"Saya Yoyo Setiawan dok, ayahnya Rafif " jawabku singkat. Serasa berat sekali badan ini kusangga. Jadi cepat-cepat aku letakkan pantatku di kursi kosong depan dokter itu.
"Begini pak Yoyo, melihat tanda-tanda visual anak Anda diperkirakan terkena serangan virus, ini baru diagnosa awal. Kami dan seluruh dokter di sini akan selalu memonitor terus dengan melakukan tes laboratorium lengkap agar penanganan dan pengobatan yang tepat pula sehingga secepatnya anak bapak bisa pulih seperti sediakala!" jelas dokter ganteng di depanku. Aku cuma bisa mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti penjelasan dokter.
"Agar pelayanan terbaik dapat kami berikan, silakan pak Yoyo isi data di lembar isian ini !" Pria berkumis tipis itu menyodorkan beberapa lembar kertas formulir. Tanpa banyak bertanya, aku menurut saja. Ku isi seluruh pertanyaan, perlunya anak saya cepat ditangani dan cepat mendapatkan kesembuhan.
Aku benar-benar tidak bisa berpikit jernih, jangankan memahami kata-perkata, membacanya saja sangat tidak sempat. Saya pasrahkan pada Allah dengan berusaha percaya pada pelayanan rumah sakit bonafit di kota ini. Tanganku secepatnya menggoreskan pena, memenuhi baris-baris dan kolom-kolom kosong di beberapa lembar kertas di hadapanku. Pikiranku entah ke mana.
Batinku sedang sibuk memohon, meminta pertolongan kepada Tuhan agar Yang Maha Menyembuhkan, segera mengabulkan doaku. Entah berapa waktu yang aku habiskan untuk melengkapi berkas itu. Aku kaget begitu disapa perawat di sampingku yang tak kusadari ternyata sedari tadi memerhatikan.
"Bapak, maaf. Bapak tidak apa-apa?" tegur perawat itu.
"Oh ya, maaf. Aku melamun" sahutku malu dan bingung.
"Sudah selesai pak isiannya, silakan kembali ke ruangan. Terima kasih ya pak!" jelas perawat Irul, terbaca dari papan nama di dadanya.
"Ya pak, terima kasih kembali" jawabku singkat.
Cepat bergegas aku hampiri istri dan anak di ruangan dingin UGD. Â Masih seperti tadi, Rafif belum ada perubahan masih bernafas selayaknya orang yang lelah berlarian. Kasihan ya Allah, sembuhkanlah anakku! Doaku lirih dan pasrah.
Kulihat istri duduk terdiam di depan wajah sang buah hati.. Ia terlihat sangat bingung. Nah kalau sudah seperti ini, aku juga ikut bingung! Apa yang harus aku lakukan? Baru kali ini, rasa kantukku terkalahkan melihat kondisi Rafif seperti ini. Tidak seperti biasanya, kalau pulang selepas kerja malam, pukul 5 pagi seperti ini harusnya cepat berbaring di kamar, obati kantuk semalaman.