Setelah barang yang dicari dibayar lunas, segera Budi meluncur kembali ke masjid.
"Dek Budi, terimakasih ya telah membantu kami mengurus jam dinding masjid!", kata pak Tar terharu sesaat sebelum turun dari sepeda.
"Sama-sama pak, kebetulan saja saya sedang di sini, jadi sekalian saya bantu, semoga bermanfaat ya pak? Ada yang bisa dibantu lagi? Yang biasa pasang baterai jam siapa?", tanyaku penasaran.
"Saya dek, cuma tinggal tarik mimbar yang ada di tempat imam ke depan sedikit, terus naik di atasnya, selesai deh!", pak Tar mantap menjelaskan.
"Hati-hati pak, atau saya saja yang naik, saya bantu pasang baterainya sekarang?", Budi menawarkan diri.
"Ah, jangan dek. Adik badannya besar, takut mimbarnya ga kuat, jebol!", kata pak Tar sambil tersenyum. Aku tertawa mendengarnya, ternyata obrolan singkat dengan pak tua ini bisa mengalir juga.
"Ya sudah, saya bantu geser dan pegang dari bawah mimbarnya, pak", kata Budi mengalah.
Akhirnya deal, pak Tar naik bagian ambil jam dinding, lepas baterai lama, ganti dengan baterai yang baru dan pasang kembali jam dinding. Masalah menepatkan waktunya, Budi membimbing pak Tar dari bawah, sembari kedua tangannya memegangi mimbar.
Alhamdulillah, selesai juga mengganti baterai jam dindingnya! Giliran pak Tar turun. Entah kenapa kaki pak Tar tiba-tiba terjerumus ke dalam mimbar, krek... gubrak!
Rupanya kaki muadzin itu tidak sengaja menginjak permukaan mimbar yang sudah lapuk, badan sampai kakinya terjepit di tengah mimbar, kaki mimbar patah. Kejadian begitu cepat, Budi tidak bisa berbuat apa-apa, hanya detik saat wajah pak Tar membentur tembok. Duk! Terasa bergetar tembok di depannya.
"Masyaallah pak, bangun pelan-pelan saja, ada yang terasa sakit di mana?", tanya Budi, ikut gemetaran.