Melangkahi segala tahapan yang sudah terencana dengan rapi dan membuatnya kacau. Aku tidak bisa.”

“Maafkan aku istriku…. Aku benar-benar minta maaf….”

 

*******

 

Nawangwulan pergi ke lumbung untuk mengambil beras.

Persediaan beras mereka semakin lama semakin menipis karena ia sekarang harus memasak dengan cara biasa. Ia tak mau mengambil resiko apapun lagi.

Ia membungkuk untuk menyendok beras yang sudah hampir mencapai dasar tempat penyimpanan beras. 

Sesuatu berwarna ungu mencuat dari dalamnya.

Nawangwulan menarik benda itu.

 

Sayap miliknya yang hilang.

 

.......

 

Sebenarnya sejak awal Nawangwulan sudah menduga kalau Jaka Tarublah yang mengambil sayapnya. Mengingat hanya ia satu-satunya penduduk desa yang berani masuk ke dalam hutan angker itu bahkan di malam hari.

Namun ia tidak tahu dimana suaminya menyembunyikan sayap itu. Dan ia memang merasa tidak perlu lagi mencari tahu karena saat itu ia telah jatuh cinta pada Jaka Tarub dan berencana untuk membina rumah tangga dengannya.

Tetapi  dengan ditemukannya sayapnya kembali,  dan kondisi di desa yang sudah tidak nyaman lagi, Nawangwulan merasa mungkin memang sudah saatnya ia harus pulang.

 

*******

 

Malam pergantian musim.

Merope menggali tanah dalam-dalam di dekat danau.  

Memasukkan sesuatu kemudian menimbunnya lagi dengan tanah.

 

Merope ?

Kak Taygeta ?

Kau baik-baik saja ?  Electra memprediksikan sesuatu yang buruk tentangmu.  Apa yang terjadi ?

Ini….. ini semua salahku kak.  Aku mencoba menggunakan Gelang Regenerasi-Pengganda dari Kak Sterope untuk memasak nasi.  Dan…

Sterope dan Maia bergabung.

Sterope   :  Hebat Merope ! Bagaimana hasilnya ?  Apakah berhasil ?  

Electra, Alcyone dan Celaeno bergabung.

Merope  : Berhasil kak.  Sudah melalui test kelayakan penggunaan.  Tapi bukan itu masalahnya. Beberapa orang tanpa sengaja melihat gelang itu bekerja dan sekarang seluruh penduduk desa sudah mengetahuinya. Mereka mengira aku penyihir atau semacamnya. Padahal selama ini aku sudah berusaha menyembunyikannya bahkan dari suamiku sendiri…..

Electra     :  Iya kan ?? Apa kataku ??  Sudah kupredisikan sejak awal kau akan terkena masalah !!

Celaeno   :  Siapa saja yang sudah melihat gelang itu Merope ?

Alcyone   :  Wah, kau dalam kesulitan Merope.

Maia       :  Kau tidak mengatakan pada siapapun apa sebenarnya kegunaan gelang itu kan Merope ? Kau bisa terkena sanksi pelanggaran pasal Penggunaan Benda-Benda Spesifik…

Electra   :  Hei !! Kalian kenapa santai sekali sih ??  Ini bukan sekedar tentang persoalan pelanggaran peraturan Penggunaan Benda-Benda Spesifik di tempat-tempat yang tidak diperbolehkan !!  Apa kalian tahu apa yang bisa terjadi pada diri Merope selanjutnya ??

Merope   :  Aku tahu kak.  Di belahan bumi bagian lain, orang yang dituduh sebagai penyihir biasanya akan dibakar hidup-hidup. Aku tak tahu bagaimana dengan di tempat ini.  Tapi saat ini semua orang menjauhiku. Kecuali suamiku dan Nenek Imas.….

Sterope   :  Apaaa ?? Dibakar  hidup-hidup ?

Maia    :  Oh, ya ampunn…! Ya aku ingat. Aku juga pernah mendengar tentang itu. Aduh, bagaimana ini ?

Taygeta  :   Itu mengerikan sekali !

Celaeno   :  Tidak mungkin !  Separah itukah ?

Electra  :  Dan kau akan diincar !  Orang-orang yang menginginkan gelang itu akan membahayakan nyawamu ! Meskipun mereka tak tahu apa kegunaannya tapi tetap saja mereka akan berusaha mendapatkannya !  Akan terjadi kericuhan dimana-mana dan hidupmu tidak akan pernah tenang lagi !  Kau seharusnya sudah tahu inilah resikonya kalau berurusan dengan manusia bumi !  Mereka tidak bisa berpikir dengan baik !  Entah terbuat dari apa otak mereka itu !

Sterope   :  Tentu saja terbuat dari bahan yang sama dengan kita, kak. Dan mereka bukannya tidak bisa berpikir dengan baik. Mereka saat ini masih berada dalam urutan rantai evolusi yang belum memungkinkan mereka untuk memaksimalkan kembali fungsi otaknya sehingga tidak bisa menerima hal se….

Electra    :  Diam Sterope !  Aku tak perlu penjelasan ilmiahmu itu !

Merope   :  Maafkan aku, kak…. Aku hanya berusaha menjadi istri yang baik…. Yang bisa membantu suami meringankan beban hidup sehari-hari…..

Electra   :  Hah !  Membantu suami ? Lalu ??  Memangnya suamimu bisa memberikan bantuan apa kalau nanti semua manusia sudah mulai berlomba mencarimu untuk mendapatkan benda itu ??  Tinggal tunggu waktu saja sampai berita tentangmu menyebar ke seluruh bumi dan mereka akan memburumu seperti binatang !

Maia     :  Tahan sedikit, Electra ! Kau menghabiskan energi Taygeta dengan emosimu itu.

Sterope   :  Dimana gelang itu sekarang Merope ?

Merope   :  Sudah kukubur di dalam hutan ini, kak. Oh ya, dan aku juga sudah menemukan sayapku.

Electra    :  Dan dimana kau menemukannya ?

Merope   :  Eh…. itu…. suamiku yang…

Electra    :  Nah, benar lagi kan ?? Apa kataku ??

Maia     :  Sssshh !  Itu tidak penting lagi Electra. Kalau begitu Merope, sekarang segeralah pulang dan jangan sekali-kali kau keluar rumah tanpa penjagaan dari suamimu. Dan selagi kami mencari cara untuk menjemputmu, datanglah setiap malam ke tempat ini. Mengerti ?

Sterope  :  Dan jangan lupa makan yang banyak Merope !  Aku  sedang membuat sesuatu untukmu !

Hubungan terputus.

 

*******

 

 

PUSAT KENDALI GUGUSAN. MARKAS PLEIONE.

 

Pleione berdiri tegak di hadapan keenam putrinya dengan wajah diliputi kemarahan.

“Apakah kalian sadar, konsekuensi apa saja yang akan aku dan ayah kalian terima jika seluruh kejadian ini sampai diketahui orang lain ?  Pihak berwenang ?  Disaat situasi sedang kacau seperti sekarang ini ?”

Suasana hening.

“Bepergian keluar gugusan tanpa ijin melalui jalur yang belum dijamin aman oleh Divisi Pertahanan, membawa alat-alat bantu baru yang belum terdaftar, menggunakannya di tempat yang belum teredukasi tentang keberadaan kehidupan di seluruh alam semesta, meninggalkan saudarimu sendirian disana, lalu mengijinkannya menikah dan memiliki anak dari seorang manusia bumi ?  Ada berapa kesalahan dan sub-kesalahan di dalamnya ? Coba kalian hitung !”

“Maafkan aku ibu, ini semua kesalahanku karena tidak bisa menjaga dan  mengarahkan adik-adikku,” jawab Maia.

“Ini salahku juga ibu, aku tidak menegaskan prediksiku tentang hal ini,“ sahut Electra.

“Kami akan mencari jalan keluarnya ibu,” ujar Taygeta.

“Bukankah kalau kalian memang bisa mencari jalan keluarnya seharusnya sekarang Merope sudah ada bersama kita disini ?”

Semua terdiam.

 

Jenderal Elqiyore memasuki ruangan.

“Maaf Nyonya Pleione, Tuan Atlas sebentar lagi tiba.  Saat ini sudah memasuki Atmosfer Aldegarde. Harap nyonya segera hadir di Ruang Penyambutan.”

“Terimakasih Elqiyore. Aku segera kesana.”

“Baik, nyonya,” jawab Jenderal Elqiyore sambil membungkuk memberi hormat.  Melirik sekilas ke arah Electra kemudian meninggalkan ruangan.

 

Pleione menatap wajah keenam putrinya lekat-lekat.

“Bawa Merope pulang segera sebelum ayah kalian mengetahui semuanya. Bagaimanapun caranya.”

“Baik ibu,” jawab mereka serempak.

 

…….

 

“Apa yang harus kita lakukan sekarang ?” keluh Taygeta.

“Apa kita harus nekat menerobos penjagaan ?” usul Sterope.

“Dan kau akan langsung berubah menjadi debu halus yang bertebaran di angkasa. Perintah penghancuran bagi siapa saja yang melintas di perbatasan tak bisa dikecualikan. Kalaupun kita memohon, mungkin ayah sendiri yang akan mengubah kita menjadi debu karena sudah membuat malu di mata anak buahnya karena meminta pengecualian,” ujar Maia.

“Betul. Hal  yang paling dibenci oleh ayah di alam semesta ini adalah pemanfaatan kekuasaan oleh orang-orang terdekat,” sahut Alcyone.   

“Ssst…. dengar semua, “ Celaeno menarik saudari-saudarinya ke sudut yang sepi, “Aku baru saja mendapat informasi. Ada sebuah jalur evakuasi rahasia di perbatasan Atmosfer Spherollux. Ujung bagian luarnya langsung mengarah ke Portal Cyenne yang kita lalui waktu itu.  Dekat sekali jaraknya. Kita tak akan sempat terlihat dari stasiun penjaga terdekat. Dan area itu memang bukan termasuk target pengawasan karena tidak ada yang bisa melewatinya kecuali kondisi sudah dalam keadaan darurat perang tingkat tinggi.”

“Dan kita bisa pergi melaluinya ?”

“Bisa kalau kita berhasil mendapatkan kunci perisainya,” jawab Celaeno.

“Dan siapa pemegang kuncinya ?”

“Jenderal Elqiyore.”

Semua serentak menoleh ke arah Electra.

 

…….

 

Electra melangkah tergesa menghampiri kelima saudarinya.

“Bagaimana kak ?”

“Jenderal Elqyore setuju untuk membantu kita membukakan kunci perisainya,” jawab Electra dengan wajah bersemu merah, “Tapi ada satu masalah.”

“Apa itu ?”

“Di sepanjang jalur itu ternyata dipasangi sensor mega-magnetik yang terhubung langsung dengan Markas Pusat Kendali Gugusan. Kalaupun berhasil melewatinya, kita akan tetap ditembak hancur pada detik kita keluar dari ujung bagian luarnya karena alat sensor itu secara otomatis mengirimkan data ke Ruang Kontrol Pusat tentang keberadaan pesawat kita.”

“Aduhh…. lalu bagaimana ?”

“Itu mudah !  Kan ada pesawat Kak Maia. Sistemnya masih manual. Sensor tidak akan mendeteksi keberadaannya,” kata Celaeno.

"Kau yakin Celaeno ?" tanya Electra.

"Percayalah padaku kak. Kakak tidak lupa kan, sudah puluhan tahun aku bekerja di bidang ini ?" jawab Celaeno yakin.

“Baiklah. Kalau begitu....,” Electra menatap Maia, “Pinjami aku pesawatmu kak."

“Apa ?” Maia membelalakkan mata tak percaya, “Kau Electra ?”

“Apa aku  tak salah dengar ?  Kak Electra kan benci sekali dengan kendaraan kuno Kak Maia,” Alcyone mengangkat alis keheranan.

“Bukan saatnya untuk itu.  Saat ini prioritas kita adalah menjemput Merope secepatnya. Serahkan saja padaku,” ujar Electra.

“Kau sendiri saja ?  Apakah tidak apa-apa Electra ?” tanya Maia cemas.

“Jenderal Elqiyore akan membantuku kak. Dan tidak akan ada yang merasa curiga melihat kami berdua karena kami sudah biasa bepergian bersama untuk urusan pekerjaan," jawab Electra.

“Kalau begitu akan kubekali kau dengan petunjuk perjalanan dan cara menjalankan mesinnya kak,” ujar Celaeno dan langsung bergegas pergi menuju kabinnya.

“Dan aku akan mencari cara menyibukkan ayah supaya beliau tidak menyadari bahwa dua orang anaknya tidak berada di markasnya masing-masing,” kata Maia.

“Dan aku punya sesuatu untuk Merope yang akan kutitipkan padamu kak, “ ujar Sterope.

“Aku juga, “ kata Taygeta.

 

*******

 

Nawangwulan melayangkan pandangan ke sekelilingnya.  Sawah, kebun, sungai dan rumah-rumah penduduk.  Tempat-tempat dimana ia belajar banyak hal sekaligus mendapatkan pengalaman baru.

Hatinya terasa berat.  Ia sudah merasa betah sekali disini. Desa ini adalah rumah kedua baginya.

Ia membelai lembut pipi Nawangsih yang berada dalam pelukannya. Air matanya merebak.

Ia tak mungkin membawa Nawangsih pulang.

Tapi bagaimana nasib Nawangsih nanti ?  Nawangsih masih membutuhkan air susunya. Dan siapa yang akan memandikannya ?  Siapa yang akan menyanyikan lagu pengantar tidur untuknya ?  Jaka Tarub pasti tak sanggup mengurusnya sendirian.

“Jangan khawatir, Nawangwulan. Nenek akan membantu mengurus Nawangsih. Dan menjaganya sampai ia besar nanti,” ujar Nenek Imas yang tiba-tiba sudah berdiri sebelahnya.

Cepat-cepat Nawangwulan menghapus air matanya.

“Tapi…. ia akan dibenci oleh semua orang, nek… Dia tidak akan punya teman…..”

“Kenapa kau berpikir begitu ?” tanya Nenek Imas.

Nawangwulan menoleh ke belakang.

Beberapa orang menatapnya dari halaman rumah masing-masing tanpa mengatakan apa-apa. Beberapa lagi yang sedang berada di jalan segera bergerak menjauh agar tak perlu lewat dekat dengannya.

Nenek Imas tersenyum.

“Tidak.  Mereka tidak akan membenci Nawangsih. Merekapun tidak membencimu. Yang kau lihat itu hanyalah perwujudan rasa takut akibat ketidaktahuan mereka. Ditambah dengan ungkapan iri hati dari segelintir orang yang semakin memperburuk keadaan. Mereka hanya tidak mengerti. Belum mengerti. Untuk saat ini.”

Nawangwulan menatap Nenek Imas.

“Apakah nenek mengerti ?”

Nenek Imas tersenyum lagi.

“Kau tidak akan ingin semua orang bisa mengerti, Nawangwulan. Bukankah hal itu justru akan berbahaya bagimu ?”

Nawangwulan mengangguk.

“Pulanglah, nak. Nenek tahu ada keluargamu yang sedang menunggu di luar sana. Dan nenek yakin setelah kau  tak ada, semua orang akan merindukan dirimu. Ketulusan dan budi pekerti baik yang telah kau tunjukkan selama ini, akan membuatmu dikenang sebagai bidadari dari khayangan yang telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi desa kami.”

“Nenek Imas….” Nawangwulan menangis haru dan memeluknya, “Nenek sudah menjadi orang tuaku selama aku berada disini. Terimakasih banyak, nek….”

 

*******

 

Nawangwulan dan Jaka Tarub berdiri bersisian di tepi danau sambil menggendong Nawangsih.

“Apakah malam ini mereka akan datang ?” tanya Jaka Tarub.

“Aku tidak tahu, suamiku. Mari kita tunggu saja.”

 

…....

 

Merope ?

Kak Electra ?  Kaukah itu ?

Aku sudah berada di atas danau. Aku turun sekarang. Siapkan sayapmu.

Baik, kak !

 

“Kak Electra telah datang,” kata Nawangwulan.

“Kak Electra ?  Apakah dia…. kakakmu yang pemarah itu ?” tanya Jaka Tarub hati-hati.

Nawangwulan tertawa.

“Jangan khawatir, suamiku. Meskipun wataknya keras, namun hatinya sangat baik.”

 

Seberkas cahaya tiba-tiba muncul di antara pucuk-pucuk pohon tertinggi dan kemudian melayang  turun mendekati mereka.

“Merope !”

Electra dengan sayap jingganya yang menyala-dalam-gelap mendarat di tanah.

“Kak Electra !”

Merope berlari menghampiri Electra dan mereka berpelukan.

“Kakak datang sendiri ?  Kakak membawa pesawat siapa ?”

“Aku pinjam milik Kak Maia. Kami tak bisa datang beramai-ramai Merope. Nanti saja kuceritakan. Yang terpenting, kau baik-baik saja kan ?”

“Aku baik-baik saja, kak.”

“Ah….” Electra menatap makhluk mungil dalam pelukan Merope, “Dan inikah keponakanku ?”

“Iya kak. Dia cantik kan ?”

“Benar. Dia sangat mirip denganmu sewaktu masih bayi. Cantik sekali, “ Electra menggendong Nawangsih dan menimangnya.

“Kau terlihat berbeda Merope, “ Electra mengamati adiknya dari atas sampai bawah, “Kau tampak…. dewasa.”

“Ah kakak,” Merope tersipu, "Aku kan memang sudah berkeluarga dan memiliki anak.”

“Kau juga tampak lebih tenang dan bijaksana,” Electra tersenyum sembari mengangsurkan Nawangsih kembali ke pelukan Merope.

“Oh ya. Ini ada titipan dari Sterope dan Alcyone untukmu,” Electra menyelipkan sebuah tabung besar mirip kaleng ke tangan Merope.

“Apa ini, kak ?”

“Baca saja petunjuknya, dan cepat lakukan di sebelah sana. Kita harus segera berangkat. Sementara itu aku akan bicara sebentar dengan dia, “ Electra melirik ke arah Jaka Tarub.

 

Jaka Tarub yang sejak tadi hanya diam mendengarkan pembicaraan kedua kakak beradik yang tak dimengertinya itu, sedikit terkejut ketika Electra datang menghampirinya.

Hei kau. Pencuri.

Namanya Jaka Tarub, kak. Dan dia tak pernah bermaksud mencuri sayapku.

Ya, ya. Aku tahu. Kau diamlah dulu disana Merope.

 

Electra menatap Jaka Tarub.

Hei, Jaka Tarub. Kau bisa mendengarku ?

Jaka Tarub menoleh ke kiri dan ke kanan.  Bingung mencari asal datangnya suara yang tiba-tiba muncul di dalam kepalanya.

Kau melihat kemana sih ?  Aku ini berdiri di depanmu !

“Oh…. suara itu…. kakak yang bicara padaku ?”

Jangan bicara dengan mulutmu. Aku tak mengerti bahasa kalian. Cobalah bicara dengan pikiranmu dan konsentrasikan padaku.

Jaka Tarub diam dan mencoba.

 

Seperti ini ?

Ya, seperti itu.  Ternyata kau bisa melakukannya dalam waktu singkat.

Ini…… luar biasa !

Nah, Jaka Tarub. Aku ingin menyampaikan ucapan terimakasih padamu. Dariku, dan dari saudari-saudariku yang lain. Karena kau telah menjaga Merope selama ia tinggal disini.

Ah, tak perlu berterimakasih kak. Aku benar-benar mencintai Nawangwulan. Dia adalah istri yang sangat sempurna bagiku.

Dan aku yakin dia juga sangat mencintaimu. Tapi kau tahu kan, kalian tak bisa bersama untuk seterusnya ?

Ya, aku sudah tahu.  Tetapi tetap saja sangat menyedihkan membayangkan tak bisa bertemu lagi dengan istri yang kucintai.

Tak perlu sedih. Adikku Taygeta akan membantu kalian berdua supaya bisa tetap berkomunikasi meskipun hanya pada setiap satu malam saat pergantian musim.

Oh…. benarkah ?

Mungkin kau sudah pernah mendengar dari Merope bagaimana cara melakukannya ?

Ya. Nawangwulan baru saja menceritakannya saat kami tiba di tempat ini. Apakah aku juga bisa melakukannya ?

Bawalah Nawangsih bersamamu setiap malam-malam tersebut. Supaya Merope bisa menyanyikan lagu pengantar tidur untuknya. Aku yakin Nawangsih akan bisa mendengarnya dari sini. Aku merasakan energi yang sangat kuat dari dalam tubuhnya. Kemudian apabila kondisi di tempat tinggal kami sudah aman kembali,  kami akan mengusahakan supaya Merope bisa datang kesini di saat-saat tertentu untuk bertemu denganmu dan Nawangsih. Tetapi sementara hal itu belum bisa terlaksana, Nawangsih diharapkan bisa bertahan dengan bantuan alat dari Sterope dan Alcyone.  Dan ingat. Semua tindakanmu ini harus kau lakukan dengan sangat hati-hati. Jangan sampai ada yang melihat dan menimbulkan kehebohan lagi.

Baik.  Terimakasih Kak… mm… Electra.  Dan juga untuk semua kakak-kakak disana.  

 

Nawangwulan kembali bersama Nawangsih dan memberikan kaleng besar tadi kepada Jaka Tarub.

“Suamiku, dengarkan baik-baik. Ini adalah persediaan air susuku untuk beberapa bulan kedepan yang bisa kau berikan pada Nawangsih. Jangan pernah kau pindahkan isinya ke tempat lain, karena tabung ini berfungsi sebagai pengawet supaya air susuku tetap segar.  Di dalamnya ada alat penakar. Satu takar untuk sehari. Tidak perlu kau berikan melebihi takaran. Karena Kak Sterope telah melengkapi tabung ini dengan sel-modifikator sehingga meskipun jumlah konsumsinya sedikit, tapi tetap  bisa mencukupi kebutuhan gizi dan nutrisi harian bagi tubuh Nawangsih. Dan Kak Alcyone juga sudah membuat tabung ini sedemikian mirip dengan kaleng biasa yang banyak digunakan manusia di bumi sehingga tidak akan menimbulkan kecurigaan orang lain. Tetapi meskipun begitu, kau harus tetap berhati-hati.”

“Baik, istriku. Aku mengerti. Aku berjanji akan menjaga putri kita dengan segenap jiwaku.”

“Terimakasih suamiku.  Nah, sekarang aku harus pulang.”

Nawangwulan memeluk dan menciumi Nawangsih.  Lalu dengan berat hati menyerahkannya kepada Jaka Tarub.

Jaka Tarub menatap Nawangwulan. Kemudian menengadah memandang kelamnya langit malam.

“Aku akan selalu merindukanmu, Nawangwulan istriku…”

“Aku juga, suamiku Jaka Tarub. Semoga kita dapat segera bertemu kembali…”

 

Kemudian dua pasang sayap bercahaya itu terbang sampai ke pucuk pepohonan dan menghilang ke angkasa.

 

…….

 

“Kak !  Aku lupa sesuatu !”

“Apalagi Merope ?”

“Gelang Regenerasi-Penggandanya !”

“Ah biarlah.  Tak akan ada manusia yang mau menggali-gali tanah di dalam hutan angker seperti itu.”

 

E N D

 

Jaka Tarub atau Ki Ageng Tarub adalah tokoh leluhur Dinasti Mataram yang menguasai Tanah Jawa sejak abad ketujuhbelas. Tempat yang diyakini sebagai reruntuhan makamnya di Kabupaten Ngawi - Jawa Timur banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah.

Nawangsih atau Dewi Nawangsih setelah dewasa menikah dengan Bondan Kejawan, murid Ki Ageng Tarub yang merupakan putra dari Prabu Brawijaya, raja terakhir Kerajaan Majapahit.

Danau tempat mandi ketujuh putri itu diberi nama Sendang Widodaren yang artinya Kolam Bidadari, dan sampai saat ini masih menjadi salah satu tempat tujuan wisata di Indonesia.

Sementara itu tempat tinggal Dewi Nawangwulan atau Merope dapat kita lihat pada belahan langit malam sebelah utara berupa sekelompok bintang bercahaya terang yang berjarak sekitar 136,2 parsecs dari Bumi. Dalam bahasa Jawa kelompok bintang ini dinamakan Lintang Wuluh atau Lintang Kartika, sedangkan dalam istilah internasional disebut dengan Gugusan Bintang Pleiades.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun