Sebelumnya Bagian 1 s/d 8. Lanjut Bagian 9 dan Bagian 10
- Bagian 9
Hari-hari berikutnya di KPU Provinsi terasa semakin tegang. Setiap keputusan yang diambil, setiap langkah yang dilakukan, seakan diawasi oleh mata-mata tak terlihat. Arya, yang sebelumnya ia anggap sekadar kolega, kini tampak semakin sering menghubunginya, baik secara langsung maupun melalui perantara. Beberapa kali, Dita merasa terjebak dalam pertemuan-pertemuan yang tampaknya biasa saja, tetapi sesungguhnya ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya.
Suatu pagi, saat Dita sedang duduk di mejanya dengan segelas kopi, sebuah surat tiba tanpa pemberitahuan. Tak ada nama pengirimnya, hanya segel yang aneh. Dita membuka surat itu dengan hati-hati, dan matanya melebar saat membaca isinya:
"Dita, kamu sudah terlalu jauh. Kami tahu kamu berpikir bisa menggagalkan kami. Tapi, tidak ada yang bisa melawan kami. Saatnya untuk memilih: bekerjasama atau hancurkan semuanya."
Dita meletakkan surat itu dengan gemetar, meskipun ia berusaha tetap tenang. Siapa yang menulis surat ini? Siapa yang sebenarnya mengancamnya? Dalam sekejap, gambaran Arya dan wajah politisi besar yang pernah mendekatinya kembali terbayang di benaknya. Mereka pasti tahu ia mulai mendekati kebenaran.
Namun, Dita tahu, jika ia terjebak dalam ketakutan, maka ia akan kalah. Ia memutuskan untuk bertindak dengan lebih hati-hati. Ia mulai mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya manipulasi dalam pemilu yang baru saja berlangsung. Menggali informasi yang tersembunyi, menghubungi kontak-kontak yang dapat dipercaya, dan menganalisis data yang tampaknya tidak sesuai dengan narasi resmi. Perlahan, ia mulai menyusun gambaran besar.
Di sisi lain, Arya mulai semakin intens menekan Dita. "Dita, kamu tahu betul bahwa kekuatan kita sangat besar. Jangan sia-siakan kesempatanmu. Kamu punya masa depan yang cerah di dunia politik ini jika kamu ikut bersama kami," katanya suatu hari di ruangannya, menawarkan sebuah tawaran yang tampaknya sulit ditolak.
Namun, Dita menatapnya dengan tatapan yang penuh arti. "Aku tidak akan menerima tawaranmu, Arya. Ini bukan tentang masa depan politik. Ini tentang masa depan negara ini, dan aku tidak akan jadi bagian dari konspirasi yang menghancurkan kepercayaan rakyat."
Arya terlihat terkejut, namun ada sesuatu yang berubah di wajahnya. Ada senyuman kecil yang terlukis di sudut bibirnya. "Kamu memang keras kepala, Dita. Tapi ingatlah, keputusanmu tidak akan pernah murni. Pihak-pihak besar ini sudah mengatur segala sesuatunya. Tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk menghentikannya."
Dita tidak membalas, hanya menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Namun, di dalam hatinya, ia merasa ada sebuah rencana yang sudah mulai terbentuk.
Beberapa minggu kemudian, saat rapat besar di KPU Provinsi digelar, Dita tiba dengan informasi yang tidak terduga. Ia tidak hanya membawa bukti-bukti manipulasi yang terjadi selama pemilu, tetapi juga rekaman percakapan yang menunjukkan peran Arya dalam konspirasi besar tersebut. Ia memiliki kekuatan untuk mengungkapkan segalanya.
Namun, sesuatu terjadi saat Dita berdiri di hadapan rapat, siap untuk mengungkapkan segalanya. Tiba-tiba, seorang anggota KPU Provinsi yang tampaknya tidak begitu menonjol, Sri, berdiri dan berkata dengan suara tegas:
"Dita, aku tahu kamu merasa ini adalah pilihan yang benar. Tapi, jika kamu membeberkan semua bukti ini, kamu akan membuka pintu untuk sesuatu yang lebih besar dari yang kamu bayangkan. Kami semua terjebak dalam permainan ini, termasuk kamu. Tidak ada yang bisa keluar begitu saja."
Dita menatap Sri dengan mata terbuka lebar. "Apa maksudmu?"
Sri menghela napas panjang. "Aku adalah bagian dari jaringan ini, Dita. Aku diberi pilihan untuk ikut atau dihancurkan. Tapi, aku sudah mengambil keputusan. Jika kamu mengungkapkan semuanya, kamu akan menghancurkan dirimu sendiri dan semuanya yang telah kita bangun di sini. Terkadang, ada keputusan yang harus kita buat demi kelangsungan hidup, meskipun itu mengorbankan prinsip."
Dita merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Sri? Bagaimana bisa? Ia adalah sosok yang selama ini ia percayai. Namun, Dita tahu satu hal pasti---ia tidak bisa mundur sekarang.
Dengan napas yang dalam, Dita akhirnya berkata, "Jika ini jalan yang harus saya pilih, maka saya akan menghadapi konsekuensinya. Tapi saya tidak akan diam. Pemilu yang jujur dan adil adalah harga yang harus dibayar, dan saya siap bertarung untuk itu."
Di luar gedung KPU Provinsi, angin malam berhembus dingin. Dita tahu, keputusan yang ia ambil akan mengubah segalanya. Kini, ia tidak hanya berjuang melawan kekuatan besar yang tersembunyi, tetapi juga melawan kenyataan bahwa dalam dunia ini, bahkan orang yang kita percayai bisa menjadi musuh terbesar kita.
Tapi Dita tidak takut lagi. Jika ia harus berjuang seorang diri, maka itulah yang akan ia lakukan.
Keputusan Dita untuk melawan kekuatan besar yang berusaha mengendalikan KPU Provinsi bukanlah keputusan yang mudah. Setelah percakapan dengan Sri, dunia seakan berputar lebih cepat. Ia merasa semakin terperangkap dalam permainan besar yang tak ia duga, dan kini, semua langkahnya harus dihitung dengan cermat. Dita tahu, jika ia melangkah salah, konsekuensinya bisa sangat fatal---baik bagi dirinya maupun bagi kepercayaan rakyat terhadap pemilu.
Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan ketegangan. Dita menjadi semakin waspada terhadap setiap orang di sekitarnya. Sumber daya yang ia miliki terbatas, namun keberanian untuk mengungkapkan kebenaran semakin kuat dalam dirinya. Ia menyadari, meski harus menghadapi konspirasi besar, ada banyak orang di luar sana yang mendukungnya, meski tidak langsung terlihat.
Pada suatu malam yang sunyi, saat Dita sedang duduk di ruang kerjanya, sebuah pesan tak terduga masuk ke ponselnya. "Dita, kamu tidak sendirian. Kami tahu apa yang terjadi, dan kami siap membantu. Waktu kamu sudah hampir habis, tapi masih ada kesempatan." Pesan itu hanya berisi nomor kontak anonim.
Dita merenung sejenak, lalu memutuskan untuk menghubungi nomor itu. Beberapa detik setelah menghubungi, suara seorang pria terdengar di ujung telepon. "Dita, aku adalah bagian dari kelompok yang telah lama mengawasi permainan ini. Kami tahu betul siapa yang berada di belakang manipulasi pemilu ini. Kami bisa memberimu bukti yang lebih kuat. Tapi, kamu harus siap menghadapi risiko terbesar dalam hidupmu."
Dita tak ragu. "Berikan bukti itu. Saya siap. Tapi saya ingin memastikan bahwa saya bisa mempengaruhi perubahan yang lebih besar setelah semua ini terungkap."
Pria itu diam sejenak, seolah mencerna kata-katanya. "Ada rencana besar yang telah dirancang untukmu. Jangan khawatir, kamu tidak akan berjuang sendiri. Tapi ingat, kebenaran yang kamu ungkapkan akan mengguncang fondasi negara ini. Tidak ada jalan mundur."
Dita merasa dadanya sesak. Apa yang mereka tawarkan ini bisa saja menjadi keputusan yang menentukan hidupnya, tetapi ia tahu tidak ada lagi pilihan. Ia harus melangkah.
Beberapa hari kemudian, bukti-bukti yang lebih mencengangkan dari yang Dita bayangkan tiba di mejanya. Rekaman percakapan, dokumen tersembunyi, dan data yang memperlihatkan bagaimana pemilu telah dimanipulasi sejak awal. Ia melihat bagaimana beberapa pejabat tinggi KPU Pusat sampai daerah dan politisi besar saling berkolaborasi, memanfaatkan sistem untuk kepentingan pribadi mereka, bahkan sampai menjual suara rakyat demi keuntungan politik mereka.
Namun, meskipun ia memiliki bukti yang sangat kuat, Dita tahu bahwa mengungkapkan semuanya bukanlah hal yang sederhana. Ia tidak hanya akan menghadapi kekuatan besar yang berada di balik layar, tetapi juga menghadapi para kolega yang selama ini ia percayai. Salah satunya adalah Arya, yang ternyata memainkan peran lebih besar dalam konspirasi tersebut.
- Bagian 10
Pada hari yang sudah ditentukan, Dita memutuskan untuk mengungkapkan semua bukti di hadapan seluruh anggota KPU Provinsi. Rapat besar diadakan dengan para pejabat tinggi, termasuk politisi yang telah lama bersembunyi di balik topeng. Dita duduk dengan tenang, mempersiapkan dirinya untuk mengungkapkan semua yang ia temukan.
Arya datang terlambat, tampaknya lebih tenang dari biasanya. Ia menyadari bahwa Dita mulai mengumpulkan bukti-bukti yang mengarah padanya, tetapi ia berusaha menunjukkan ekspresi biasa. Begitu rapat dimulai, Dita berdiri dan dengan suara yang tegas, memulai pidatonya.
"Kepada semua yang hadir di sini, saya ingin membuka mata kalian terhadap kenyataan yang telah lama disembunyikan. Selama ini, kita semua terjebak dalam permainan yang lebih besar. Saya telah mengumpulkan bukti yang menunjukkan bagaimana pemilu ini telah dimanipulasi, dan bagaimana kekuatan besar di luar sana mengendalikan setiap langkah yang kita ambil."
Dita mulai memutar rekaman yang berisi percakapan antara Arya dan politisi besar, serta menunjukkan dokumen-dokumen yang mengungkapkan manipulasi yang terjadi. Wajah Arya langsung berubah. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan, namun tidak ada yang bisa menutupi kebenaran yang sudah terungkap.
"Ini tidak bisa kamu sembunyikan lagi, Arya," kata Dita, menatapnya dengan tatapan tajam. "Ini bukan hanya soal kamu atau saya. Ini soal kepercayaan rakyat terhadap sistem pemilu kita. Mereka tidak akan pernah mempercayai kita lagi jika kita diam."
Namun, hal tidak terduga kembali muncul saat Sari, yang sebelumnya mendukung Dita, berdiri. "Dita, kamu tidak mengerti. Semua yang kamu ungkapkan memang benar, tapi mengungkapkan semuanya sekarang akan menghancurkan lebih banyak orang. Kami sudah terjebak dalam permainan ini, dan jika kamu melanjutkan, semuanya akan runtuh. Kamu akan kehilangan lebih dari sekadar karir politikmu."
Dita terdiam. Sari mengatakan hal yang sama dengan apa yang ia dengar sebelumnya. Apakah benar jalan ini akan menghancurkan segalanya? Tetapi, di dalam hatinya, Dita tahu bahwa tidak ada pilihan lain.
"Apa yang kalian lakukan salah, Sri. Saya tidak akan berhenti. Ini tentang keadilan, tentang hak rakyat untuk memilih dengan bebas. Dan saya akan melawan meski saya harus berdiri seorang diri."
Dengan penuh keberanian, Dita melanjutkan untuk membeberkan semua bukti, mengungkapkan jaringan yang tersembunyi di balik pemilu yang telah dimanipulasi. Arya dan Sri mencoba untuk menghentikannya, tapi sudah terlambat. Keputusan telah diambil. Dita siap menghadapi konsekuensi, tahu bahwa perjuangannya baru saja dimulai.
Di luar ruangan, berita mulai tersebar. Dunia luar mulai mengetahui apa yang terjadi. Meskipun Dita tahu bahwa jalan depan penuh tantangan, ia merasa lega. Terkadang, untuk mencapai perubahan yang sesungguhnya, kita harus siap mengorbankan segalanya. Dan Dita sudah siap untuk perjuangan yang lebih besar---untuk demokrasi, untuk rakyat, dan untuk kebenaran.
BERSAMBUNG
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI