Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Jam Dinding Masjid, Mati"

20 November 2021   17:00 Diperbarui: 20 November 2021   17:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pak Tar meringis kesakitan, terlihat darah keluar dari sela-sela bibirnya, aduhai apa gerangan yang terjadi? Ia membuka mulutnya, dua gigi depan ternyata patah!

"Nggak apa-apa, dek. Tapi kaki kanan kok sakit, perih!", kata pak Tar. Aku tengok ke bawah, masyaallah, dari lutut hingga atas mata kaki kulitnya sobek, darah mulai menetes...!

"Masyaallah pak, tolong...!", teriak Budi kaget, kasihan atas kecelakaan ini. Cepat Budi papah tubuh orang tua gemuk ini, berat juga pikirnya.

Pak kyai ikut membantu, membawanya keluar masjid dan meminta Budi mengantar langsung ke klinik Bu Bidan Desa yang tak jauh dari lokasi. Jadilah mereka bonceng bertiga, diantar untuk mendapatkan pertolongan pertama.

Alhamdulillah, siang itu juga Bu Bidan telah pulang dari rapat, jadi di tempat lebih awal, takdir Allah! Luka di mulut cukup dibersihkan kumur air. Dan luka kakinya, harus dijahit agar lekas sembuh.

"Nak Budi, saya mewakili pak Tar mengucapkan terimakasih atas bantuannya, coba tidak ada nak Budi, jadi apa ini?", kata pak Sukri setelah pengobatan selesai. Budi tersenyum.

"Sama-sama pak kyai, semua telah ditetapkan Allah, qadarullah. Semoga pak Tar lekas sembuh ya, masjid siapa yang azan kalau bapak lama istirahat tidak ke masjid?", kata Budi.

"Ya, mudah-mudahan Allah menggerakkan hati pemuda di sini, masa kalah sama pak tua ini. Seharusnya masjid di pinggir jalan raya ramai dimakmurkan remaja masjid!", kata pak kyai lirih.

Pak kyai mengangguk-anggukkan kepala, entah apa yang ada dipikirannya. Semoga akan ada, muadzin-muadzin baru, pemuda yang cinta masjid. Pemuda yang dicintai surga!

(Selesai)

______________________________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun