Permusuhan Kelompok Identitas
Kita bisa melihat dengan jelas berbagai konflik yang terjadi akibat efek dari kontestasi Pilkada DKI Jakarta selama ini. Pada tanggal 12 Januari 2017, kedatangan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Tengku Zulkarnain, ke Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, ditolak masyarakat dari Dewan Adat Dayak.Â
Penolakan terjadi saat Tengku tiba di Bandar Udara Susilo Sintang, dan atas penolakan ini Wasekjen MUI berserta rombongan akhirnya tidak jadi turun dari pesawat dan langsung meninggalkan Sintang menggunakan pesawat Garuda Indonesia menuju Pontianak (tempo.co, 2017).
Kemudian pada tanggal 27 April 2017, dalam pembukaan acara naik dango atau gawai dayak di Kabupaten Landak Kalimantan Barat, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelius, menyampaikan pidato yang mengecam Wasekjen MUI dan Habib Rizieq yang dianggap telah melanggar ideologi Pancasila. Dan didalam pidato tersebut, Cornelius mengungkapkan akan mengusir Habib Rizieq jika sampai berani datang ke Kalimantan Barat (youtube.com, 2017).
Dampak dari pidatonya tersebut, pada saat Cornelis berkunjung ke Aceh dalam rangka pembukaan acara PENAS di Kota Banda Aceh, sejumlah masyarakat aceh menggelar aksi di Hotel Hermes Palace tempat dimana Cornelis menginap.Â
Masyarakat Aceh meminta kepada pihak Hotel Hermes untuk segera mengeluarkan Cornelis dari hotel tersebut karena Masyarakat Aceh tidak bersedia Cornelis datang ke Aceh. Â "Bumi Aceh haram diinjak oleh siapapun yang benci kepada Ulama dan Islam termasuk Cornelis, kami minta kepada gubernur kafir harbi itu untuk segera angkat kaki dari Aceh sebelum kami akan mengusir paksa", pungkas salah satu peserta aksi dalam orasinya (tribunnews.com, 2017).
Kemudian kejadian di Manado pada tanggal 13 Mei 2017, dimana kedatangan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah ke Manado, Sulawesi Utara, ditolak oleh masyarakat setempat. Polisi menyatakan tidak ada tuntutan dari massa selain menolak kehadiran Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah di Manado karena massa menilai Fahri Hamzah tidak toleran (detik.com, 2017).
Demikianlah, Pilkada DKI Jakarta telah menyebabkan Indonesia terbelah menjadi 2 kelompok identitas besar yang saling bermusuhan. Permusuhan dua kelompok identitas ini kita saksikan masih terus berlanjut didalam acara Indonesia Lawyer Club di TVONE, 5 Desember 2017.
Kesimpulan
Konflik berbasis politik identitas yang saat ini tercipta akibat efek dari Pilkada DKI Jakarta jika tidak segera diatasi berpotensi menyebabkan disintegrasi bangsa yang berkepanjangan. Pemerintah harus bisa merangkul kedua kelompok ini, terutama meyakinkan kelompok Islamis bahwa pemerintah bersikap netral dalam hal ini.
Perlu diadakannya konsensus diantara kedua kelompok untuk mendapatkan kesepakatan bersama agar kejadian Pilkada DKI Jakarta tidak terulang kembali kedepannya. Karena sebentar lagi Indonesia akan menghadapi pemilihan umum dan pemilihan presiden yang melibatkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Jika Pilkada DKI Jakarta saja sudah berdampak sebesar ini, kita tidak bisa membayangkan sebesar apa dampak dari pemilu dan pilpres jika polemik ini tidak segera diatasi.