Kalau tiba masaku biar kupeluk hangat tubuhmu
Biar kuseka air matamuÂ
Biar kuperbaiki senyummu
Aku ingin melihat senyum itu lagi
Aku ingin mencium bau wangimu yang menghangatkan perasaanku
Karena aku ingat betul bau itu
Hanya kau seorang yang memiliki bau itu
Namun kau harus bersabar
Kau harus selalu berdoa juga
Ada yang lebih besar dari ini
Ada yang lebih mendesak dari ini
Dan yang lebih-lebih lagi yang berada didepan mataku saat ini
Aku hanya memiliki dua pilihanÂ
Dibunuh atau membunuh
Merdeka atau dijajah
Walau sebagai manusia ada kalanya aku merindukan hal-hal sederhanaÂ
Namun tak disangka-sangka aku juga harus mewujudkan impianmu, impian orang tuamu, keluargamu, maupun rakyat kita
Bukankah tugasku sangat berat ....
Andaikata aku hanya seorang yang berkerja dibidang lain maka tak kan kutemui hal iniÂ
Kita bisa pergi kemanapun kita mau
Namun kemanpun kita pergi mereka selalu mengikuti
Kemanapun kita tidur mereka tidur lebih nyaman dari kita
Mereka lebih aman dan kuat
Dengan sokongan dari beberapa negara adidaya meruka seumpama gajah, dan kita hanya seekor srigala
Walau banyak namun tak semua bersatu padu
Namun lain kalau hal itu menyangkut perut, mereka berbondong-bondong datang
Ahh bodohnya
Padahal untuk melindungi wilayah kita butuh pengorbanan
Kita terlalu lama menyembunyikan taring dan kuku kita yang tajam
Apabila serigala-serigala bersatu padu melawan beberapa gajah pastilah ia ambruk juga
Singkat kata kita tiada akan merdeka apabila hanya memikirkan perut sendiri
Padahal kebutuhan perut akan terpenuhi kalau si gajah-gajah itu menghilang
Namun sepertinya kita memilih jalan yang sukar
Tak mau berpikir
Bertindak tak berdasarkan pikiran dan hati
Selalu saja berebut makanan
Selalu memperkeruh keadaan
Hal itu tentu saja membuat si gajah kegirangan
Kita tak lain hanya objek hiburan
Bertempur dengan sesama saudara
Meributkan masalah-masalah kecil
Tak suka apabila kawan lebih sukses dari kita
Sialan pemikiran macam apa itu
Tak sampai hati juga aku lihat berita-berita terkini
Seorang ibu dan anak dikoyak-koyak tiada ampun hanya perihal kesuksesannya
Seorang warga dibakar tanpa buktiÂ
Seorang warga dikeroyok masa
Seorang warga dihinakan karena tak mau disuruh mengakui kesalahan yang tidak diperbuatnya
Ahh sudah cukup ....
Sudah cukup ....
Melihat seorang ibu menarik gerobak sampah dengan anak balita di atasnya saja aku hampir-hampir tak tega
Tapi aku bisa apa ...
Hidupku juga tak bisa diandalkan
Kini aku ada di sebuah perbatasan
Kini aku melihat pagi dan malam bagai neraka
Kini aku harus mencurigai segala hal yang akan keluar dari dalam hutan itu
Bahkan kawan-kawanku harus kucurigai
Belum usai perang ini
Beramai-ramai pula media membuat masyarakat kita gaduh
Beramai-ramai pula sokongan dari negara sebelah memberi persenjataan
Mereka bisa makan dengan damai diatas sanaÂ
Namun kami dan musuh kami ini dibuat babak belur
Dibuat berperang
Namun bisa apa aku?
Aku hanya seroang prajurit
Bukankah itu tugas para penduduk tahta sana
Kami hanya menyamankan duduk anda rupanya
Namun kami sesama bangsa harus berperang
Harus saling menyalahkan
Di sini diperbatasan ini
Hanya ada hidup atau mati
Esok masih bisakah kami merasakan matahari yang hangat?
Masih bisakah bercengkrama dengan keluarga?
Diperbatasan ini nama kami kadang dilupakan
Namun, tak apa
Bukankah seperti itu tugas seorang prajurit
Setidaknya jauh dibelakang garis pertahanan yang aman
Kau jaga perilakumu
Berbaik-baiklah dengan sesama manusia
Kita tak beda jauh dengan sesama kita sebagai bangsa
Kita hidup menumpang dari tumpah darah pendahulu-pendahulu kita
Setidaknya mengertilah
Setidaknya jangan egois
Bukankah kita diciptakan berbeda-beda untuk saling mengenal satu sama lain
Mengenal juga harus mengerti
Sebagai bangsa yang sudah berumur dewasa harus selalu memahami hal ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H