Perempuan bertopi jerami kemudian bangkit, ia melepas topinya kemudian berkata; “Dimanakah kalian saat saya seorang perempuan, dimasa kolonial dengan kejam dijadikan pelacur? Atau saat diperkosa oleh orang-orang yang berasal dari bangsa ini? Dimanakah letaknya ingatan kalian wahai saudara-saudaraku, sadarkah kalian disni hanya aku perempuan? Sadarkah bahwa perempuan selamanya lemah. Dan agar saudara-saudara ingat, tanah-tanah yang kita merdekakan untuk diri kita ini, kepemilikannya di ganggu oleh kolonial, beberapa diantara tanah karena kolonial diberikan pada pemuka Agama atau mandor-mandor, pejabat-pejabat lokal, dengan kekuasaan kolonial? Apakah kalian sudah merasa merdeka dengan membiarkan buruh dan petani yang kehilangan surat kepemilikan tanah karena kolonial ini menjadi tumbalnya? Dimanakah semangat nosionalisme kalian semua, bukankah kita memerdekakan diri kita untuk sejahterah bersama?” semua orang terdiam, kelompok bertopi jerami berdiri, membuka topinya dan menempelkannya didada, semua hadirin kemudian terpengaruh dan berdiri, kemudian mereka bersorak gembira seperti mendapatkan pencerahan, pria sopanpun ikut berdiri, ia hanya melongo, entah kagum atau heran.
Pria bersemangat berdiri, kemuduian memberi aba-aba untuk tenang, para hadirin kemudian mulai berangsur tenang, perenung menampak gelagat akan angkat bicara, namun terhenti, karena orang alim angkat bicara duluan; “janganlah kalian lupa, perempuan ini menentang Tuhan, apakah hendak yang kau inginkan dengan menarik perhatian khalayak?” semua orang terdiam, perenung mengerutkan keningnya, ia melirik pada ajudan muda yang hanya melempar senyum namun tak berkata-kata, ajudan baru pria Bersemangat, masih muda dan tampan, entah seperti punya firasat perenung memandang curiga padanya.
“saya tidaklah menentang Tuhan, saya menentang penindasan.” Perempuan itu membalas dengan mengepalkan genggamannya dan menepuk-nepukkannya didada, kemudian disambut dengan suara ‘heem’ yang bersatu dari banyak orang, para hadirin, menganguk-nganguk.
Pertemuan akhirnya selesai dengan kesimpulan yang sama dengan pertemuan pertama, para hadirin dan orang penting akhirnya berangsur membubarkan diri, ditenga perjalanan, perenung kemudian berbicara dengan pria bersemangat; “Wahai sahabatku, entah mengapa aku tak lagi bisa sejalan denganmu, entah mengapa aku juga tak dapat dengan benar menemukan kebenaran untuk mengantikan dan mengkritik kebenaran atas kesimpulanmu, untuk itu, aku hendak menyepikan diri dahulu.”
Pria bersemangat tampak sedih, namun ia adalah pemimpin, dia tidak boleh terlihat gusar, kemudian berkata; “Jika itu adalah keputusanmu, maka aku tak bisa mencegahnya.” Perenung meninggalkan pria bersemangat dengan ajudannya, mengambil jalan yang berbeda, ajudan muda itu melempar senyum, namun dibalas dengan tatapan curiga, di akhir perpisahan perenung berkata; “apapun yang terjadi aku akan selalu menjadi sahabatmu.” Pria bersemangat menunjukkan gelagat pada langkahnya yang mantap, tapi ia tak menoleh, dan terus melanjutkan perjalanan pulangnya.
***
Bertahun-tahun pertemuan terus diadakan, semakin hari semakin sering, perseteruan topi jerami dan orang alim kian hari kian memanas, perdebatan yang dipicu oleh pria sopan kian ramai dibicarakan orang, tentang ekonomi dan pembangunan, pria bersemangat entah bagaimana, seperti kehilangan sebagian dirinya mulai goyah. Ia tak lagi berpendirian sebagai penengah, kesimpulannya kini muncul sebagai perdebatan, menjadi kebenaran yang dipertaruhkan dimeja judi.
Beberapakali diterpa persoalan pria bersemengat mulai lelah, ia pun memasrakan apapun untuk sementara kepada ajudan mudanya, ia beristirahat dalam rumah yang damai bersama istri dan anaknya, menjalankan aktivitas keseharian bukan sebagai orang penting, tapi selayaknya manusia bahagia yang melepas keinginan.
Namun pada suatu sore, dimana hari itu adalah hari pertemuan, tiba-tiba Pria Bersemangat bangun berkeringat karena mimpi disiang bolong. Mimpi yang buruk namun juga tak mampu diingat, hari kian memerah, menunjukkan tanda bagi kemuraman, pria bersemngat beranjak dari ranjangnya, berlari dengan hanya memakai celana dalam hendak keluar rumah, namun samapi tengah jalan dicegah istrinya.
Setelah mandi dan berdandan, pria bersemangat menuju tempat pertemuan, hatinya gusar didalam perjalalanan, kakinya tak lagi bisa menjadi tenang karena kegusaran kian membesar seiring dengan jarak yang semakin dekat dengan tempat perundingan. Kemudian setelah perjalanan yang serasa panjang itu ia sampai pada pintu ruang pertemuan.
Firasatnya semakin kian memburuk, merangsang kegundahan untuk kian membesar, kemudian ketika ia hampir sampai, ia mendapatinya ajudannya berdiri di kawal empat tentara berenjata lengkap, pria bersemangat berjalan lirih, pandangannya tertutupi oleh punggung ajudan dan pengawalnya. Ia pun clingak-clinguk, kemudian ia mendapati pemandangan yang aneh.