#5 Chairil Aku si Binatang Jalang " Mirat Pergi,Chairil Pergi.."
Sekarang Chairil bisa datang ke rumah Sumirat. Itu juga rumah saudaranya pegawai pengadilan.
"Aku suka pencuri, tapi bukan seperti kamu..." Kata Sumirat ketus.
"Apa.? " Chairil membelalakan mata
"Mencuri itu terhormat, bukan jemuran, mencuri benda sangat berharga dari orang kaya korup dan bagi kepada yang berhak.."
"Aku tidak mencuri..." bentak Chairil.
"Apa polisi bodoh?"
"Polisi tidak adil, dia menyuruh aku mengakui apa yang tidak kulakukan.. ," jawab Chairil lagi.
"Mungkin aku tidak bergaya seperti mahasiswa..," Chairil memelas.
"Kamu berpakaian sembarangan, anak muda itu harus necis.."
"Aku tidak necis?" Tanya Chairil.
"Lihat sendiri, orang yang menilai..
" Orang menilai dari luar tidak didalam, " keluh Chairil.
"Ayahku juga begitu, jika kamu bertemu dia kamu 'habis'..." ujar Sumirat.
"Dia suka orang bekerja dan berpendidikan..," Sumirat mengaku.
"Aku bekerja.."
"Di penyiar radio? Tapi cuma tidak tetap.."
Chairil tidak menjawab lagi
"Aku mau lihat ayah kamu," ujar Chairil Anwar.
"Kamu berani?"
"Berani," seru Chairil lagi.
Sumirat terdiam. Menjumpai ayahnya harus naik kereta api di Jawa sana.
Chairil berani pergi ketempat Sumirat.
puisi.
Dalam kereta.
Hujan menebal jendela
Semarang, Solo..., makin dekat saja
Menangkup senja.
Menguak purnama.
Caya menyayat mulut dan mata.
Menjengking kereta. Menjengking jiwa,
Sayatan terus ke dada.
15 Maret 1944
(Chairil Anwar )
Ketika Sumirat pulang kampung ke Paron, suatu desa di Madiun, Jawa Timur, Chairil menyusul dan sempat tinggal beberapa hari.
" Jadi kamu penulis? Pengarang? Seperti Hamka atau Abdul Muis atau Sutan Takdir ?" Tanya ayah Sumirat.
"Puisi.." jawab Chairil.
Ayah Sumirat menghela napas. Namun ia suka kejujuran Chairil.
"Aku suka kalau kamu punya pekerjaan tetap, " kata ayah Sumirat RM Djojosepoetro tersenyum.
"Harus memiliki pekerjaan tetap.."
Sang ayah
memberikan restunya dengan syarat itu.
Chairil kembali ke Jakarta setelah beberapa hari di Madiun.
"Ayahmu sama dengan pujangga baru.." Kata Chairil.
"Dulu Pujangga Baru menganggap sastrawan itu cuma menulis karya sastra, cerita pendek tidak termasuk.."
"Apa yang kamu katakan?" Tanya Sumirat.
"Kini Pujangga Baru mengakui penulis cerpen juga sastrawan, itu setelah tulisan Soeman HS meledak dan laku dibaca.." Kata Chairil.
Sumirat tidak terlalu mengerti dengan Chairil. Namun ia mendengarkan.
Kawan Bergeloet kumpulan cerita pendek Soeman HS pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1938, laku keras dicetak lagi dan tahun 1941. Ada 12 cerita dan cerpenis itu diterima sebagai sastrawan pujamgga baru juga.
"Penuh dengan humor, muncul lagi Muhammad Kasim yang berjudul "Teman Duduk."
Chairil bercerita tentang polemik yang pernah terjadi di Balai Pustaka.
***
Chairil melambai..
Chairil kembali ke Jakarta untuk tidak kembali lagi. Mereka berpisah.
Mirat dipersunting seorang dokter tentara.
Namun Chairil Anwar tidak pernah lupa soal kenangannya dengan Mirat.
Chairil masih mengingat Mirat, mengenang saat-saat mereka masih belia.
Sajak Putih
Buat mirat tunanganku
“Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku…”
(Penggalan puisi Chairil Anwar.)
Bersambung,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI