Dalam kasus FS dan PC media meramaikan tentang deteksi kebohongan atau tidak dari tersangka terbunuhnya Brigafir J
Bermacam macam versi yang berkembang dan semuanya diperlukan pengakuan yang akurat untuk keadilan. Karena ada pihak yang berbohong atau memutar balikan fakta Â
Saat ini kabarnya penyidik bersama tim menggunakan alat tahun 2019. Alat ini diyakini bisa berhasil 96 persen. Mudah mudahan begitu.
Konon sudah dilakukan oleh pengadilan Jakarta Selatan dan Bali. Kasusnya  bukti pembunuhan di Jakarta Selatan dan pencabulan di Bali.
Tulisan ini tentu tidak menyoroti alat dan cara penyidik menggunakan alat tersebut.
Ini adalah tulisan umum saja tentang alat penguji kebohongan, Polygraph atau lie detector.
Di abad ke 21  pendeteksi kebohongan lebih baik  berkat pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI).
Otak kita memang lebih mungkin untuk mendeteksi  kebohongan dari telapak tangan kita yang berkeringat jika berbohong. Tanda tanda tubuh yang dicurigai sebagai berbohong.
Di beberapa negara seperti Perancis, pendeteksi kebohongan tidak memiliki nilai pembuktian di pengadilan. Karena itu  tidak digunakan selama interogasi.
Di Swiss, kasus hukum Pengadilan Federal melarang penggunaan pendeteksi kebohongan (poligraf)
Beberapa keandalan detektor kebohongan telah dikritik karena
beberapa individu yang sangat terlatih mungkin bisa membuat keliru mesin deteksi.
Parameter utama atau ukuran yang digunakan oleh detektor kebohongan  adalah: detak jantung, konduktansi kulit, laju pernapasan, suhu tubuh, tekanan darah, dan diameter pupil.
Kalau dalam cerita pinokio mungkin mudah, kalau ia berbohong hidungnya menjadi panjang.
Namun dalam hal ini, mesin mendeteksi jantung berdetak lebih cepat, berkeringat lebih keras, bernapas lebih cepat.
Pada perubahan psikofisiologis inilah pendeteksi kebohongan, mendeteksi melalui alat yang  disebut poligraf.  Polygraf  juga mendeteksi potensi kebohongan melalui pupil mata.
Namun diakui juga, Â tidak ada bukti bahwa perubahan fisiologis berhubungan langsung dengan emosi yang mendasarinya.
Eksperimen lain juga menunjukkan bahwa beberapa individu dapat mengendalikan diri dengan sempurna, sementara yang lain, yang cukup polos, menunjukkan diri mereka sangat tertekan dengan prosedur ini.
Karena berbagai alasan inilah pemeriksaan poligraf, meskipun dapat diandalkan jika dilakukan secara serius, tidak memiliki nilai pembuktian yang cukup.
Hal ini juga tidak wajib, beberapa hal poligraf membutuhkan persetujuan penuh dari tersangka agar dapat melakukan percobaan secara efektif.
Duduk di kursi yang menyerupai kursi dokter gigi, tersangka kemudian harus menjawab serangkaian pertanyaan yang sangat tepat yang diulang beberapa kali mengenai fakta.
Pemeriksa poligraf akan mengamati pertanyaan-pertanyaan yang paling membuatnya bereaksi dan menantang atau paling mengkhawatirkannya. Tugasnya kemudian adalah menafsirkan reaksi-reaksi ini untuk melihat kebenaran (keadilan.)
Alat  pendeteksi kebohongan, ini ditemukan pada tahun 1921 oleh seorang mahasiswa kedokteran Kanada.
 Tapi jauh sebelum itu, teknik itu sudah ada; beberapa tulisan mengungkapkan bahwa selama Abad Pertengahan, hakim memaksa tersangka menelan tepung untuk menghitung pengeringan mulut mereka.
Dinegara seperti Ukraina , hasil tes poligraf dianggap sebagai bukti yang dapat digunakan di pengadilan.
Di Amerika Serikat polyligraf tidak digunakan sebagai subjek hukum tapi digunakan sebagai bagian dari proses rekrutmen. Test bagi orang orang yang ingin bekerja untuk pemerintah.
Melihat cara kerja Polygraph, ketika dilakukan adalah  mengukur denyut nadi, tekanan darah, dan laju pernapasan.
Jika faktor yang diukur mulai melonjak, pemeriksa mungkin menyimpulkan  bahwa seseorang itu berbohong.
Pada tahun 80-an, psikolog David Lykken  mengklaim bahwa tingkat efektivitas poligraf adalah sekitar 70% Kini mungkin sudah naik.
Dalam mengajukan pertanyaan misalnya untuk kasus seperti penembakan  dimana kejadian sebenarnya penembakan tersebut.
Jawabannya dibuat daftar kemungkinan jawaban.
Ditempat lokasi Magelang atau di Duren sawit. Lalu alat ini mengungkapkan  dengan mengukur reaksi fisiologis tersangka yang ditanyai.
Metode seperti ini saat ini digunakan oleh polisi Jepang.
Ingatan bukanlah elemen yang mudah untuk dianalisis. Ada resiko seseorang yang ditanyai  bereaksi dengan cara yang berbeda.
Pada pokoknya,  reaksi  memori yang dirangsang, pernapasan dan detak jantung  berubah ketika orang  mencoba menyembunyikan atau berbohong  ketika mereka sebenarnya  mengetahui sesuatu.
Mungkinkah nantinya hasil penyidik dapat dilakukan bukti Polygraph dan lie detektor di pengadilan menjadi kejadian menarik untuk diamati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H