Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ucu dan Ida 6 (Menautkan Hubungan)

12 Februari 2022   06:42 Diperbarui: 12 Februari 2022   07:44 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Copyright desygner 

Bab 6 Menautkan Hubungan. 


Waktu berlalu dan begitu sulit untuk mendekati Ida. Ucu tidak menyerah.

Ucu menamatkan Sekolah Menengahnya dan menuju pendidikan Mahasiswa Ekonomi.

Ucu masuk Universitas Hasanuddin. Itu adalah Universitas Negeri.
Berat juga berpisah dengan Ida. Meninggalkan bangku SMA.

"Bagaimana kita" Tanya Ucu kepada  Ida.
"Semuanya keputusan ayah dan mamak," kata Mufidah.


"Aku akan selalu patuh kepada mereka," jawab Mufida pasrah.
"Aku sudah mendengarnya," kata Ucu.
"Apa yang kamu dengar?".
"Kamu akan dijodohkan dengan pria lain bukan?"


"Masih terlalu lama, kini aku bekerja  dan kuliah. " Kata Ida.
"Kamu akan bekerja di Bank dan kuliah, kita akan jarang berjumpa," lirih suara Ucu.


"Tempat kita berjauhan," keluh Ucu.
Dia merasa sedih dengan perpisahan itu.


"Kamu usahakan kuliah ditempat aku iya?" Harap Ucu.
 Tak berapa lama, Ida juga lulus dari SMA.


Ucu kecewa karena Ida kuliah di Fakultas lain.
 Dia bisa bekerja pagi di sebuah Bank dan selesai sorenya kuliah di Univerditas Muhammadyah Indonesia atau UMI.

"Aku akan mencari jalan untuk kita bertemu, tidak akan menyerah. "

"Apa yang Ucu akan lakukan." Tanya Ida.
"Lihat saja nanti," jawab Ucu.
 
Ucu tidak mau memberitahu. Ida juga tidak tahu. Sampai suatu ketika.

Ida bersibuk sibuk dengan pekerjaannya di Bank tempat dia mulai bekerja.


Menjelang siang, seorang pemuda masuk. Ida tidak terlalu memperhatikan karena ia sibuk dengan para penabung baru.
"Aku juga menabung, " sebuah suara menghentikan gerakan Ida ketika tiba giliran.

"Kak Ucu," kata Ida
"Saya Daeng Ucu ingin membuka buku tabungan baru," Ucu tersenyum dengan sedikit tertawa. Mau tak mau Ida juga tertawa.


"Mengapa ada keinginan menabung?" Tanya Ida.
"Untuk berjumpa kamu," Ucu berkata dengan suara serak.

"Menabung setiap hari, " kata Ucu pula masih dengan senyum khasnya.

 "Saya setiap hari  akan menabung supaya bisa berjumpa ," Ucu mengulangi kata kembali tersenyum.


Ida juga terpaksa tersenyum. Ia merasa lucu jika lelaki itu menabung cuma untuk bertemu dia.
"Isikan data ini dan KTP," kata Ida.
"Tolong diisikan," suara Ucu.


"Sebaiknya nasabah," kata Ida. Ucu mengangkat bahu.
Ida mengisi data Ucu kekertas formulir.


"Tanda tangani disini," kata Ida setelah selesai.

Ucu membubuhkan tandatangan, buku tabungan selesai.
"Bisa diisi tiap hari iya?" Tanya Ucu.
"Diambil juga boleh," jawab Ida ringan.


"Aku menabung untuk masadepan kita, biar saja uangnya menumpuk sampai kita menikah," Ucu bersuara lagi.


"Ngaco," jawab Ida. Mukanya bersemu merah.

Untung antrian tidak ada lagi.

"Sudah iya? " Tanya Ida ragu.
"Aku akan bertemu lagi, kalau bisa setiap hari," ujar Ucu.
"Aku sibuk dan selesai ini ke kampus," jawab Ida.
"Lihat saja nanti, kamu masih kuliah di Univerditas Muhammadyiah bukan?"


"Iya, aku tidak berhasil masuk Fakultas Negeri seperti kakak."
"Sayang sekali, jadi kita berjauhan."

"Tapi aku harus menyelesaikan kuliahku, kata ayah meski perempuan harus sekolah," kata Ida pasti.


"Aku juga, beberapa waktu lagi aku akan menyelesaikan kuliahku." Kata Ucu menjelaskan.

"Aku tahu, kakak pintar dan banyak kegiatan, ikut aksi dan demo dan juga kegiatan mahasiswa diluar kampus," berkata lagi Ida.

"Kamu tahu juga iya?" Ucu senang mendengar Ida tahu banyak.
"Aku juga bekerja ditempat perusahaan ayah," Ucu menambahkan.
"Kakak pewaris keluarga," ujar Ida menyembunyikan kekagumannya.

"Apakah ayahmu sudah mengenaliku lebih banyak ? "Tanya Ucu.
"Mengapa kakak menanyakan begitu?"
"Aku sudah mendekatkan diri dengan Buya, membawa teman teman main halma  agar ayah kamu mengenalku."


"Ayah bersikap positif, " jawab Ida.
"Ada lagi, aku pergi mendekati maghrib kerumah kamu, agar dapat  shalat maghrib bersama Buya," Ucu mengatakan kesungguhannya.
"Niat baik akan berakhir baik," kata Ida.


"Jadi tidak ada kesulitan jika melamar kamu?"
"Kita lihat nanti," jawab Ida tak pasti.

Pastinya mereka terus bertemu.  Ucu rajin menabung di Bank tempat Ida bekerja.

Ia dapat mengobrol dengan Ida meski cuma sebentar.

***

Kampus UMI hari itu adalah mendebarkan ketika seseorang muncul. Ida tidak tahu.

Ucu menjadi asisten dosen dan memberi kuliah di kampus. Mahasiswanya termasuk Ida.
Dosen memperkenalkan asisten dosen mahasiswa yang berprestasi di Unhas.
Ucu mengerling Ida yang duduk di bangku mahasiswa.
Kuliah dimulai oleh asisten dosen. Ucu memberikan kuliah tentang perbankan.

Setelah selesai mereka berbicara.

"Menjadi asisten dosen juga iya, kak Ucu," setengah berteriak Ida berbicara dengan kagum.

"Tentu saja, aku akan mengikuti langkah kamu," jawab Ucu tertawa.

"Dengan perjuangan berat aku bisa menjadi asisten dosen," lanjut Ucu bersemangat.


"Ini cara agar kita bisa bertemu, meski tidak ada honor," lanjutnya lagi.
"Jadi hanya untukku semua ini?"
"Iya, selanjutnya kamu," kata Ucu ringan.


"Kenapa aku?" Tanya Ida.
"Meyakinkan ayahmu bahwa aku adalah orang yang tepat dan mencintai kamu," Ucu menatap tepat tepat wajah Ida.
"Perkawinan aku ditentukan orang tua, aku sudah katakan berkali kali," kata Ida lirih.


"Ini bukan zaman Siti Nurbaya, kamu juga dapat memilih," desak Ucu. Ida tidak menjawab. Ia  hanya  menunduk.
"Ceritakan apa yang tidak kuketahui," desak Ucu.
Ida makin menunduk.
"Tidak ada iya, mudah mudahan lancar."

Begitulah asisten dosen Ucu dan mahasiswanya Ida. Hubungan yang terus berlanjut. Berbulan dan tahun ke tiga.

Pada suatu ketika Ida lupa membawa pulpen dan sang asisten dosen langsung saja menawarinya sebuah pulpen berwarna keemasan.

Ida menerima dengan perasaan senang. Tapi hubungan itu maju mundur. Tak ada kemajuan yang berarti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun