Mohon tunggu...
Yudhistira Mahasena
Yudhistira Mahasena Mohon Tunggu... Freelancer - Desainer Grafis

Ini akun kedua saya. Calon pegiat industri kreatif yang candu terhadap K-pop (kebanyakan girl group) dan Tekken.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenali Indonesiamu! Episode 15: Daerah Istimewa Yogyakarta, Kerajaan yang Istimewanya Benar-benar Tiada Tara

29 September 2024   15:51 Diperbarui: 8 Oktober 2024   19:35 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Merapi menjulang tinggi di perbatasan antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Magelang. (sumber: WS Rental Jogja)

Ada juga Monumen Jogja Kembali, atau yang juga disingkat Monjali. Museum monumen berbentuk kerucut ini menyimpan banyak koleksi yang menceritakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti replika pakaian militer, senjata api genggam, diorama Soeharto, dan tandu yang dipakai oleh Jenderal Soedirman ketika bergerilya melawan Belanda dari Jogja, Madiun, hingga Kediri.

Monumen Jogja Kembali. (sumber: YogYes.com)
Monumen Jogja Kembali. (sumber: YogYes.com)

5. Kota Yogyakarta:
- Kemantren Danurejan
- Kemantren Gedongtengen
- Kemantren Gondokusuman
- Kemantren Gondomanan
- Kemantren Jetis
- Kemantren Kotagede
- Kemantren Kraton
- Kemantren Mantrijeron
- Kemantren Mergangsan
- Kemantren Ngampilan
- Kemantren Pakualaman
- Kemantren Tegalrejo
- Kemantren Umbulharjo
- Kemantren Wirobrajan

Dan akhirnya kita sampai di Kota Yogyakarta, yang memiliki slogan Berhati Nyaman. Ini adalah ibukota sekaligus pusat pemerintahan dan perekonomian dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus kota yang senantiasa mempertahankan konsep tradisional dan budaya Jawa. Salah satu kemantren di Jogja, yaitu Kemantren Kotagede, pernah menjadi pusat Kesultanan Mataram Islam antara kurun tahun 1575-1640. Kini, Jogja menjadi dua tempat tinggal penerus Mataram, yaitu Sultan Hamengkubuwono dan Adipati Paku Alam, yang berada di Keraton Ngayogyakarta dan Pura Pakualaman.

Tiba dari Stasiun Tugu, Anda akan disambut hangat oleh Tugu Jogja, yang sering dipakai sebagai simbol atau lambang dari Kota Yogyakarta. Tugu yang terletak di perempatan Jalan Jenderal Soedirman dan Jalan Margo Utomo ini memiliki nilai simbolis sebagai garis magis yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Keraton Jogja, dan Gunung Merapi.

Tugu Jogja, ikon Kota Yogyakarta. (sumber: Bakpia Kukus Tugu Jogja)
Tugu Jogja, ikon Kota Yogyakarta. (sumber: Bakpia Kukus Tugu Jogja)

Dari Tugu Jogja, Anda dapat menyusuri Jalan Malioboro. Di sinilah penduduk Jogja datang untuk berkeliling, berbelanja, dan jajan semurah mungkin, namun yang paling sempurna adalah naik becak. Pelbagai toko kerajinan berderet di sepanjang Jalan Malioboro.

Jalan Malioboro, jantungnya Jogja. (sumber: Teras Malioboro)
Jalan Malioboro, jantungnya Jogja. (sumber: Teras Malioboro)
Setelah berbelanja sepuas mungkin di Jalan Malioboro, kita dapat mengunjungi kediaman resmi Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu Keraton Jogja. Keraton ini didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755 sebagai istana yang baru berdiri akibat perpecahan Kesultanan Mataram Islam dengan adanya Perjanjian Giyanti. Keraton Jogja merupakan kediaman resmi sang sultan dan keluarganya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Namun saat ini, kompleks keraton terbuka untuk umum.

Keraton Jogja, kediaman resmi sang Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat. (sumber: Teras Malioboro)
Keraton Jogja, kediaman resmi sang Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat. (sumber: Teras Malioboro)
Pada tahun 1946, Jogja pernah menjadi ibukota Republik Indonesia. Itu pun tidak lama, hanya sampai 27 Desember 1949. Selama periode tersebut, pada 1 Maret 1949, Jogja mengalami serangan umum yang dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Kolonel Bambang Sugeng, Panglima Divisi III. Serangan umum 1 Maret 1949 bertujuan untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI dan Polri masih ada dan cukup kuat. Harapannya supaya posisi Indonesia dalam perundingan yang saat itu tengah berlangsung di Dewan Keamanan PBB dapat diperkuat.

Untuk memperingati serangan tersebut, berdirilah Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jalan Margo Mulyo No. 6, Ngupasan, Kemantren Gondomanan, Kota Yogyakarta.

Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. (sumber: Wikimedia Commons)
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. (sumber: Wikimedia Commons)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun