5. Kota Yogyakarta:
- Kemantren Danurejan
- Kemantren Gedongtengen
- Kemantren Gondokusuman
- Kemantren Gondomanan
- Kemantren Jetis
- Kemantren Kotagede
- Kemantren Kraton
- Kemantren Mantrijeron
- Kemantren Mergangsan
- Kemantren Ngampilan
- Kemantren Pakualaman
- Kemantren Tegalrejo
- Kemantren Umbulharjo
- Kemantren Wirobrajan
Dan akhirnya kita sampai di Kota Yogyakarta, yang memiliki slogan Berhati Nyaman. Ini adalah ibukota sekaligus pusat pemerintahan dan perekonomian dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus kota yang senantiasa mempertahankan konsep tradisional dan budaya Jawa. Salah satu kemantren di Jogja, yaitu Kemantren Kotagede, pernah menjadi pusat Kesultanan Mataram Islam antara kurun tahun 1575-1640. Kini, Jogja menjadi dua tempat tinggal penerus Mataram, yaitu Sultan Hamengkubuwono dan Adipati Paku Alam, yang berada di Keraton Ngayogyakarta dan Pura Pakualaman.
Tiba dari Stasiun Tugu, Anda akan disambut hangat oleh Tugu Jogja, yang sering dipakai sebagai simbol atau lambang dari Kota Yogyakarta. Tugu yang terletak di perempatan Jalan Jenderal Soedirman dan Jalan Margo Utomo ini memiliki nilai simbolis sebagai garis magis yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Keraton Jogja, dan Gunung Merapi.
Dari Tugu Jogja, Anda dapat menyusuri Jalan Malioboro. Di sinilah penduduk Jogja datang untuk berkeliling, berbelanja, dan jajan semurah mungkin, namun yang paling sempurna adalah naik becak. Pelbagai toko kerajinan berderet di sepanjang Jalan Malioboro.
Setelah berbelanja sepuas mungkin di Jalan Malioboro, kita dapat mengunjungi kediaman resmi Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu Keraton Jogja. Keraton ini didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755 sebagai istana yang baru berdiri akibat perpecahan Kesultanan Mataram Islam dengan adanya Perjanjian Giyanti. Keraton Jogja merupakan kediaman resmi sang sultan dan keluarganya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Namun saat ini, kompleks keraton terbuka untuk umum.
Pada tahun 1946, Jogja pernah menjadi ibukota Republik Indonesia. Itu pun tidak lama, hanya sampai 27 Desember 1949. Selama periode tersebut, pada 1 Maret 1949, Jogja mengalami serangan umum yang dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Kolonel Bambang Sugeng, Panglima Divisi III. Serangan umum 1 Maret 1949 bertujuan untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI dan Polri masih ada dan cukup kuat. Harapannya supaya posisi Indonesia dalam perundingan yang saat itu tengah berlangsung di Dewan Keamanan PBB dapat diperkuat.
Untuk memperingati serangan tersebut, berdirilah Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jalan Margo Mulyo No. 6, Ngupasan, Kemantren Gondomanan, Kota Yogyakarta.
Salah satu tempat wisata sejarah lainnya di Jogja adalah Benteng Vredeburg, yang dibangun pada tahun 1787. Benteng ini awalnya digunakan sebagai benteng pertahanan VOC milik Belanda. Bangkrutnya VOC pada tahun 1799 menyebabkan benteng ini jatuh ke tangan Bataafsche Republiek, sehingga secara de facto menjadi milik Kerajaan Belanda. Kini, benteng ini beralih fungsi menjadi sebuah museum, yang menyimpan beberapa koleksi sebagai berikut:
- diorama pelantikan Soedirman sebagai Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia;
- minirama Kongres Budi Utomo;
- mesin ketik Surjopranoto;
- tiga buah kendil yang pernah digunakan oleh Soedirman ketika tinggal di rumah Ibu Mertoprawira;
- dokumen Soetomo yang berisi daftar alamat kantor kementerian ketika Jogja menjadi ibukota Republik Indonesia;
- dan bangku yang dulu dipakai oleh para siswa MA (Militer Academie) pada tahun 1945-1950.