"Aduh..., ini istri gimana ya? Ayo, salat dulu. Nanti aku antar periksa ke bu Bidan. Minta obat kuat!", jawab Budi membalas Asih, merasa digoda istrinya. Ia siapkan bantal untuk memukul mesra istrinya, kedua tangan siap memegang bantal, dan wuss... kena angina kosong, karena Asih sudang bangkit benar-benar bangkit dari ranjang, ia sudah membaca bakal dipukul suami, iya, sebagai wujud sayangnya.
Pelan, Asih meninggalkan kamar tidurnya menuju kamar mandi. Hanya 10 menit saja, ia sudah keluar dengan kondisi badan lebih baik. Tapi kok, tidak seperti biasanya, ada apa ya? Apa benar ini efek vaksin? Semakin batin Asih bertanya, semakin penasaran ia harus mencari jawabannya.
Budi telah siap di musala, ruangan yang terletak di sebelah ruang keluarga. Rupanya, Budi tidak perlu ke kamar mandi terlebuh dulu, hanya ambil air wudu di kran samping pintu belakang. Sambil menunggu istri tercinta datang di musala, ia sempatkan mencari info lanjutan, informasi efek suntikan vaksin covid-19.
Masyaallah, iya ternyata ada efek badan lemas dan pusing, mual atau muntah. Jadi aku harus bagaimana? Belum juga pikiran selesai mencari jawaban, Asih sudah muncul di depan Budi.
"Ayo, mas. Aku sudah wudu, cepat aja ya. Aku sudah nggak kuat, mau tidur lagi!", kata Asih dengan jalan sempoyongan. Aduh, mulai nih, aku yang bakalan repot, hari ini!
Tapi, bukan Budi namanya kalau tidak cerdas menyisati keadaan. Masa bodoh, ah! Aku salat dulu, apa yang nanti terjadi, biar saja, Benar saja, setelah selesai salat yang lebih cepat dari biasanya, Asih buru-buru meninggalkan musala, jalan agak diseret maksudnya agar cepat sampai di kamar tidur. Budi hanya geleng-geleng kepala.
Setelah resmi Asih serius tidur lagi, baru Budi berpikir apa yang akan dilakukan dari pagi sampai nanti istri bangun tidur? Ting! Baru terlintas di pikran Budi, kalau hari ini hari Sabtu, bukan hari Minggu, jadi harus masuk kerja. Tapi, dengan kondisi istri ambruk seperti ini, tidak mungkin ia berangkat bekerja.
Akhirnya, Budi menelepon atasannya, meminta ijin tidak bisa masuk kerja karena istri sakit. Ia melihat jam dinding yang terpasang angkuh di ruang depan, masih pukul 04:30 pagi. Ia ingat-ingat, biasanya Asih jam seperti ini sedang apa di dapur? Biarlah sesekali istri sakit, butuh istirahat. Aku juga bisa melaksanakan tugas di dapur!
Budi satu-per-satu mengecek kondisi di dapur, terlihat air minum di teko sudah hais setengahnya, maka ia ambil ketel yang tergantung di dinding atas kompor, diisinya air tampungan di bawah kompor. Ada ember besar, kira-kira isi 100 liter air, ini sebagai persiapan air minum untuk dimasak, nantinya dimasukkan ke termos.
Setelah meninggalkan ketel penuh air di atas kompor, membiarkan sang kompor menunaikan tugasnya, Budi melihat tempat penghangat nasi. Masyaallah, nasi tinggal sedikit, hampir gosong panci nasi di dalamnya. Cepat ia cabut kabel dari stop-kontaknya, ia ambil panci dari dalam penghangat, nasi dipindahkan tempatnya ke piring besar, cuma ada setengah piring besar nasi sisa semalam.
Budi sembari mengingat-ingat, apa saja yang harus dikerjakan saat menyiapkan makan untuk sarapan pagi. Kalau untuk menanak nasi, berarti tinggal colok kabel ke stop-kontak, sudah nasi matang sendiri. Tapi, tata cara membuat beras menjadi nasi, tidak pernah dipelajari di sekolah, kok istri bisa ya? Nah, sekarang waktuku, jangan sampai kalah!