Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Republik Donetsk dan Luhansk, Apa Itu?

25 Maret 2022   22:02 Diperbarui: 25 Maret 2022   22:57 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Ukraina kirim  militer ke kawasan timur untuk menghadapi kelompok pro Rusia di Donetsk dan Luhansk. Foto : amp dw.com

Banyak dari kita hanya melihat sisi perangnya saja ketika Putin Invasi Ukraina  tanggal 24 Februari 2022.

Tapi "carut marut" sengketa Rusia  dan Ukraina sebenarnya  jauh terjadi sebelum itu.

Sama dengan Indonesia di Papua, Ukraina juga digoncang oleh pemberontakan di wilayah Donetsk dan Luhansk.

Lebih dari 14.000 orang tewas dalam perang perlawanan pemberontak dan pasukan khusus Ukraina di Donbas dan Luhansk.

Donetsk  memiliki populasi dua juta orang dan memilki cadangan batu bara yang sangat besar.

Pemberontakan Donetsk dan Luhansk meletus, tak lama setelah aneksasi Rusia atas semenanjung Krimea

Setelah berlarut larut, terjadi perdamaian   yang dikenal sebagai Protokol Minsk

Itu terjadi pada tahun 2014  oleh Ukraina, Rusia , dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa .

Perjanjian Minsk  ditandatangani pada tanggal 5 September 2014 oleh perwakilan dari Grup Kontak Trilateral.

Perjanjian itu gagal, yang direvisi lagi  disebut Minsk II , yang ditandatangani pada tanggal 15 Februari 2015.

Inti dari perjanjian adalah, reformasi konstitusi, memberikan pemerintahan sendiri ke daerah-daerah tertentu dan mengembalikan kendali perbatasan negara kepada pemerintah Ukraina.

Apa yang terjadi setelah itu? Atas dukungan Rusia, Republik Rakyat Donetsk  dan Luhansk People Republic meproklamirkan kemerdekaannya.

Denis Pushilin terpilih pada tahun 2018, memimpin Republik Rakyat Donetsk (DNR) dan Luhansk dipimpin oleh Leonid Pasechnik untuk LPR.  

Komunitas internasional tidak mengakui kemerdekaan kedua wilayah itu.

Ukraina dan Barat menuduh Rusia membantu separatis pro-Rusia secara militer dan keuangan.

Putin tidak peduli. Ia  menandatangani dekrit  pengakuan kemerdekaan "Republik Rakyat Donetsk" dan "Republik Rakyat Luhansk"  

Vladimir Putin menyatakan bahwa Minsk "tidak ada lagi, dan bahwa Ukraina, bukan Rusia, yang harus disalahkan atas keruntuhan (Ukraina) mereka."

Rusia  mempersiapkan "perjanjian persahabatan, kerja sama dan bantuan timbal balik" dengan Donetsk serta Luhansk yang menjadi Republik.

"Rusia memiliki hak untuk membangun dan mendirikan pangkalan militer" di wilayah Ukraina timur itu.

Putin  meminta parlemen Rusia untuk meratifikasi keputusan itu sesegera mungkin.

Pada tanggal 18 Februari 2022.  Vladimir Putin  memerintahkan kementerian pertahanan untuk mengirim pasukan ke Donbass dan Luhansk.

Putin mengatakan tentara Rusia akan masuk untuk "menjaga perdamaian".

Presiden Biden  segera mengeluarkan dekrit eksekutif yang melarang investasi, perdagangan, dan pembiayaan baru oleh orang-orang Amerika di Republik Rakyat Donetsk dan  Republik Rakyat Luhansk.

 Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, "ancaman terhadap  kedaulatan Ukraina dan tidak sesuai dengan Piagam PBB."

 Kanselir Jerman Olaf Scholz  memperingatkan Putin bahwa langkah itu akan menjadi "pelanggaran sepihak" dari perjanjian Minsk yang bertujuan untuk menyelesaikan  konflik Ukraina.

Dalam sebuah pernyataan pada rakyatnya, Putin mengkritik mantan pemimpin komunis  Lenin, Dia mengatakan dia " (Lenin) menempatkan Rusia pada posisi yang kurang menguntungkan".

 “... Ukraina modern diciptakan sepenuhnya oleh Rusia, lebih tepatnya, Bolshevik,  Proses ini dimulai segera setelah revolusi 1917,” kata Putin.

Putin mengatakan bahwa Joseph Stalin, menjelang dan setelah Perang Dunia II, "telah mencaplok Uni Republik Sosialis Soviet (USSR) dan memindahkan ke Ukraina.
Dan pada tahun 1954, untuk beberapa alasan, (Presiden Uni Soviet Nikita Khrushchev) mengambil Krimea dari Rusia dan memberikannya ke Ukraina.

Rusia "dirampok" ketika Uni Soviet bubar pada 1991. Itu adalah  "bencana geopolitik," kata Putin.

Dia menyebut peristiwa 2014 - di mana pengunjuk rasa menggulingkan presiden pro-Rusia  Ukraina - sebagai "kudeta"

Putin mengklaim, tanpa memberikan bukti, bahwa Ukraina berada di bawah kendali "di luar" (NATO dan AS)

Dia mengatakan  "neo-Nazi sedang bangkit di Ukraina, klan oligarki tersebar luas.

Salah satu tujuan Rusia adalah mencegah Ukraina menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Jika Ukraina bergabung dengan NATO, itu akan menjadi ancaman langsung bagi keamanan Rusia," kata Putin

 Putin mengklaim - tanpa memberikan bukti - bahwa Ukraina berusaha memperoleh senjata nuklir. Pidatonya diakhiri dengan kata-kata: "Saya yakin saya akan mendapat dukungan dari rakyat Rusia. Terima kasih."

 Putin segera melakukan "invasi" ke Ukraina  yang kini mengalami kehancurannya.

Perhitungan Putin yang salah , ternyata tidak mudah menundukkan Ukraina. Tapi Putin sudah "kadung" melangkah dan Putin tidak mau surut. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun