Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Vaksin Bikin Heboh"

6 November 2021   05:00 Diperbarui: 6 November 2021   05:02 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tiba-tiba Budi dikagetkan dengan istri yang membangunkan dengan rasa gelisah. Heran saja, tidak seperti biasa. Kenapa sayang? Hanya bibirnya yang bergerak, tak terdengar ia bilang apa. Takut ada yang serius, ia terpaksa bangun, padahal Budi masih mengantuk benar.

"Aku lemes sekali, mas. Kenapa ya, tidak seperti biasanya. Apa aku salah makan?", tanya Asih.

"Kalau salah makan, aku ikut lemes dong, sekarang aku baik-baik saja!", jawab Budi kebinungan.

"Atau ini efek vaksin aku kemarin, mas?", tanya Asih lagi. Apa? Vaksin memang bisa membuat lemas?

"Memang iya, vsksin bisa buat lemas, rasanya seperti apa?", tanya Budi lebih penasaran. Iseng cari info di internet barangkali ada.

"Ya, ditanya malah balik namya!", jawab Asih ketus. Budi tersenyum, ini dia yang aku suka, kalau istri sedang marah, pipinya merah! Bikin gemes, pikir Budi.

"nih, tidak ada loh, efek vaksin coid-19 buat badan lemas. Yang ada buat terasa lapar terus, aku suka ini, jadi makan banyak. Atau ini, vaksin buat jantung berdebar!", kata Budi sambil tetap memperhatikan artikel di aplikasi telepon genggamnya.

"Mas, efek setiap orng itu berbeda-beda, aku salah satu yang merasa badan lemas ini. Dari semalam aku tidak bisa tidur", tukas Asih. Suami mengamati wajah istrinya, tampak matanya merah, benar ya, orang krang tidur matanya merah. Terus semakin diamati, Budi melihat kantung mata Asih tampak bengkak, benar juga, orang yang banyak nangis atau kurang tidur, katanya juga bengkak kelopak matanya!

"Ya sudah, kamu bangun dulu, sayang. Bersihkan badan di kamar mandi, wudu, terus salat subuh, yuk?", ajak Budi. Ia paling tahu sifat istrinya, dan saat diajak salat, pasti tidak aka nada alasan menolak.

"Ya...!", jawab Asih malas-malasan. Ia bangun dari tidurnya, duduk di pinggir kasur. Menggosok-gosok matanya. Menoleh ke Budi, matanya bertemu, senyum.

"Tidur lagi sebentar ya, masih lemas, mengantuk...", kata Asih lirih, sengaja menggoda suaminya, batinnya senang walau badannya sedang loyo.

"Aduh..., ini istri gimana ya? Ayo, salat dulu. Nanti aku antar periksa ke bu Bidan. Minta obat kuat!", jawab Budi membalas Asih, merasa digoda istrinya. Ia siapkan bantal untuk memukul mesra istrinya, kedua tangan siap memegang bantal, dan wuss... kena angina kosong, karena Asih sudang bangkit benar-benar bangkit dari ranjang, ia sudah membaca bakal dipukul suami, iya, sebagai wujud sayangnya.

Pelan, Asih meninggalkan kamar tidurnya menuju kamar mandi. Hanya 10 menit saja, ia sudah keluar dengan kondisi badan lebih baik. Tapi kok, tidak seperti biasanya, ada apa ya? Apa benar ini efek vaksin? Semakin batin Asih bertanya, semakin penasaran ia harus mencari jawabannya.

Budi telah siap di musala, ruangan yang terletak di sebelah ruang keluarga. Rupanya, Budi tidak perlu ke kamar mandi terlebuh dulu, hanya ambil air wudu di kran samping pintu belakang. Sambil menunggu istri tercinta datang di musala, ia sempatkan mencari info lanjutan, informasi efek suntikan vaksin covid-19.

Masyaallah, iya ternyata ada efek badan lemas dan pusing, mual atau muntah. Jadi aku harus bagaimana? Belum juga pikiran selesai mencari jawaban, Asih sudah muncul di depan Budi.

"Ayo, mas. Aku sudah wudu, cepat aja ya. Aku sudah nggak kuat, mau tidur lagi!", kata Asih dengan jalan sempoyongan. Aduh, mulai nih, aku yang bakalan repot, hari ini!

Tapi, bukan Budi namanya kalau tidak cerdas menyisati keadaan. Masa bodoh, ah! Aku salat dulu, apa yang nanti terjadi, biar saja, Benar saja, setelah selesai salat yang lebih cepat dari biasanya, Asih buru-buru meninggalkan musala, jalan agak diseret maksudnya agar cepat sampai di kamar tidur. Budi hanya geleng-geleng kepala.

Setelah resmi Asih serius tidur lagi, baru Budi berpikir apa yang akan dilakukan dari pagi sampai nanti istri bangun tidur? Ting! Baru terlintas di pikran Budi, kalau hari ini hari Sabtu, bukan hari Minggu, jadi harus masuk kerja. Tapi, dengan kondisi istri ambruk seperti ini, tidak mungkin ia berangkat bekerja.

Akhirnya, Budi menelepon atasannya, meminta ijin tidak bisa masuk kerja karena istri sakit. Ia melihat jam dinding yang terpasang angkuh di ruang depan, masih pukul 04:30 pagi. Ia ingat-ingat, biasanya Asih jam seperti ini sedang apa di dapur? Biarlah sesekali istri sakit, butuh istirahat. Aku juga bisa melaksanakan tugas di dapur!

Budi satu-per-satu mengecek kondisi di dapur, terlihat air minum di teko sudah hais setengahnya, maka ia ambil ketel yang tergantung di dinding atas kompor, diisinya air tampungan di bawah kompor. Ada ember besar, kira-kira isi 100 liter air, ini sebagai persiapan air minum untuk dimasak, nantinya dimasukkan ke termos.

Setelah meninggalkan ketel penuh air di atas kompor, membiarkan sang kompor menunaikan tugasnya, Budi melihat tempat penghangat nasi. Masyaallah, nasi tinggal sedikit, hampir gosong panci nasi di dalamnya. Cepat ia cabut kabel dari stop-kontaknya, ia ambil panci dari dalam penghangat, nasi dipindahkan tempatnya ke piring besar, cuma ada setengah piring besar nasi sisa semalam.

Budi sembari mengingat-ingat, apa saja yang harus dikerjakan saat menyiapkan makan untuk sarapan pagi. Kalau untuk menanak nasi, berarti tinggal colok kabel ke stop-kontak, sudah nasi matang sendiri. Tapi, tata cara membuat beras menjadi nasi, tidak pernah dipelajari di sekolah, kok istri bisa ya? Nah, sekarang waktuku, jangan sampai kalah!

Dengan berlagak seperti chef professional, Budi ambil beras dari tempat penyimpanan, diambil tiga gelas ukur penuh dituang ke baskom ukran sedang. Ah, seperti ini, gampang, pikir Budi. Beras ia cuci, dituang air bersiih ke baskom, diaduk dan seolah meremas, beras dibersihkan, air dibuang, ditiriskan, dibilas lagi sampai 3 kali. Pasti sudah bersih sekarang, pikir Budi. Beras yang sudah dicuci dimasukkan panci dalam isi magic-com, penanak nasi otomatis.Ia tidak lupa menuang juga sejumlah air, namun ini, bagian ini, ia tidak paham ukurannya berapa?

Dengan percaya diri saja, padahal tidak tahu nantinya akan seperti apa, sesudah terasa siap semua, Budi menyalakan magic-com, terus ditinggal melihat ke tempat cuci piring. Aduhai, piring kotor menumpuk, tak apalah. Ia kini sigap mencuci piring, gelas dan sendok di bawah kran, membasahi dengan sabun cair, menggosok dengan spons, membilas dengan air kran, meniriskannya di rak piring samping kanan Budi.

Lega, satu lagi pekerjaan selesai. Apa sekarang? Ada nasi, berarti harus ada lauknya. Budi membuka kulkas, melihat sayur apa gerangan yang ada di sana? Ada kangkung, daun kelor, terong, telur, tempe dan kelapa satu butir utuh.

Sejenak, Budi membiarkan otaknya berkreasi mau masak apa pagi ini. Sepertinya sayur bening kelor dan tempe goreng saja sudah nikmat, kata otaknya. Hmm, betul juga, Budi mengangguk-angguk menyetujui. Diambillah bahan-bahan untuk masak sesuai permintaan sang otak.

Tak lupa, tadi istri sempat bilang seperti keracunan makanan, maka Budi juga mengambil kelapa, rencana istri nanti sebelum sarapan diberi minum air kelapa dahulu. Suami siaga ini, sigap meracik bumbu untuk sayur bening kelor, paling hanya bawang merah, bawang putih, kunci, dan sejumput garam. Pas air di panci sudah mendidih, semua bumbu yang ia iris, dimasukkan ke panci, terakhir daun kelor dimasukkan ke dalamnya.

Sayur bening daun kelor sudah jadi, tinggal menggoreng tempe, ini lebih gampang, sepertinya. Ia cari bumbu racikan instan di rak bumbu, ketemu! Tempe yang sudah diiris-iris dimasukan ke adonan bumbu yang sudah diencerkan, dibiarkan bumbu meresap, kemudian ia masukkan tempe ke penggorengan panas, sreng...aroma tempe marinasi langsung tercium. Sepertinya, enak!

Setelah dibalik, kedua sisi tempe telah tampak garing, ia angkat tempe, ditiriskan. Terakhir, Budi membuka kelapa yang masih bulat utuh, dipecah batoknya, dibuka sedikit daging buah, dituang air kelapa di gelas, penuh satu gelas besar. Ini lebih dari cukup buat istri. Setelah semua selesai, ia menata sayur daun kelor dan lauk tempe goreng di atas meja makan, termasuk air kelapa.

Sepertinya nasi juga hampir matang, pastinya. Budi bergegas ke kamar tidur, membangunkan istri untuk mengajak sarapan bersama. Sang istri yang merasa sangat diperhatikan, terlihat lebih semangat untuk bangun dibanding tadi pagi. Asih masih di atas tempat tidur, tersenyum mendengar suaminya telah menyiapkan sebuah sarapan istimewa, kata suaminya.

Budi merangkul Asih, membersamai langkahnya keluar kamar menuju dapur, untuk mengawal istri, takutnya tidak mau bangun, hanya menggoda. Tapi,kali ini rupanya sang istri telah merasa lapar, sehingga tanpa banyak bicara, setuju saja bangun langsung ke dapur!

Di dapur, dilihat Asih sudah tertata di atas meja makan, tempe goreng marinasi, sayur bening daun kelor da nada gelas besar berisi air, air apa itu?

"Bener mas, kamu yang masak semua ini? Terima kasih ya, sayang!", Asih penasaran bertanya sembari merangkul Budi dari samping. Yang ditanya, senyum dan manggut-manggut.

"Makan sekarang, yuk? Nanti jadi periksa ke bu Bidan?", tanya Budi.

"Tidak usah, makan ini saja paling nanti sudah segar kembali", jawab istri tercintanya.

"Oh, iya. Ini air kelapa sudah aku siapkan juga. Diminum dahulu sebelum makan", kata Budi menjelaskan sambil meraih gelas besar berisi penuh air kelapa, disodorkannya ke tangan Asih.

"Sayang, ini tidak habis, diminum berdua ya?", tanya Asih. Budi mengiyakan, ia beranjak ke rak piring, mengambil dua buah, untuk persiapan nasi hangatnya. Asih telah menerima piring yang diambilkan suaminya, membuka tutup penanak nasi, dan...ternyata nasi belum matang, masyaallah, masih utuh beras!

"Mas, ini bagaimana masak nasinya? Kok masih beras? Sampai besok juga nggak bakalan beras ini jadi nasi, nah, ini lihat sayang!", kata Asih kaget, tangannya menunjuk tombol di bawah tutup penanak nasi, tombol masih di posisi off, pantas penanak nasi tidak mau bekerja! Budi seperti tidak percaya, dilihat dari dekat..., memang benar, entah apa yang tadi ia lamunkan, saat sebelum meninggalkan penanak nasi kok lupa tidak menekan tombol ON, maunya memberi kejutan istri, ini malah istri kecewa!

Tak habis pikir, kenapa sampai terjadi seperti itu? Tapi tak apalah, tidak ada nasi hangat, masih ada sedikit nasi sisa semalam. Gara-gara lupa memencet tombol, nasi tidak jadi matang. Gara-gara suntik vaksin, istri jadi ambruk hari ini. Tapi, itu semua tidak menjadikan Budi dan Asih surut semangat menghadapi hari...walau sepagi ini Budi sudah heboh dengan dunianya sendiri!

Hadapi setiap masalah dengan senyuman, kesabaran dan hati lapang...

------&&&------

Pagak-Malang, 15-10-2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun