Banyak dari kita hanya melihat sisi perangnya saja ketika Putin Invasi Ukraina tanggal 24 Februari 2022.
Tapi "carut marut" sengketa Rusia dan Ukraina sebenarnya jauh terjadi sebelum itu.
Sama dengan Indonesia di Papua, Ukraina juga digoncang oleh pemberontakan di wilayah Donetsk dan Luhansk.
Lebih dari 14.000 orang tewas dalam perang perlawanan pemberontak dan pasukan khusus Ukraina di Donbas dan Luhansk.
Donetsk memiliki populasi dua juta orang dan memilki cadangan batu bara yang sangat besar.
Pemberontakan Donetsk dan Luhansk meletus, tak lama setelah aneksasi Rusia atas semenanjung Krimea
Setelah berlarut larut, terjadi perdamaian yang dikenal sebagai Protokol Minsk
Itu terjadi pada tahun 2014 oleh Ukraina, Rusia , dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa .
Perjanjian Minsk ditandatangani pada tanggal 5 September 2014 oleh perwakilan dari Grup Kontak Trilateral.
Perjanjian itu gagal, yang direvisi lagi disebut Minsk II , yang ditandatangani pada tanggal 15 Februari 2015.
Inti dari perjanjian adalah, reformasi konstitusi, memberikan pemerintahan sendiri ke daerah-daerah tertentu dan mengembalikan kendali perbatasan negara kepada pemerintah Ukraina.
Apa yang terjadi setelah itu? Atas dukungan Rusia, Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk People Republic meproklamirkan kemerdekaannya.
Denis Pushilin terpilih pada tahun 2018, memimpin Republik Rakyat Donetsk (DNR) dan Luhansk dipimpin oleh Leonid Pasechnik untuk LPR.
Komunitas internasional tidak mengakui kemerdekaan kedua wilayah itu.
Ukraina dan Barat menuduh Rusia membantu separatis pro-Rusia secara militer dan keuangan.
Putin tidak peduli. Ia menandatangani dekrit pengakuan kemerdekaan "Republik Rakyat Donetsk" dan "Republik Rakyat Luhansk"
Vladimir Putin menyatakan bahwa Minsk "tidak ada lagi, dan bahwa Ukraina, bukan Rusia, yang harus disalahkan atas keruntuhan (Ukraina) mereka."
Rusia mempersiapkan "perjanjian persahabatan, kerja sama dan bantuan timbal balik" dengan Donetsk serta Luhansk yang menjadi Republik.
"Rusia memiliki hak untuk membangun dan mendirikan pangkalan militer" di wilayah Ukraina timur itu.
Putin meminta parlemen Rusia untuk meratifikasi keputusan itu sesegera mungkin.
Pada tanggal 18 Februari 2022. Vladimir Putin memerintahkan kementerian pertahanan untuk mengirim pasukan ke Donbass dan Luhansk.
Putin mengatakan tentara Rusia akan masuk untuk "menjaga perdamaian".
Presiden Biden segera mengeluarkan dekrit eksekutif yang melarang investasi, perdagangan, dan pembiayaan baru oleh orang-orang Amerika di Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, "ancaman terhadap kedaulatan Ukraina dan tidak sesuai dengan Piagam PBB."
Kanselir Jerman Olaf Scholz memperingatkan Putin bahwa langkah itu akan menjadi "pelanggaran sepihak" dari perjanjian Minsk yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik Ukraina.
Dalam sebuah pernyataan pada rakyatnya, Putin mengkritik mantan pemimpin komunis Lenin, Dia mengatakan dia " (Lenin) menempatkan Rusia pada posisi yang kurang menguntungkan".
“... Ukraina modern diciptakan sepenuhnya oleh Rusia, lebih tepatnya, Bolshevik, Proses ini dimulai segera setelah revolusi 1917,” kata Putin.
Putin mengatakan bahwa Joseph Stalin, menjelang dan setelah Perang Dunia II, "telah mencaplok Uni Republik Sosialis Soviet (USSR) dan memindahkan ke Ukraina.
Dan pada tahun 1954, untuk beberapa alasan, (Presiden Uni Soviet Nikita Khrushchev) mengambil Krimea dari Rusia dan memberikannya ke Ukraina.
Rusia "dirampok" ketika Uni Soviet bubar pada 1991. Itu adalah "bencana geopolitik," kata Putin.
Dia menyebut peristiwa 2014 - di mana pengunjuk rasa menggulingkan presiden pro-Rusia Ukraina - sebagai "kudeta"
Putin mengklaim, tanpa memberikan bukti, bahwa Ukraina berada di bawah kendali "di luar" (NATO dan AS)
Dia mengatakan "neo-Nazi sedang bangkit di Ukraina, klan oligarki tersebar luas.
Salah satu tujuan Rusia adalah mencegah Ukraina menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Jika Ukraina bergabung dengan NATO, itu akan menjadi ancaman langsung bagi keamanan Rusia," kata Putin
Putin mengklaim - tanpa memberikan bukti - bahwa Ukraina berusaha memperoleh senjata nuklir. Pidatonya diakhiri dengan kata-kata: "Saya yakin saya akan mendapat dukungan dari rakyat Rusia. Terima kasih."
Putin segera melakukan "invasi" ke Ukraina yang kini mengalami kehancurannya.
Perhitungan Putin yang salah , ternyata tidak mudah menundukkan Ukraina. Tapi Putin sudah "kadung" melangkah dan Putin tidak mau surut. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H